Kita kadang takut dianggap beda, karena tidak berani dengan resikonya, padahal resiko itu emang nggak enak, yang enak tuh royko atau masako.
Semakin dewasa kita akan menyadari satu hal bahwa ada beberapa yang kita lakukan tidak harus sejalan dengan apa yang orang lain lakukan. Di fase ini akan lahir dua karakter dalam diri kita, pertama menjadi buntut. Kedua, akan menjadi pendobrak dengan segala resikonya.
Bicara soal resiko tentunya kita tak perlu munafik bahwa diri kita ada takut buat mendapatkannya. Gue jujur masih takut dengan resiko, dari pada takut dengan masako haha.
Di dunia ini ada beberapa lelaki atau perempuan, yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa kita memilih si dia menjadi pasangan? Apakah terlihat spesial di mata kita sehingga membuat hari-hari spesial atau karena hal lainnya? Yeah semua itu tergantung persepektif, tapi ada satu hal mengapa kita memilihnya, karena dia terlihat berbeda dengan yang lain.
Mungkin dari senyumnya, karakternya, nilainya dirinya di mata masyarakat, atau karena hal lainnya. Semua karena terlihat berbeda, lantas suka, lalu menjaganya.
Contoh lainnya lagi, mengapa sih hp Iphone memiliki keistimewaan tersendiri. Seolah-olah yang memakai hp android berada di level bawah, padahal dari berbagai aspek sama, cuman ada sebagian yang berbeda sehingga mempunyai nilai tersendiri.
Begitulah halnya diri kita, sudahkah berbeda dengan orang lain? Atau, sudahkah berani berbeda dengan orang lain? Bila belum berani, ada yang salah dalam pola pikir kita. Karena salah satu tujuan dari pendidikan adalah untuk merdeka dalam berpikir dan bertindak.
Kemarin gue mengikuti beasiswa bersama malaka projeck, di situ setiap peserta harus mengutarakan pendapatnya mengenai nilai-nilai apa sih yang berada di masyarakat sehingga menghambat kemajuan bangsa. Gue mikir dong apa yah, mana waktunya singkat bat dah sekitar dua menit.
Nilai yang berada di masyarakat dalam kecamata gue adalah tidak berani berbeda, semuanya harus sama satu komando. Bagi TNI ini tepat, tapi bagi berbagai tempat kehidupan tidak tepat, tergantung memposisikannya.
Contoh nilai harus sama aja di masyarakat adalah, ini yang gue rasakan di Desa yah. Bila bapaknya petani, maka nasibnya bisa dipastikan anaknya menjadi petani. Kalau dia berusaha dengan kuliah nasibnya akan berubah, harus kuat-kuat kuping dah. Dan kalau dia gagal tetap menjadi petani, pandangan-pandangan masyarakat akan membuat mentalnya down, karena banyak yang berkomentar percuma kuliah tinggi-tinggi kalau pada akhirnya tetap menjadi petani. Hal ini berlaku bagi perempuan.
Padahal belum tentu dia cara kerjanya sama dengan bapaknya, karena dia lebih tahu ilmunya. Kan kita nggak mikir sampai ke situ tuh. Meminjam kata Ikhsan Skuter dalam lirik lagunya, terpenjara dalam dogma-dogma budaya yang sakit. Yeah begitulah, sehingga membuat jiwa yang tadinya bangkit kembali mengalami penurunan. Dia tidak bahagia dalam bekerja sehingga tidak ada perubahan yang pesat dalam pekerjaannya itu, minimal inovasi dan kreatifitas baru.
Gue teringat teman satu kelas namanya Nida Yamanda yang mengatakan bahwa, kadang pandangan di masyarakat sering menganggap perempuan yang berpendidikan tinggi itu percuma kalau pada akhirnya tetap kembali ke dapur. Padahal akan ada perbedaan dapur orang yang berpendidikan dengan dapur orang yang tidak berpendidikan. Itu pasti.
Di situ gue mikir, iya juga yah akan berbeda dalam dapurnya. Untuk perbedannya tentu tergantung persepektif. Pertanyaannya adalah mengapa kita harus berbeda sih? Ada beberapa hal, diantaranya:
1. Membuat bahagia
Bahagia sederhananya adalah kita bisa tenang dalam menjalani hidup tanpa ada hal-hal yang mengganjal. Sejak kecil kita tidak mengalami fase-fase sulit, banyak yang menuntut misalnya untuk melakukan sesuatu. Semuanya berjalan baik-baik saja. Setelah dewasa semuanya berubah, sedikit menyimpang dari segi gagasan atau pemikiran akan menjadi bahan cibiran, padahal alasan kita melakukan hal itu berdasar dan membuat bahagia.
Kita harus sadar bahwa hidup seperti apa yang orang lain harapkan dan inginkan pada diri kita itu tindakan konyol, bila kita meng-iyakan maka kemerdekaan diri tanpa disadari tergadaikan. Fase bahagia dalam kecamata orang dewasa berbeda dengan anak kecil, bila anak kecil menginginkan sesuatu tinggal menangis saja, pasti akan dimengerti oleh orang sekitar. Sebaliknya bagi orang dewasa tidak demikian, kita harus mandiri mendapatkannya. Dan dalam proses mendapatkannya itu tidak mudah, akan banyak pertentangan, perdebatan dan lain sebagainya.
Pada saat inilah pemikiran orang akan terbagi menjadi dua bagian. Pertama, mengikuti apa kata orang agar tetap bahagia meskipun itu pura-pura. Kedua, orang yang mempunyai prinsip bodo amat terhadap komentar orang lain terhadapnya, yang tetpenting kita bahagia dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Kita berada di nomor berapa? Orang yang berada di posisi pertama bila di keramaian selalu ceria haha-hihi, dalam hatinya hampa kesepian. Ini banyak kita temukan di sekitar lingkungan. Kalau orang yang kedua, suka bersikap konyol, berbeda dengan apa yang orang lain lakukan, tetapi dalam bersikap dan bertindak suka punya alasan yang berlandas. Dia bisa bahagia menjadi versinya sendiri, bukan versi orang lain.
2. Menjadi diri sendiri
Dengan berani berbeda kita akan menjadi diri sendiri, tidak palsu. Kita akan berani mengatakan apa yang disuka apa yang tidak disuka. Orang yang seperti ini akan nyaman dalam melakukan sesuatu tanpa memikirkan apa kata orang lain terhadap apa yang dilakukan. Justru kadang perbedaan itu merasa dirinya seperti spesial di tengah orang-orang yang kesepian tidak berani jujur mengungkapkan apa yang ingin disamapaikan. Hidupnya akan difokuskan memperbaiki diri, menyelesaikan target-targetnya, bukan sibuk komentari orang lain. Karena dia sadar kalau bukan dirinya yang berusaha mengubah nasib, siapa lagi?
Jangan memposisikan orang lain sebagai juri, sedangkan kita sebagai peserta. Karena tidak setiap hal dalam hidup kita sesuai dengan apa yang orang lain nilai.
3. Dihargai dan Disegani
Karena keberaniannya dalam mengungkapkan apa yang dia suka atau tidak, orang seperti ini cenderung dihargai oleh orang-orang sekitar. Kenapa? Karena dia berani berbeda menjadi dirinya sendiri, bukan palsu menjadi orang lain. Dan bukan itu, dia akan disegani oleh orang-orang karena kemandiriannya dalam melakukan sesuatu, tanpa bergantung kepada sesuatu, cukup kepada Tuhan.
4. Bisa Memimpin Diri
Tentu dengan kita berani menjadi berbeda dengan orang lain, secara langsung bisa memimpin dirinya ke arah yang mana. Karena dia sudah bisa hidup bahagia versinya, memahami siapa dirinya dan mengetahui tujuannya mau ke mana, dia akan fokus mengejar hal itu dengan cara memimpin diri.
Itulah beberapa hal yang akan kita dapatkan bila berani berbeda dengan orang lain. Tentu kedua-duanya mempunyai resikonya masing-masing. Bila berani berbeda akan banyak yang menentang, sebaliknya bila mengikuti apa kata orang kita sejatinya tidak akan pernah menjadi diri sendiri, efeknya di hari tua nanti mengalami penyesalan yang mendalam. Tinggal kita bijak-bijak memilihnya mau yang mana.
0 Komentar