Memaknai Hidup Dalam Kecamataku

Foto bareng cowok kelas B
"Kami perhatikan dari dulu kakak terlalu berambisi dalam mencapai sesuatu, tanpa memberi ruang untuk rehat." Kata Mala Adik kelas gue pada saat itu.

"Bekerja keras itu bagus kak. Tapi seimbangkanlah." Tambah Wika. Dua sejoli yang baru gue sadari ternyata mengamati.

"Apa yang kakak kejar sih? Sampai mau bekerja keras sejauh itu?"

"Nanti teman-teman mengetahui mengapa kakak sekeras ini sekarang." Hanya itu yang dapat gue sampaikan pada saat itu. 

Sekarang pada ke mana mereka? Entahlah. 

Hidup. Semua orang mempunyai makna hidupnya sendiri, dan dengan makna itu menjadi alasan dia tetap ingin hidup. Untuk mengukur seberapa dalamnya seseorang memaknai hidup, lihatlah seberapa bernilainya dia dalam menggunakan waktunya. 

Menurut Gus Baha, hidup itu apa? Hidup itu adalah perjalanan untuk hidup sehingga kita sadar bahwa semakin lama hidup kita tidak bergantung kepada selain-Nya. Bila kita sudah berada dalam fase ini menemukan kebahagian itu mudah. Bahagia yang mana, orang yang hanya bahagia setelah punya mobil dengan orang yang hanya minum kopi doang? Tergantung yah. 

Dalam kecamata Gus Baha hebatan orang yang bisa bahagia hanya dengan minum kopi dong. Kebanding berharap setelah punya mobil, motor, istri cantik dia akan bahagia. Lah, sebenarnya bahagia itu apa? Bahagia adalah perasaan yang menyenangkan. 

Setiap orang menjalani hidup tergantung dari maknanya masing-masing. Seperti halnya para ulama memaknainya untuk berjuang mencari ilmu dan dengan ilmu tersebut akan mendekatkan dirinya dengan-Nya, maka setiap hari dihabiskan dengam belajar dan belajar. 

Seperti halnya orang-orang yang sibuk kerja siang malam tanpa melaksanakan kewajibannya beribadah, menurut dia itulah hidup, kita nggak bisa menyalahkan, cuman mengingatkan saja. Pokoknya bermacam-macam dah.

Bareng Ibad dan Mirza
Dalam kecamata gue, hidup itu adalah perjuangan yang setiap harinya harus dilalui dengan lapang dada. Kita nggak tahu setelah ini akan terjadi apa, dan kita nggak tahu lusa nanti keadaan kita akan seperti apa. Itu di luar kuasa kita. Bila kita pikirkan lusa akan terjadi apa, akan menjadi cemas. 

Ada pepatah yang mengatakan, kemarin adalah masa lalu, sekarang adalah anugerah dan besok adalah misteri. Yeah, besok memang masih misteri kita hanya perlu siap siaga dengan apa yang akan terjadi bukan malah frustasi. 

Buat gue hidup itu perjuangan karena segala hal apa pun harus diperjuangkan. Gimana kalau misalnya sudah berjuang tapi tidak sesuai dengan kenyataan? Ya, itulah hidup. Karena begini, hidup itu lucu kita kadang dipaksa objektif dan subjektif. 

Perihal apa yang akan terjadi nanti entah itu rasa sedih, bahagia dan lain sebagainya itu masuk kepada kategori objektif. Itu sudah ditentukan oleh-Nya. Tetapi soal kepintaran, kecerdasan, kemauan dalam segala hal apa pun, itu baru subjektif. Harus dikejar dulu sampai tercapai, bila gagal, kembali kepada objektif. 

Objektif dan subjektif tanpa kita sadari berperan dalam hidup, kita harus pintar-pintar mengelolanya. Contohnya kita sudah berusaha mendapatkan si dia tapi gagal, ya udah kembalikan lagi kepada-Nya. Bila kita tidak berusaha, lalu si dia disenggol orang, ini baru salah besar. Kuncinya apa coba? Berusaha. 

Kita dilahirkan dengan muka pas-pasan, ekonomi keluarga pas-pasan, ya itu objektif kita tidak bisa memilih hal itu. Tapi kembali lagi kita harus bersikap subjektif, dengan cara berusaha menerima dan memperbaiki akan hal itu sesuai batas kemampuan. Lihatlah para ulama yang sudah bisa menempatkan antara objektif dan subjektif betapa santai menjalani hidup seolah-olah dunia kecil tidak ada apa-apanya. Tapi bagi kita yang sedang dalam proses ke sana? Tampak menakutkan. 

Apa pun yang terjadi, itulah yang harusnya terjadi. Kita tidak bisa memungkiri apalagi memvalidasi. Tapi hanya bisa berlapang hati dan memetik hikmahnya.

Berhentilah mengendalikan setiap hal yang tidak bisa kita kendalikan karena itu menyusahkan dan di luar kuasa. Terimalah apa yang terjadi di depan mata. Dan lakukan apa yang kita bisa, karena hidup itu bukan siapa yang paling bisa, melainkan siapa yang paling bermanfaat antar sesama tanpa berpura-pura bahagia.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement