Sumber ilustrasi dari internet
"Bila kita sudah berkeluarga, ke akuan diri ini akan hilang tergantikan dengan mereka. Yeah, anak dan istri. Seperti halnya saya pulang malam, apakah saya kepikiran tidur nyenyak atau sekedar nyantai dulu terlalu capek dengan rutintas ini? Tidak."
"Mengapa bisa begitu, kan kita juga punya hak untuk sekedar rehat sejenak?"
"Yeah, itu sifat manusiawi. Tapi jauh dari hal itu sifat ke akuan ini tak berguna, yang kita pikirkan hanyalah nafkah keluarga. Tubuh sehat aja udah Alhamdulillah, ngapain mikirin yang lain.
Gue hanya membalas senyum, sambil ber-visualisasi 10 tahun ke depan, mungkin kehidupan gue bakalan lebih parah dari ini.
Sejak kecil, kita berkuasa mementingkan aku. Aku ingin balon, aku ingin sepatu baru, aku ingin liburan, aku ingin dibelikan hadiah, dan masih banyak lagi. Orang tua kita dengan gemas mencubiti pipi sambil mengabulkan permintaan. Yeah, inilah fase di mana aku masih utuh sebelum bercabang.
Selepas dewasa, aku ini tensinya mulai menurun. Setelah sebelum-sebelumnya mendapatkan kenyamaan dari orang tua mulai berpikir untuk apa ini. Bahwa menjadi selalu aku di lingkungan sekolah tidak baik akan dijauhi teman. Bahwa menjadi aku di kuliahan tidak baik efeknya tugas jeblok.
Dan bahwa aku di tempat kerja tidak baik sekali bahkan tidak boleh. Bila aku terapkan di tempat kerja resikonya tak dapat uang. Sebaliknya, bila aku dihilangkan akan dapat uang.
Lanjut ke rumah tangga, aku ini kian terkubur. Persatuan antara dua insan akan hancur bila sama-sama mengutamakan aku. Punya anak aku ini sudah tinggal nama, gantinya adalah anak. Segala hal apa pun yang diutamakan anak bukan aku lagi.
Ke mana aku pergi? Bersembunyi di dalam diri anak.
Begitu sudah meninggal, aku ini sudah kembali kepada-Nya. Malu nggak tuh, di dunia merasa paling aku, setelah membeku diam membisu saking menahan malu kepada sang maha suhu.
Yeah begitulah perihal aku. Meminjam kata Ust Adi Hidayat, 'Ngapain di dunia sibuk berdebat, mempertahankan benda-benda yang tak abadi setelah mati semuanya nggak berguna.' Aku ini nggak berguna. Benda itu milik aku, uang itu milik aku, padahal sejatinya bukan aku. Karena aku juga aku-Nya.
Bila di mata atasan aku ini tidak boleh diterapkan, mengapa kita selalu menjadi aku dengan perintah-perintah Tuhan? Padahal kuasa-Nya meliputi segalanya. Itulah permasalahan kita, terlalu takut menjadi tak aku di mata manusia tapi biasa aja di mata Tuhan.
Kita ini hanyalah manusia biasa. Yang harus tahu kapan bersikap objektif dan subjektif di setiap persoalan-persoalan hidup yang diberikan oleh-Nya.
0 Komentar