Kembali Kepada Tafsir Asasi PII

Mk: Bedah Kasus di LAT&PID Banten
"Berdasarkan fase-fase yang ada di tafsir asasi, Wilayah teman-teman berada di urutan ke berapa?" Tanya Instruktur

"Kita sudah berada di fase terakhir. Mencipta, membangun dan memelihara." Jawab Firdaus, selaku ketua lokal.

"Pertanyaan kedua, pusat masyarakat itu ada tiga yaitu; Masjid, Alun-alun dan Kantor Pemerintahan. Dari ketiganya coba analisis, kita lebih condong ke mana?"

"Pusat pemerintahan, alasannya karena dua tempat tadi akan mengikuti bila sektor ini sering kita kunjungi."  Jawab yang lain.

"Inilah kesalahan berpikir kita. Terakhir, dari point panca daya, apakah kita lebih condong kepada daya cipta, daya sosial, atau daya politika?"

Gue hanya diam menyelami lebih dalam setiap pertanyaan dari Instruktur.

Pada saat mengikuti Leadership Advance Training (LAT) materinya jauh berbeda dengan di Intermedite dan Basic. Pikiran kita benar-benar dikuras agar terkonsep menjadi satu antara emosi dan logika.

Ketika membedah sejarah PII dari masa ke masa, gue dan ketum Daus banyak menggeleng-geleng kepala. Pertama, kami baru mengetahui. Kedua, cara berorganisasi kami dulu banyak salahnya sehingga ya, asal gerak aja. Yang penting adalah kewajiban sudah gugur dan nama organisasi besar. Yeah, begitulah. Ternyata di PII tidak seperti itu, ada aturan-aturan khusus yang harus diikuti setiap prosedurnya.
Saat persiapan materi di malam hari
Setelah pulang dari Leadership Advance Training itulah, gue membaca buku panduan dalam membuat training dengan detail, apa yang gue dapat? Miris, karena pengelolaan training di setiap musim ada beberapa yang terlewati. Hal ini terjadi ternyata disebabkan oleh keadaan yang tidak mendukung. Yeah, bicara soal keadaan, rasanya untuk ideal tidak seharusnya gue gaung-gaungkan, pelan-pelan saja bekerja sama memperbaikinya. Bukankah itu tepat? Dari pada koar-koar menuntut ideal, tapi kontibusinya minim.

Kembali lagi kepada poin yang di atas, dengan tajuk kembali kepada tafsir asasi PII, maksudnya apa sih? Jadi begini, ketika gue mengisi materi tentang kelembagaan ada pertanyaan-pertanyaan yang membuat gue berpikir perlu dikaji ulang nih, agar pemahaman gue matang terhadap hal itu. Diantara pertanyaannya sebagai berikut:

“Kak, saya ingin bertanya pendapat kakak, apakah Falsafah Gerakan bisa diubah poin-poinnya, karena menurut kajian kemarin pas LMD kami mendapat informasi bahwa Falsafah Gerakan ini sudah tidak relevan?”

“Kak, kenapa dalam membuat surat di PII aturannya harus memakai Times New Roman?”

“Kak, mengapa sih PII menyelenggarakan triningnya selama enam bulan sekali? Kenapa nggak setahun sekali dan enam bulan pasca training focus ke follow up kader?”

“Kak, kita harus memulai dari mana dulu agar pergerakan kita sesuai dengan konstitusi yang ada?”

Mendapat pertanyaan-pertanyaan seperti itu gue hanya bisa menjawab sesuai kemampuan sendiri. Seperti halnya pertanyaan pertama terkait pendapat gue tentang adanya perubahan di falsafah gerakan, ya kalau forum nasional sepakat untuk beberapa poin diubah, ya boleh-boleh aja, selama poin penggantinya setara dengan yang dihapus itu. Berdasarkan hasil yang telah gue baca, tidak ada masalah dari poin-poin yang ada di Falsafah Gerakan itu. Maka dari itu, gue balik bertanya bila ingin diubah sudah berapa kali membaca Falsafah itu? Oke katakanlah baru tiga kali, tetapi dibedah nggak? Mereka hanya menjawab, iya juga ya kak.
Penyampaian materi dari Inmat
Yeah, gue kadang suka aneh kepada orang-orang yang terlalu cepat menyimpulkan tanpa mau sedikit meluangkan waktu untuk memahami dengan teliti di setiap sisinya. Salah satu contohnya Falsafah Gerakan ini. Tentu gue menyadari bahwa gue sendiri juga dalam kasus ini secara sadar atau pun tidak, sering melakukannya, maka dari itu berpikir dengan matang sebelum memutuskan itu lebih baik dari pada cepat-cepat memutuskan tanpa alasan yang logis dan berlandas.

Poin pertanyaan yang membuat gue nostalgia adalah, kita harus dimulai dari mana kak? Jawaban yang gue berikan tak lain adalah kita harus kembali kepada tafsir asasi. Mengapa? Karena di situlah sudah dijelaskan dengan gamblang bagaimana awal mula PII Berjaya sampai sekarang. Pada bagian muqodimah, Anton Timur Djaelani menyampaikan bahwa ada dua unsur kekuatan yang menjadi motor pertumbuhan dan perkembangan usaha Pelajar Islam Indonesia, yaitu: Semangat Bersatu dan Kemauan Untuk Berbakti. Kedua hal inilah, yang menjadikan kaderisasi terus berlanjut meskipun dari segi realitas tidak begitu memungkinkan.

Untuk semangat bersatu, menurut kecamata gue di periode PB PII periode 2021-2023 poin ini sangat digaung-gaungkan dengan jargon, Bergerak Berjamaah. Kemudian, dilanjut di periode 2023-2025 yaitu, Kolaborasi Menggagas Perubahan. Tetapi poin yang satunya, kemauan untuk berbakti sejauh ini belum digaung-gaungkan, sehingga hasilnya seperti ini, banyak reshuffle hehe, meskipun tentunya memiliki alasan lain.

Pusat masyarakat itu ada tiga, yaitu pemerintah, masjid dan alun-alun. Apakah PII sekarang menguasai ketiganya? Tidak, hanya satu saja, tak lain adalah pemerintah. Alasannya cukup logis sih, biar keduanya pusat mudah dicapai, karena kuncinya ya, di pemerintah. Inilah yang menurut kecamata gue ada kesalahan berpikir, dari kader PII Banten. Seharusnya kembali kepada tafsir asasi yang mengedepankan pusat masyarakat, Masjid dan Alun-alun dulu sebelum ke Pemerintah. Bolehlah kita coba-coba, toh dari pada kita  terus memakai metode lama, hasilnya tetap seperti ini.

Kemudian, bila diukur dari setiap fase, kita bukan lagi berada di fase pertama melainkan di fase terakhir, yaitu: Mencipta, Membangun dan Memelihara. Artinya menciptakan hal-hal baru, membangun hal-hal baru, serta tetap memelihara hal-hal lama yang masih relevan dengan keadaan sekarang. Jujur pada bagian ini gue refleksi diri, sudah menciptakan apa gue di PII? Sudah membangun apa gue di PII? Dan sudah sejauh mana gue memelihara kaderisasi yang ada? Singkatnya sih, kemauan untuk berbaktinya masih belum maksimal. Soal ini sih, gue sedang belajar melakukannya sesuai dengan batas kemampuan sendiri. Semoga Tuhan senantiasa memberikan arahan dan bimbingannya, manakala menyimpang dari jalan-Nya.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement