Penelitian Dengan Segala Keterbatasan

Fkip Untirta 
"Bagaimana penelitian kemarin, berjalan dengan lancar?" Tanya si dia

"Alhamdulillah rungkad. Dari hampir 15 responden hanya satu orang yang mengisi kuesioner tahap kedua. Kalo kamu?"

"Aman dong. Bahkan 80 persen sedang dalam tahap eksperiment."

"Buset! Sat-setnya. Beda yah anak manajamen, semuanya ter-manage. Kamu memang cocok jadi ini..."

"Jadi apa?!"

"Satpam kampus haha."

"Astagfirullah... kamu juga cocok kok jadi ini..." Dia berpikir sejenak.

"Jadi apa?"

"Jadi Rektor haha. Yeah, minimal ketua RT Ciwaru haha."

"Astagfirullah."

Kami pun tertawa bersama.

"Tapi kadang aneh yah ketika melakukan penelitian." Keluhnya yang beruntungnya tidak lagi cemberut. Ya, gimana mau cemberut wong gue yang kena sebat dua kali.

"Anehnya?" 

"Sangat menguras waktu. Bayangin kita wawancara responden paling cepat lima belas menit, setelah itu nge-rekapitulasi dan menyusun tulisan yang membutuhkan waktu tiga jam, kadang lebih karena antara data dan kata harus selaras. Itu artinya satu orang saja menguras waktu hampir lima jam. Bayangin satu orang loh! Apalagi kalo 15 atau 20 responden."

Gue hanya tersenyum mendengarnya, konyol emang tapi ya begitulah.

Penelitian dan pengembangan kalimat ini tercantum dalam Tri Darma Perguruan Tinggi point kedua. Dalam pandangan gue point ini harus kita pelajari sebelum melangkah ke point selanjutnya, pengabdian kepada masyarakat. 

Banyak orang-orang yang memandang bahwa point kedua ini implementasinya hanya pas mengerjakan skripsi karena memang membutuhkan riset. Setelah selesai menggarap selesai, udah nggak ada lagi, padahal point ini berlaku kapan pun dan di mana pun, bahkan semenjak kita semester satu. 

Contoh kita diberi tugas membuat makalah, tentunya harus penelitian dulu dong kemudian dikembangkan sehingga berbentuk makalah, kan gitu. Yeah, begitulah kira-kira soal penelitian dan pengembangan.

Kemarin gue sudah melakukan penelitian kecil-kecilan yeah hampir tiga kali, dan semuanya tidak berjalan semestinya. Penelitian pertama gue lakukan ke teman sendiri, berjalan mulus sih cuman datanya di goagle from ke riset, anjay juga. Yeah, gue nyatakan gagal. Penelitian kedua gue memakai dua cara, yaitu wawancara langsung dan mengisi kuesioner. Hasilnya tidak berjalan maksimal, target gue minimal ada 15 responden, tapi yang masuk baru 10. Gagal lagi dah.

Padahal gue sudah japri, sebar ke grup kelas dan grup HMJ untuk meminta bantuan mengisi kuesionoer, hasilnya? Nihil. Tadinya gue kecewa tidak mendapat umpan balik, tapi setelah gue pikir-pikir ngapain harus kecewa, calm aja dah lebih baik gue kembali fokus menyusun rencana untuk penelitian selanjutnya.

Penelitian ketiga gue kembali lakukan yang ruang lingkupnya teman sekelas, karena kalau satu jurusan gue pikir belum saatnya toh yang kemarin juga nggak ada umpan balik. Pertama-tama gue menyebarkan grafik perkembangan diri responden, sayangnya mereka hanya sebatas penasaran aja bahkan dari beberapa yang lain bersikap bodo amat. Kedua, gue menyebarkan goagle from untuk mereka isi sebagai umpan balik bagi grafik perkembangan mereka, satu hari gue tunggu nggak ada kabar, di hari kedua ada satu responden yang mengisi. Whaat?! Satu orang co.

Apa sikap gue ketika melihat responden tidak ada umpan balik lagi yang bahkan hampir semuanya?

Anjay. Tadinya memang gue merasa nggak dihargai bat dah, tapi setelah dipikir-pikir kenapa gue berpikiran seperti itu, bukankah ini sebuah pembelajaran baru buat gue agar ke depan menyusun penelitiannya lebih matang lagi? Yeah benar, maka sikap gue santai aja dah. 

Selain itu, ada beberapa hambatannya diantaranya;

 1. Belum mengusai instrument penelitian

Instrument itu adalah alat seorang peneliti untuk mendapatkan data, biasanya instrument yang dipakai itu melalui kuesioner atau wawancara yah. Banyak sih jenisnya cuman yang pasaran ini doang. Dalam hal instrument penelitian gue bisa dibilang belum menemukan yang cocok, singkatnya sih belum menguasai banget. Contohnya wawancara, kadang gue bingung mau nanya apa lagi yah atau hal-hal lainnya. Maka dari itu gue sedang berusaha mempelajarinya lebih dalam lagi biar ketika berada di lapangan nggak bloon-bloon amat dan yang paling penting adalah, tepat sasaran. 

 2. Belum bisa manage waktu

Gue sepakat dengan apa yang disampaikan si dia (yang akhir-akhir ini sedang mode cerewet wkwk) bahwa penelitian ini menguras waktu banget, padahal bukan itu sih tapi juga menguras energi, pikiran, mental dan kasih sayang. Eh, typo wkwk. Antara mencari data dengan merekapitulasi data yang sudah didapat lebih lama merekapitulasi loh. Karena pertama gue menentukan dulu hasilnya dapat berapa persen, kedua menyusun tulisan untuk gue museumkan di blog yang kadang sadar tidak sadar menghabiskan waktu 4 jam atau bahkan 5 jam. Ketiga, gue membuat goagle from atau sejenisnya sebagai umpan balik perkembangan responden (kalo yang diteliti gerafik perkembangan diri) terakhir menyusun artikel atau bahkan jurnal, nah tahap ini yang belum gue datangi karena tiga tahap aja gue susah manage waktunya.

Maka dari itu gue mau fokus dulu ke tiga tahap sebelum ke tahap membuat artikel atau jurnal, sebenarnya bukan soal waktu aja sih tapi juga gue lagi mempelajari dulu baru setelah dirasa tepat nih, ya udah gas. 

 3. Tidak Ada Leptop

Sebenarnya gue sudah bodo amat soal ada leptop atau nggak ada leptop dalam belajar, toh lagian kenyataannya juga belum punya, biasalah masih sikit-sikit ngumpulin wkwk. Kadang gue mikir laptop itu penting juga yah pas penelitian. Pertama ketika wawancara responden. Idealnya kan ketika kita melakukan wawancara tangan gue sibuk memberikan penilaian di laptop atas apa yang disampaikan oleh responden, bukan di buku apalagi di hp. 

Elo bayangin gue menilainya di buku, nggak efektif banget karena itu pekerjaan dua kali, pas rekapitulasinya. Atau gue menilainya pakai hp, ini juga nggak efektif, membuat perbincangan kurang kondusif. Dan kalau misalnya nih gue memakai instrument kuesioner, input datanya di hp dengan di laptop perbedaannya kayak gimana gitu, yeah begitulah. Tapi bagaimana pun juga gue nggak mau nyerah, ada leptop atau pun nanti nggak ada penelitian harus tetap lanjut, ngapain gue bergantung sama leptop toh, kan bisa ke warnet wkwk. 

Gue mikirnya sih ya udah gitu, dengan segala keterbatasan apa pun penelitian harus tetap berlanjut, jangan sampai hanya karena kekurangan satu hal merusak semuanya, tidak kisana. Gue harus militan! Selalu beradaptasi dengan berbagai situasi dan selalu mempunyai banyak solusi. 

"Aku bawa leptop nih, kalo kamu mau nge-rekapitulasi bawa aja nih." Ucap si dia

"Nggaklah pakai aja, kan kamu belum beres." Jawab gue so mahal

"Calm aja itu mah kan aku bisa pinjam ke yang lain."

"Janganlah Dind, bahaya euy nanti takutnya tanganku merayap menghapus data penelitianmu wkwk."

"Astagfirullah."

"Lah, harusnya kamu bangga dong, sekaligus bersyukur."

"Bangga apanya wong dataku dihapus nanti." Protesnya dengan serius.

"Begini pujaanku, data penelitian biarlah kuhapus, tapi kamu aman kok selalu bersemayam di hatiku haha."

"Ihhh!! Astagfirullah gombal mulu."

Kami pun tertawa bersama, tumben emang  biasanya ribut mulu.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement