Membaca Transformasi Eksistensi PII Banten Ke Depan

Bersama Bang Kohar ketum PB PII
“Berdasarkan analisis saya akhir-akhir ini, akan ada masanya PII Banten Krisis kepemimpinan.” Ucap Te Syafa di Sekret PW, tiga tahun lalu.

“Mengapa teteh berpikiran seperti itu, bukankah proses kaderisasi terus berlanjut?” Tanya gue dengan kritis, meragukan pemikirannya.

“Yeah, kalo tolak ukurnya dari aspek kaderisasi tentu akan berlanjut. Tetapi karena saya dari jurusan Bimbingan Pskilogi, saya memandangnya dari aspek Psikologisnya.”

“Kenapa dengan Psikologisnya Teh, sehingga sampai mempunyai pemikiran krisis kepemimpinan?”

Kemudian Ia menjelaskan dengan detail maksud dari pemikirannya. Awalnya gue masih ngang-ngong, dan kini setelah tiga tahun merenungkan, sedikit demi sedikit tabir itu mulai terbuka.

Arah dan gerak kepengurusan organisasi PII tingkat Wilayah, sebenarnya berdasarkan konstitusinya memiliki kebijakan tersendiri di teritorial masing-masing. PII Banten tentunya sudah mempunyai kebijakan itu, tetapi memang dalam proses realisasinnya terhambat oleh beberapa hal. Pertama, Sumber daya manusia yang masih belum maksimal. Kedua, transformasi ide-ide tersebut yang belum tersampaikan dengan maksimal serta kesadaran untuk membangun organisasi sesuai konstitusi yang ada, belum begitu membudaya.

Setiap estapet kepemimpinan dari setiap periode memiliki strategi sendiri untuk membangun organisasi. Permasalahan yang belum terselesaikan dari dulu sampai sekarang adalah, kaderisasi. Hasil obrolan gue dengan Te Syafa, setelah disimpulkan arahnya tetap ke kaderisasi. Mengapa? Karena kaderisasi merupakan jantungnya organisasi, yang harus terus berjalan sesuai dengan massanya.

Berdasarkan hasil analisis gue ketika menjadi Kabid PPO, permasalahannya bukan hanya kaderisasi. Melainkan administrasi dan kelembagaan yang masih awam diketahui oleh setiap kader, bahkan pengurus. Kadang gue berpikir, masa hal ini terus berlanjut? Nggak boleh dong, minimal harus gue mulai dulu dari diri sendiri sebelum kepada orang lain. Palingan sambilan aja membina eselon bawah untuk menerapkan dari mulai terkecil.

Salah satu hal yang sedang gue fokuskan, dari yang terkecil adalah laporan pelaksanaan tugas atau mandate yang telah diberikan oleh pihak yang menugaskan atau memandatkan. Hal ini sepele sekali, tetapi gue berpikiran ini sangat penting agar adanya proses keberlanjutan dalam menyelesaikan tugas atau mandate itu. Bukan satu gebrakan aja. Terbukti, ketika kemarin gue lakukan ada proses tindaklanjut yang tersusun dengan rapih, sehingga langsung tepat sasaran terhadap kebutuhan mereka.

“Pergerakan kita terlalu semi sebenarnya akhir-akhir ini, tidak benar-benar focus kepada salahsatunya. Sehingga, hasilnya tetap seperti ini.” Kata teman gue yang sama-sama kader PII, mengungkapkan keresahannya.

Apa yang disampaikan gue sepakat, bahwa kita terlalu setengah-setengah dalam melaksanakan apa yang telah direncanakan. Sekalinya ada pergerakan, tidak ada perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan organisasi yang lain. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang menurut gue perlu diperbaiki dari hal yang terkecil dulu. Perlahan aja, yang penting pasti, dari pada sekaligus tapi satu gebrakan doang.
Pembukaan LAT&PID Banten tahun 2024
Membaca arah pergerakan PII Banten ke depan, sebelum gue menyimpulkan secara keseluruhan tentu dong melakukan riset mini dulu, ya kali tanpa riset langsung menyimpulkan secara gambling, masih dipertanyakan itu. Permasalahan dari dulu sampai sekarang adalah kaderisasi, yeah posisinya sangat sentral memang. Berhubung di PII ada panduan khusus tentang kaderisasi, ya gue baca kembali agar semakin memahaminya, lalu setelah itu disandngkan dengan realitas yang sedang terjadi. Dari situlah gue mendapat ilham, berikut gue paparkan:

1. Banyak yang mengatakan bahwa permasalahan PII Banten adalah di kaderisasi, yeah tidak salah juga. Cuman yang gue kritisi adalah, kaderisasi yang mana? Karena setelah gue riset di buku panduannya, pembahasan dan poin-poinnya ada banyak. Yeah, sekitar sepuluh poin. Kalo hanya fokus ke kaderisasi saja, tanpa menjelaskan setiap poin-poinnya secara specific, berarti masih subjektif itu dan harus bisa mempertanggung jawabkan.

Ibaratnya tuh, Pesawat sedang terombang-ambing, bukannya pihak-pihak berkepentingan membantu Pilot untuk keluar dari situasi itu, ini malah mengeluh, ‘gara-gara system ini’ lalu tanpa mengulas buku panduannya, ini membantu sesuai feeling, ya nggak apa-apa sih, tapi alangkah baiknya bukankah berdasar panduannya biar tidak beresiko besar? Begitulah.

Makannya setelah gue kepikiran akan hal ini, jujur dah gue banyak bilang, ooooh gitu yah! Hmmm, ternyata begini yah! Kocak emang, tapi beneran cuy. Bahkan sempat ketawa juga, karena gue pernah berada di posisi itu, merasa sok permasalahannya ada di kaderisasi, padahal ketika ditanya lebih specific-nya kebingungan banget.

Padahal seperti yang sering gue sampaikan bahwa, semuanya sudah tertulis dengan sistematis dari hal terkecil, cuman kitanya aja yang malas memahaminya lebih mendalam. Jadi, bagaimana PII Banten mau berkebang, kalo soal arti kaderisasinya saja sudah salah berpikir? Begitulah.

2. Lemahnya pemahaman soal konstitusi yang ada, menjadikan aktifitas organisasi menyimpang dan tidak sebangun dengan aturan mainnya. Padahal sebagaimana kita ketahui, hadirnya konstitusi itu untuk memperkokoh bangunan organisasi, sehingga pada prakteknya terarah sesuai prosedur yang telah ditetapkan Bersama, bukan bergerak sesuai kepentingan pribadi.

3. Peran organisasi di Masyarakat masih dirasakan minim. Gue berani bertaruh, di Banten sendiri PII dampaknya masih kurang. Makannya kadang gue kepikiran, kok gini bat dah, sepengetahuan gue harusnya nggak begini dah. Ketika iseng, kadang gue bertanya secara random kepada orang-orang, apakah tahu PII? Rata-rata menjawab, nggak tahu.

Bahkan, dulu gue pernah tersesat nggak tahu masuk pintu gang Sekret PW PII Banten, gue tanya ke orang-orang sekitar sana, kocak bat dah pada nggak tahu cuy. Bersyukurnya sih, setelah cemas bertanya, ada bapak-bapak tua memberitahu gue, bayangkan! Itu Bapak-bapak boy, bukankah pelajar! Padahal sudah jelas ladang garap PII itu sendiri adalah Pelajar, nah kalo para pelajar yang sekitaran secret aja nggak tahu PII, boleh dong secara hipotesis disimpulkan bahwa kehadiran PII di Banten masih minim.

4. Penyimpangan akidah, merupakan tindakan yang tidak terpuji. Di mana, kita sangat men-Tuhankah hal-hal yang sifatnya sementara secara berlebihan. Salah satunya yang gue pikirkan adalah, mengapa harus menjadi ketua? Yeah, kita tahu posisi ketua itu cukup strategis dan lumayan dapat privillage juga, tapi masa hanya karena itu ingin jadi ketua, percuma aja gitu kalo gagasannya kosong dan terlalu mementingkan kepentingan pribadi.

Maksud gue begini, kalo niat elo jadi ketua hanya ingin gaya-gayaan doang, plus-plus lainnya, seolah-olah itu jalan terbaik berarti akidahnya perlu dipertanyakan dong. Dan bahkan, itu sangat menyimpang sekali dengan poin-poin yang ada di titik fokus panduan kaderisasi PII sendiri.

5. Sikap individualistic yang membudaya. Sebenarnya boleh dong kita realistis, mendapatkan apa yang kita inginkan selama berproses di organisasi tersebut. Tetapi yang perlu diingat adalah, caranya jangan menyimpang dari
konstitusi yang ada, ini kocaknya malah kebalikannya. Mana berlebihan banget lagi.

Tentu gue menyadari, belum sebersih itu, toh Namanya juga manusia biasa, bukan Nabi Boy! Tapi berusahalah untuk tidak melakukannya dari hal yang terkecil, karena kebiasaan itu butuh proses, bukan oke gas, oke gas, lalu malas melakukannya lagi.

6. Rendahnya baca tulis, membuat tradisi ilmiah menjadi buruk dan rendah bagi prestasi ilmiah masyarakat atau organisasi tersebut. Dampaknya mempersempit pemahaman terhadap pengetahuan itu dengan kritis, objektif dan sistematis.

7. Rendahnya kapasitas dan kompetensi pada pemimpin menyebabkan para bawahan tidak memiliki kepercayaan, kesetiaan dan keinginan untuk meneladani pemimpin sebagaimana mestinya. Seperti yang Te Syafa bilang, akan ada krisis kepemimpinan di PII Banten, itu benar nyata. Hal ini, salah satunya dipicu oleh rendahnya kapasitas dan kompetensi. Kocaknya, kadang pemimpin hanya mementingkan diri sendiri, membuat beberapa rencana kegiatan, lantas menyuruh bawahannya untuk merealisasikan, kalo tidak ada yang bersedia, di handle semua olehnya, yeah begitulah kira-kira.

8. Pengelolaan organisasi dan sumber daya yang kurang profesional, menjadi kendala utama tersendatnya pelaksanaan program dan kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya. Sebenarnya pada bagian ini pemicunya bukan saja belum mampu mengelola waktu antara Belajar, Berorganisasi dan Bersantai-santai, melainkan juga penempatan posisi di kepengurusan yang tidak sesuai dengan kemampuannya.

9. Standing position PII, berdasarkan hasil analisis gue masuk ke dalam zona Pendidikan Nonformal. Maksud gue adalah, kita harus mengetahui standing position ini agar menyadari jati diri organisasi, perannya ada di mana. Pengertian dari Pendidikan Nonformal itu sendiri, menurut Undang-undang Sisdiknas Nomor 2003, pasal 26 poin pertama menyatakan bahwa, Pendidikan Nonformal sebagai Pengganti, Penambah serta Pelengkap dari Pendidikan Formal. Kalo kita sudah mengetahui hal ini, kan bisa tuh merancang strategi yang tepat sasaran, bukan hanya asal buat doang program kerja, tapi tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

10. Etika dan rasa kepemilikan organisasi masih rendah sehingga menyebabkan putus asa dan kurang gigih dalam menghadapi kendala melaksanakan program kegiatan. Etika dan rasa kepemilikan ini akan terus tumbuh berkembang, bila pembinan dari eselon di atasnya berlanjut. Seperti, monitoring melalui rangkaian kegiatan-kegiatan yang beraneka ragam.

11. Konsisten dalam membuat kegiatan, bukan satu gebrakan saja. Permasalahan yang gue perhatikan adalah, mengapa membuat kegiatan selalu ingin besar, waw! Tapi hanya satu gebrakan saja, tidak ada tuh yang Namanya output. Pas ditanya alasannya, itu sebagai bentuk eksistensi PII dikenal oleh orang-orang. Lah kocak, kuno banget tuh pikiran! Nggak masalah kok melakukan hal itu, tetapi perlu diingat, itu merupakan strategi yang kuno.

Coba dah tanya orang secara random, tahu nggak PII dan kegiatannya apa? Sudah dipastikan jawabannya balik bertanya lagi, apa itu PII? Emang ada yah? Yeah, meskipun gue belum mendapat data yang konkrit, tapi sok aja coba.

Dalam hal ini dapat kita simpulkan, berarti perlu adanya evaluasi terhadap strategi eksistensi. Bukan lewat seminar dan training saja, tapi menyesuaikan dengan realitas sekarang, tanpa bertentangan dengan konstitusi yang ada. Misalnya, satu minggu sekali membuat gelar baca buku atau dua minggu sekali menyelenggarakan acara training sesuai kebutuhan para kader dan pelajar umum lainnya. Kalo begini kan jelas, PII kembali kepada kodratnya, yaitu menjadi wadah untuk berlatih, pengantar sukses studi, pembentukan pribadi muslim serta alat perjuangan.

Yeah begitulah. Lantas apa hubungannya sebelas poin ini dengan transformasi eksistensi PII Banten ke depan? Pertama, itulah hasil dari analisis gue berdasar kepada buku panduan kaderisasi, yang kemudian disandingan dengan realitas terjadi.

Kedua, bila poin-poin di atas dapat terjawab dengan program atau kebijakan pengurus PII Banten baik dari mulai PW, PD, bahkan Komisariat, akan ada transformasi eksistensi PII yang terarah, terstruktur dan berlandas tanpa dipenuhi oleh kepentingan-kepentingan semu. Mengapa? Karena poin-poin kaderisasi, sudah tertanam dalam diri setiap Kader dan melahirkan kebudayaan yang tidak menyimpang dari garis-garis konstitusi.

Sebaliknya, bila ke sebelas poin itu tidak satu pun terjawab, minimal lima poin, ya realitasnya seperti sekarang. Tentu akan ada perubahan, karena memang usaha tidak menghianati hasil. Tetapi menuju proses perubahan seratus persen, membutuhkan waktu yang cukup Panjang.

Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan arahan dan bimbingan manakal menyimpang dari jalan-Nya, serta manakala terbuai dari kepentingan-kepentingan pribadi yang menyimpang dari konstitusi yang sudah disepakati. Amiien Ya Allah, Ya Rabbal Alamien.
--------------------

Kaderisasi, hadirnya sering dianggap biang keladi
Ketika ditanya soal solusi, bukannya menyelami setiap situasi, ini dijadikan ladang uji.
Logikanya, gimana mau tumbuh padi, kalo komponen-komponennya hanya seutas tali.
Padahal, para malaikat-malaikat sudah membuat kitab suci, dari rujukkan para Nabi.

Pandeglang, 07 Maret 2025

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement