Pelatihan Legislatif Fisip 2023, Banyak Dagingnya


Foto bareng fraksi Riau
"Elo mau ikut Pelatihan Legislatif?" Isi chat teman gue malam-malam di WA.

Gue perhatikan pamflet-nya dengan teliti lumayan menarik juga.

"Sumpah yah, gue entah kenapa tertarik banget dengan ini acara. Padahal gue nggak tahu rangkainnya kayak gimana." Tambahnya lagi membuat ambisi gue naik.

"Elo dapat dari mana?" Tanya gue memastikan.

"Dari Mentor Universitas, tuh mantan DPM loh."

"Gue gaslah." Kataku gue mengambil keputusan bulat tanpa memikirkan konsekuensinya apa nanti, yang ada dalam pikiran gue hanya pengalaman.

Kami pun daftar secara tidak bersamaan. Gue daftar duluan karena metode pembayarannya cod bukan via transfer. Ada sedikit pertanyaan yang mengganjal dalam hati gue ketika bertemu panitia acara ini, yaitu kak Azka. Dia jauh-jauh dari Fisip ke Fkip hanya untuk temui gue doang bayar. Kok mau gitu, padahal gue bukan siapa-siapa di sini. Belakangan gue tahu ternyata dia ketua pelaksana, buset! Kaget gue udah nyuruh ketuplak jauh-jauh ke Fkip buat nyerahin duit doang. Dasar peserta tak tahu diri! Umpat gue dalam hati.

Foto bareng Najwa 
Gue sih nggak mempermasalahkan soal uang pangkal dari acara tersebut. Tapi ada beberapa konsekuensi yang harus gue terima dengan lapang dada kalo mau ikut acara ini, pertama libur kerja. Kedua, cansel tiga acara. Ketiga, kuping harus tebal.

Dua hari menjelang acara pelatihan legislatif di mulai, kabar gue bakalan ikut acara tersebut mulai menyebar ke mana-mana, gue juga nggak tahu ini berawal dari mana padahal nyebarin pamflet di SW juga kagak. 

"Dengar-dengar katanya elo mau ikut acara pelatihan legislatif yang diselenggarakan oleh fisip yah?" Tanya para kating. Timing nya pas banget emang pada saat itu sedang acara kumpulan jurusan. So, para kating hadir dong dan bergerombol  nanya soal ini ke gue.

"Iya kak." Jawab gue singkat.

"Kenapa elo ikut sih, beda budaya loh. Nanti juga DPM Fkip ngadain kamu ikut."

"Iya kak nanggung udah daftar nih."

"Lagian sertifikatnya nggak bakalan ke pake loh kalo elo daftar DPM di sini, kan ranahnya beda. Budayanya juga beda."

"Iya kak, lumayan aja pengalaman." Jawab gue sedikit mulai menaiki tensi.

"Yeah, sayang aja kata gue mah elo ikutan."

Dan obrolan masih panjang. Gue sih nggak merasa terpojokkan dengan obrolan itu, justru gue bangga. Pertama berbeda jalan dengan yang lain, kedua tantangan bagi gue buat membuktikan bahwa nggak sia-sia ikutan. Gue sih bersyukur masih ada orang-orang yang peduli dengan apa yang gue lakukan, itu sebagai bentuk kating peduli dengan adik-adiknya, tapi prinsip gue udah teguh tidak bisa diganggu gugat.

"Elo tahu Wa. Yang ikut Pelatihan ini dari jurusan hanya kita doang loh." Kata gue ke Najwa.

"Iya tah?" 

"Iyalah, calm aja. Tadi gue ditanya-tanya sama para kating perihal ini."

"Hah! Terus gimana?"

"Aman, calm aja. Kalo ada apa-apa kabari gue yah."

"Siap. Tapi gue masih nervous loh, ini anak fisip dan tentunya bahas politik juga. Otak gue belum sampai sana loh."

"Haha, calm. Elo pikir otak gue udah sampai sana juga? Nggak. Intinya, di sini kita sama-sama belajar meskipun mungkin diawal-awal kita akan kena mental."

"Siap, menarik untuk dinanti."

Hari Sabtu gue ikut acara, tempatnya di Gedung DPRD. Gue udah nggak aneh sih ikut acara di sini karena dulu pas gabung organisasi gue sering main ke sini sambil menyelenggarakan acara perihal pendidikan. Gue masuk dengan santai dan mulai kenalan dengan dua cewek yang ada di samping gue.

"Nama lo siapa?" Tanya gue sok santai

"Gue Cindy dari Fakultas hukum." 

"Wih, anak hukum nih. Di samping elo siapa namanya?"

"Gue Mita dari Fisip prodi Administrasi Publik."

Bareng Cindy dan Mita
Gue ngobrol panjang lebar-lebar dengan dua orang nih. Perihal fakultas masing-masing dan lulusan Sekolah. Lama gue berbincang hp gue getar ada pesan WA masuk, gue buka ternyata dari teman gue Najwa.

"Wih, fokus amat Pak. Lagi ngobrolin apa?" Sambil kirim foto gue dari belakang.

"Takut banget dipantau sama Ratu wkwk." Balas gue becanda.

Dan acara pun di mulai.

Materi pertama membahas soal pemerintahan mulai dari kebijakan, undang-undang, dan politik-politik yang sedang hot. Gue lupa namanya, beliau Dosen Fisip jadi wajar dong bahas soal politik ngalir banget. Pas bagian sesi tanya jawab sekelebat ada pikiran masuk di kepala gue buat bertanya. 

"Elo mau nanya Cind?" Tanya gue ke Cindy yang sedari tadi fokus merangkai tulisan.

"Yeah, tapi gue masih bingung nih kelola kata-katanya."

"Sini gue bantuin."

Pokok pertanyaan dari Cindy bila dikerucutkan sih soal politik dinasti. Elo tahu sendirilah politik dinasti udah membudaya banget di Negeri Konoha bahkan ada salah satu provinsi yang dari dulu sampai sekarang pemangku jabatannya keluarganya gitu. Kecemasan dari Cindy adalah apakah itu akan berdampak terkikisnya demokrasi berubah menjadi politik Dinasti.

Sesi tanya jawab materi 1
Selepas Cindy bertanya gue memberanikan diri bertanya soal kebijakan pemerintah. Jadi gini, lengsernya Pak Gusdur salah satunya kan karena keputusan dari DPR yang melaporkannya ke MA. Dan diterima, hasilnya lengserlah Pak Gusdur. Misalnya nih, ada Ä·ebijakam pemerintah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan terus kita sebagai mahasiswa nggak setuju dengan kebijakan tersebut, kita demo kan ke DPR buat menampung aspirasi kami dengan harapan membuat keputusan untuk dilaporkan kepada MK. Tapi DPR nggak merespon itu bahkan sudah di demo berkali-kali diabaikan begitu saja, apakah kita sebagai mahasiswa bisa melaporkannya kepada MK? Jawabanny panjang lebar banget, tapi sayang soal apakah mahasiswa bisa melaporkan kepada MK bisa atau nggak, tak dijawab karena waktunya yang terbatas.

Sebelum menutup materinya Pak Dosen memberikan kesempatan kepada para peserta yang mau ikut belajar di mata kuliahnya boleh banget, waktunya hari kamis pagi. Sejujurnya gue mau ikut kalo nggak bentrok dengan mk di kampus, lumayan aja gitu kapan lagi kesempatan kayak gini ada. Beda fakultas, jurusan tapi bisa ikut ke dalam.

Materi kedua soal undang-undang terbentuk dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Bahwa lahirnya kebijakan pemerintah untuk menyelesaikan masalah yang sedang terjadi di masyarakat bukan malah menyengsarakan rakyat. Sebelum pemateri kedua menyampaikan lebih dalam, beliu bertanya apakah ada yang di luaŕ Fisip? Gue angkat tangan dong. Dan ternyata dari luar Fisip hanya ada tiga orang. Gue dan Najwa dari Fkip, Cindy dari hukum.

"Kenapa kamu ikut pelatihan ini? Alasannya apa?" Tanya pemateri sambil datangi gue bawa mic.

Pas jawab pertanyaan itu, sebisa mungkin gue bersikap santai mengendalìkan diri karena gue bawa nama fkip dan jurusan di sini, so harus profesional dan rasional dalam berpikir.

"Bisa-bisanya elo spil gue and bersikap calm. Di saat ditanya sama pemateri." Pesan dari Najwa.

"Haha iya dong. Santai dulu nggak sih."

"Siap."

"Elo ngerasin getar nggak Wa?"

"Nggak kok, biasa aja."

"Ruangannya geter banget Wa, masa elo nggak ngerasain."

"Serius, gue nggak Co. Elo ngerasa geter?"

"Iya, ini kan gedung DPRD. Geter banget ruangannya saking banyaknya aspirasi-aspirasi masyarakat yang tenggelam di sini wkwk."

"Wih, masuk Pak Dewan. Sebaiknya jangan gegabah wk."

"Siap."

Entah materinya yang terlalu tinggi atau efek ngntuk semua peserta pada diam semua, nggak ada pembicaraan yang mengganggu jalannya acara. Pas sesi tanya jawab gue angkat tangan lagi, padahal gue bingung mau nanya apa karena pertanyaan gue sudah diwakili penanya sebelumnya.

Gue pasrah ambil mic dan mulai menerka-nerka mau nanya apa. Dan gue nemu celah, bertanya perihal naskah ilmiah. Jadi kan katanya sebelum terbentuknya UUD ada naskah ilmiah yang dibuat badan khusus kumpulan para ahli yang kepintarannya di atas rata-rata mengkaji perihal masalah-masalah yang sedang terjadi. Setelah selesai diberikan kepada DPR, di sidangkan dan jadilah UUD. Lantas, kontribusi masyarakat untuk ikut andil dalam pembentukan UUD di mana? Apakah dengan adanya DPR itu sebagai bentuk adanya masyarakat? Atau rakyat tidak ikut andil tapi nanti hanya mendengar sosialisasi yang disampaikan oleh dewan? Dan untuk sosialisasi apakah ada aturannya hanya golongan atau tempat-tempat tertentu aja, karena kalo kita lihat dengan kecamata sendiri realitanya kan sosialisasi hanya disampaikan ke tempat-tempat tertentu aja, seperti kampus, seminar-seminar, dan sekolah.

Pematerinya bilang, iya juga yah. Saya satu pemikiran dengan pertanyaan tadi kontribusi rakyat di mana dalam membuat UUD. Kan udah ada badan khususnya yang membuat naskah ilmiah. Kemudian dibawa ke dewan dan diputuskan menjadi UUD, rakyat di mana? Mungkin dalam proses membuat naskah ilmiah para ahli ini turun ke lapangan meminta aspirasi-aspirasi masyarakat sebagai bahan naskah ilmiah tersebut. Mungkin untuk lebih jelas dan detail harusnya langsung nanya ke dewannya yah, cuman nggak ada. 

Jawabannya udah ketebak, menggantung. Acara dilanjut ishoma.

Jam dua siang materi ketiga di mulai membahasa peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan riset teknologi nomor 53 tahun 2023 soal skripsi yang katanya bukan satu-satunya uji kompetensi bagi mahasiswa yang bentar lagi mau wisuda.

Gue setuju sih dengan permen 53 itu karena dengan begitu setiap universitas bisa menyesuaikan apa aja yang harus mereka lakukan buat calon-calon wisuda. Kalo hanya stak di skripsi doang daya kreatifitas, inovasi dan daya pandangnya nggak berkembang. Setelah materi selesai, acara hari pertama pun selesai juga. 

Hari kedua gue telat banget, jam 9 aja masih di jalan kejebak macet karena ada rombongan pawai menghalangi jalan. Melihat hal itu  gue hanya bisa beristigfar dan berprasangka baik kepada Allah, mungkin ada sesuatu hal yang baik buat gue di sini.

Pas gue mau masuk aula, ada si Najwa yang sedang berdiri. Gue sapa kan.

"Elo belum masuk?"

"Gue baru datang."

"Hah, elo telat juga? Tumben."

"Biasalah. Gue lagi nunggu teman buat masuk tapi katanya lagi ada yang ngomong  di dalam."

"Ya udah ngapain nunggu teman elo buat masuk, ikuti gue."

"Eh, jangan ada yang lagi ngomong."

"Bodo amat."

Gue buka pintu aula, ada beberapa orang melihat kami, yeah calm aja. Gue nanya ke panitia di mana kelompok gue, dan duduk. Nggak ada apa-apa. Acara memanģ sudah di mulai dengan materi yang gue amati sih soal teknik persidangan.

"Ada yang bisa jelasin yang ada di ppt ini?" Kata pemateri memberikan kesempatan kepada audiens.

Tanpa mikir panjang gue langsung angkat tangan untuk maju, lah bodo amat yang penting gue udah berani maju wkwk. Gue jelasin soal apa itu palu sidang, konsideran, draf sidang, presidium. Hanya itu sih, terakhir gue dapat hadiah coklat, lumayanlah buat party pas pulang. 

Hari ke 2 jawab kesempatan pemateri
Setelah gue duduk, pada menit selanjutnya gue maju lagi jelasin bedanya pesert pilihan dan peninjau. Tapi nggak dapat coklat, nggak masalah sih bagi gue mah tujuan gue maju hanya untuk membuktikan kepada diri sendiri bahwa gue bukan berani di kandang tapi di luar kandang juga bisa. 

Lagian buat gue percuma ikut acara kalo nggak ada feedback buat diri kita. Hanya ikut doang, minimal dapat relasi barulah kalo kita diam-diam aja ngapain, tapi bagus sih, dari pada diam-diam ninggalin wkwk.

Acara dilanjut simulasi sidang hanya sekitar 30 menit. Setelah selesai kali ini gue dapat teman baru lagi namanya Laila dan Indri. Selama materi di mulai sampai udah selesai pun obrolan kami masih ngalir. Buat gue asyik! Sih dapat teman baru karena nambah pengetahuan gue tentang banyak hal. 

"Elo kok bisa mengelabui supir angkot?" Tanya Laila saat gue cerita biar kenek dan supir angkot nggak minta uang lebih.

"Yeah, gue nggak tahu Lail. Ada aja pikiran kayak gitu, dan itu kan bagian seni."

"Ouh iyah, setiap hal hal emang ada seninya nggak monoton. Begitu juga hidup."

"Yups."

Acara selesai, sertifikat gue nggak dikasih karena bermasalah, entah karena apa gue lagi mikir, apakah jarang hadir pas mentoring? Atau telat datang? Entahlah.

"Sertifikat elo kok bisa ditahan?" Tanya Laila

"Iya yah. Eh, gue baru sadar ternyata hari ini kita pakai baju putih celana coksu yah."

"Iyah, emang loh," sambil lihat celana gue hitam... kami sama-sama tertawa.

"Waduh, gimana nih Lail kok gue baru sadar yah?"

"Haha, iya gue juga sadar, mungkin Indri juga yah?"

"Haduh, tapi ya udahlah kan acara udah beres kan. Nggak bakal ada yang memperhatikan." Kata Indri 

Gue dipanggil sama mentor buat ketemu ketuplak. Di situ gue tahu salah gue ternyata telat kumpulin tugas. Kalo gue ingin dapat sertifikat harus review acara legislatif ini dan apa aja yang gue dapatkan. Tanpa berpikir panjang gue langsung garcep ngerjain review kalo besok gue nggak sanggup ke fisip.

"Elo tahu nggak salah gue apa?" Tanya gue ke Laila dan Indri.

"Nggak. Bukan karena celana kan?" Tanya balik Laila

"Aman, gue telat kumpulin tugas."

"Owalah, gue kira apa." Kata Indri. 

Sebelum pulang, Najwa ngajak foto bareng katanya pemateri tadi bilang anak fkip foto sono. Yeah, gue sih iya aja padahal biasanya nolak. Entah karena gue merasa ya udah dia teman ngapain nolak atau apa yah, spontan aja gas. Padahal kalo si dia tahu, gue udah main drama lagi kayaknya wkwk.

Pelengkap dong sih wkwk
Ada beberapa hal yang gue dapatkan di acara ini.

 1.  Budayanya beda

Benar apa yang dikatakan oleh kating, kita beda budaya elo nggak bakalan masuk di situ seandainya bisa elo akan kaget. Untungnya gue dari awal udah antisipasi apa aja yang harus gue siapkan jadi nggak kaget-kaget amat. Justru seru banget! Budaya anak fisip dengan fkip beda yah, kalo fkip nuansanya lebih santai, adem ayemlah. Kalo fisip lebih taktis dan isi kepalanya ada di atas (ya iyalah kan isi kepala ada di atas, kalo bawah itu kaki wkwk). 

Seperti halnya anak administrasi publik, ceweknya cantik-cantik banget! Pemikirannya bukan mukanya wkwk. Mereka udah bahasnya politik, pemerintahan, kebijakan sedangkan di gue, masih bahas angkatan, kekeluargaan, keegoisan, jauh gitu hahah. Capek gue bahas soal ini, karena ada yang jauh penting dari bahas internal jurusan, yaitu kebijakan, pemerintahan dan kehidupan.

Co, kita kan beda jurusan budayanya pasti beda?

Yes i know! But anyway, kita udah harus bahas ke situ. Jangan mikirin diri sendiri. Salah satu fungsi dari mahasiswa kan sebagai angle of change, gimana kita mau jadi pembawa perubahan kalo topik obrolan kita dan budaya kita stak di situ aja. Dan buat apa kita belajar antropologi pendidikan, bila pada akhirnya mempraktekannya masih bingung.

 2.  Isi Kepala

Kita terlalu banyak gaya yang membuat aura kita biasa aja. Tapi dengan banyaknya isi kepala aura kita akan beda dengan yang lain. Cara pandang kita terhadap sesuatu rasional gitu nggak asal ngambil keputusan. Aura anak fisip beda banget dan beruntungnya ini mungkin ini buah dari antisipasi gue dari awal bisa setara dengan mereka. Nggak ngang-ngong pas ngobrol dan bisa nyambung bahas topik-topik perihal kebijakan dan pemerintahan. Setara kan? Coba kalo pengetahuan gue rendah, mungkin menjadi batu itu pilihan yang tepat. 

Di sini gue sadar betapa pentingnya isi kepala. Seperti halnya anak fisip, memang nggak semuanya ideal secara objektif. Tapi pengaruh lingkungan, budaya, dan metode pembelajaran yang mengarah kepada keterbukaan pikiran terhadap persoalan kehidupan di masyarakat membuat pandangan mereka terhadap suatu hal beda. Gue memang harus beradaptasi dengan budaya baru ini, meskipun budaya gue beda tapi gue harus menciptakan budaya itu. Kalo gini terus ngapain gue hidup.

Hanya itu sih yang gue dapat utarakan, beberapa hal lagi nggak dapat gue ungkapkan karena masih diproses kepala gue atau belum saatnya disampaikan.

"Kenapa elo nggak gabung fisip atau hukum. Elo tuh pantes di situ." Kata teman-teman gue yang lain.

"Iya yah, emang pantesnya kenapa co?"

"Elo itu aktif, taktis dan pemikiran elo tuh kayak anak fisip dan hukum."

"Yeah, begitulah."

Itulah pandangan orang-orang terhadap gue pas acara selesai. Gue juga merasa sih ada passion gue di situ, tapi takdir berkata lain. So, nikmati aja yang Tuhan berikan. Gue nggak menyesal atau merasa salah masuk jurusan, biasa aja. Karena prinsip gue, di mana pun kita berada di situ kita harus bisa memanfaatkannya. Kenapa? Karena itu pemberian dari Tuhan. Bila kita menerima dengan ikhlas sambil menjalaninya dengan tulus, Tuhan akan memberikan banyak jalan tanpa kita duga-duga. Gue bersyukur banget bisa jadi bagian Fkip dan jurusan Pendidikan Non Formal, ini sesuatu hal yang sangat berharga banget! Gue hanya mikir apa yang dapat gue berikan buat jurusan dan Fkip ini, bukan mempertanyakan apa yang diberikan Fkip dan Jurusan ke gue. 

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement