"Tadi gue baca buku psikologi yang menyatakan bahwa, bila kita menemukan seseorang yang berlawanan jenis, dan kita tetap merasa nyaman menjadi diri sendiri, itu tandanya orang yang tepat." Kata Sherlly se-pulang ngampus.
"Buat?" Tanya gue
"Dijadikan patner hidup."
"Katanya kalau bisa mandiri kenapa harus punya pasangan, elo ditampar kenyataan kah?"
"Yeah, setelah gue kaji dalam-dalam baru sadar. Pelangi akan terlihat indah bila banyak warna, bukan satu. Bunda Hawa akan kesepian bila tak ada Nabi Adam. Pagi tak akan indah bila tidak ada malam, semuanya berpasangan, meskipun berbeda. Yeah, itulah yang disebut konsep kehidupan. Semakin kita membantah, kita akan lupa arah untuk apa kita hidup."
Dia diam memperhatikan lalu-lalang orang-orang pulang. Senyumnya tetap terbit tanpa ada niatan untuk terbenam, gue cermati dalam sikapnya yang diam pikirannya pasti sedang ramai.
"Abis baca buku apa elo Sher, sampai pendapat elo bisa terpatahkan gitu?"
"Tiba-tiba hidayah itu hadir aja gitu. Dan gue sadar, benar kata elo mengungkapkan perasaan itu harus. Dari pada dipendam lalu menyesal tak berkesudahan. Biarlah ditolak yang penting gue sudah bertindak."
"Elo mau ngungkapin perasaan ke si dia, Sher?" Tanya gue kaget kenapa ini anak tiba-tiba ngotot.
"Yeah, gue capek tenggelam dari harapan ini. Elo udah?" Tanya dia balik.
"Kemarin gagal, palingan lusa nanti dah."
"Cakep. Kenapa kita bisa samaan yah, gue ngungkapin ke si dia, elo juga sama."
"Yeah, takdir Sher."
Kemudian kami mengkaji lebih dalam mengapa harus mengungkan kebanding dipendama aja. Dan kenapa kita harus bangga ditolak, bukankah itu sakit karena rasa kita nggak berbalas? Entahlah, semakin di perdalam kami hanyut dalam pemikiran-pemikiran baru bahwa mengungkapkan perasaan ditolak itu cool banget. Maknanya juga dalam.
Lupakan soal obrolan itu, kita kembali ke topik awal yaitu bahas hari ke empat puluh tujuh ngampus.
Buat gue, hari ngampus kemarin itu luar biasa banget dah, bermakna banget, keren banget, gue senang bisa melalui semua itu. Kemarin gue dikejar tugas tiga deadline, antropologi pendidikan, psikologi pendidikan, dan sosiologi pendidikan.
Tugas antropologi pendidikan itu mengumpulkan berkas-berkas tugas-tugas yang sudah diberikan Dosen bulan-bulan lalu. Aneh yah, tugasnya ngumpulin tugas-tugas haha. Sekalian aja ngumpulin uang, sayuran, nasi satu gelas, api, terus kita bacakan wkwk.
Sebenarnya ini tugas lama, cuman gue terlalu gegabah santai banget akhirnya pas waktunya tinggal 5 jam lagi pengumpulan berakhir gue ketar-ketir. Tapi ada hal lain yang membuat gue senang, se-ketar-ketirnya gue dikejar tugas nggak stres banget, masih bisa santai, kepikiran sih pasti, namun masih bisa dikendalikan dengan baik. Apakah ini bukti bahwa gue sudah selangkah lebih maju dari versi lama? Yeah!!!
Selesai mengerjakan tugas antropologi pendidikan, gue lanjut ke tugas psikologi pendidikan yaitu mengedit vidio hasil observasi. Tugas ini sebenarnya tanggung jawab si Mirza dkk, cuman gue sengaja ambil alih (dan di situ gue merasa tolol haha) karena mereka terhambat oleh beberapa alasan, ya udah gas aja urusan hasil belakangan.
Gue nggak peduli kepada bakat ngedit vidio, bodo amat dah gue nggak punya bakat yang penting ngerjain tugas dan meringankan beban kelompok, dari numpang nama doang dan jadi beban... keluarga haha, anjay juga.
Ketika gue sedang sibuk-sibuknya mengedit vidio, macam dokter yang sedang operasi pasien, Ibu gue memperhatikan tingkah konyol gue yang setiap beberapa menit berhenti ngedit, bermyanyi dulu baru ngedit lagi.
Aku di sini dan kau di sana hanya berjumpa via suara
Namun ku selalu menunggu saat kita akan berjumpa
Meskipun kau kini jauh di sana, kita memandang langit yang sama
Jauh di mata namun dekat di hati
(Lirik lagu Ran, dekat di hati)
Selesai nyanyi, gue melakukan gerakan ringan, dan ketawa ngakak dengan kekonyolan itu, satu kata penilain gue, tolol!
"Elo setiap hari dipethatikan Nugas mulu. Kakak elo yang kuliah jarang Ibu lihat sesibuk kamu, Co." Kata Ibu gue setelah sekian lama resah melihat gue sibuk belajar.
"Iya juga yah, mungkin karena beda kampus, Ma." Jawab gue singkat.
"Apa bedanya kuliah dengan sekolah kalau kayak gini mah, Co. Hampir setiap hari nugas mulu."
Gue nggak menjawab, hanya diam. Pikiran gue traveling, iya juga yah kenapa gue setiap hari mengerjakan tugas mulu. Sebenarnya bukan tugas kampus sih, kebanyakan tugas hidup. Joestin Garder dalam bukunya Dunia Sophie menamakannya, proyek filsuf. Setiap hal harus ada maknanya, setiap gue melangkah, bergerak, berpikir harus ada maknanya, termasuk hadir si dia juga bermakna di hidup gue haha.
Sibuk. Yeah, semua orang sibuk. Gue setiap hari menjadi admin blog (karena yeah blog pribadi) waktu satu hari bisa semuanya dikorupsi untuk mikiran konsep blog. Belum menulisnya, membacanya itu rutinitas sibuk. Kadang gue mikir, ada benarnya juga kata orang kenapa gue terus berkarya di blog yang nggak ada jaminan. Pengunjung sedikit, nggak berpenghasilan, ditulis sendiri, dibaca sendiri, dinilai sendiri macam juri perlombaan menulis, apa spesialnya? Entahlah.
Yang jelas gue berterima kasih kepada blog karena telah memberi ruang buat berkembang dan membuat dunia sendiri. Meskipun kata orang nggaj jelas buang-buag waktu, karena ini adalah bentuk karya gue, apalah artinya pemuda bila tak mempunyai karya, bukankah itu sia-sia? Yeah.
Sambil ngedit vidio gue ngakak sendiri, karena di bagian vidio-vidio gue selipkan vidio potongan kocak. Nggak apa-apalah anggap saja menghibur diri yang sudah kuat menahan segala beban yang diamanatkan oleh Tuhan ini, anjay juga.
Setelah selesai edit vidio, gue siap-siap ke kampus karena mata kuliah akan berlangsung siang. Untuk tugas makalah Sosiologi Pendidikan gue akan mengerjakannya pas di mobil Bis dan sebelum mata kuliah di mulai. Beresiko banget emang, tapi tantangan banget lagian gue punya patokan. Santai dulu nggak sih.
Di kampus, pas mata kuliah psikologi pendidikan kelompok gue maju ke depan. Ketika vidio yang gue edit diputar, hati gue dag-dig-dug sekaligus ngakak mengingat selipan vidio kocak bakal di lihat oleh teman sekelas dan Dosen. Woi! Dosen Co!! Lihat vidio itu! Bakalan direvisi abis-abisan nih, pikir gue. Tapi yeah, santai dulu nggak sih.
"Vidionya bagus meskipun singkat karena yeah memang waktunya terbatas. Saya apresiasi vidionya, karena kalian bisa menempatkan cuplikan vidionya pas banget, dan buat yang lain harapan saya seperti vidio tadi." Kata Dosen menilai vidio kelompok kami.
Gue hanya bisa 'Hah!' Nggak direvisi. Gue kendalikan diri agar tidak terlalu bangga, yeah lain kali harus belajar lagi masih banyak kekurangannya, karena berpuas diri itu nggak baik buat ke depan, yeah, depan gerbang haha.
Mata kuliah dilanjut ke Sosilogi Pendidikan, gue sudah bisa adem ayem karen power point udah kelar tinggal presentasi. Tema yang dibahas dari kelompok kami adalah, soal pluralisme, multikulturalisme dan kestaraan gender. Setelah gue presentasi bagian kesetaraan gender panjang lebar ada teman gue yang menyanggah.
"Elo dari tadi bahas kesetaraan gender panjang lebar yang lebih menyudutkan kepada kaum perempuan untuk menikah dalam perspektif islam dengan menghadirkan tokoh siti khodijah dan siti fatimah yang meskipun di rumah terus tidak melakukan pertentangan dengan dalih tidak adanya kesetaraan gender. Perluas lagi wawasan elo! Kecamata elo perihal kesetaraan gender! Elo tahu Rabiah Adawiah? Dia lebih memilih mandiri kebanding menikah. Elo dari tadi ngomong di depan ke sana ke mari, tapi esensinya kosong. Hanya menyudutkan doang." Kata teman gue dengan panjang lebar, yang tentunya namanya adalah rahasia.
Dikritik sepedas itu gue balas dengan senyum, dan bìlang terima kasih. Yeah, gue memang banyak ngomong doang esensinya nggak ada. Karena perihal ketaraan gender ini sedang gue kaji lagi lebih dalam agar kaya akan wawasan. Gue nggak benci justru senang dikritik seperti, yeah meskipun ada sedikit sikap ego manusiawi muncul sih, tapi gue kendalikan segera. Benar apa kata teman gue, bahwa gue harus memperbanyak wawasan lagi tentang hal itu, termasuk tentang si dia contohnya haha. Anjay juga.
Setelah selesai semua mata kuliah, gue baru sadar ternyata nggak sia-sia kemarin-kemarin gue merasa cemas, takut, sambil mengerjakam dengan dengan santai, semuanya sudah berakhir. Woi! Berakhir co! Kita sudah bisa melewati semua ini tanpa penyesalan!
Gue harus mengapresiasi diri yang sudah bisa sekuat ini bertahan karena setelah ini mungkin akan lebih berat lagi. Dengan apalagi yah gue mengapresiasi diri, apakah jalan-jalan? Duduk santai di cafe sendiri?Beli Buku yang udah gue list? Atau apa? Entahlah, yang realistis aja palingan.
0 Komentar