Momen saat materi terakhir
“Tempe bisa dimasak dengan berbagai varian. Dan Tepung itu terbagi menjadi enam jenis, salah satunya Terigu, terus apa lagi coba?” Tanya Royyan, membuka obrolan random setelah kami Puji Masakkannya.
“Tepung Tapioka.” Jawab Uwot
“Tepung Roti.” Jawab Tasya, lalu disusul oleh yang lain.
“Kita mau mulai lagi materi, atau ngobrol random ini teman-teman?” Tanya gue iseng.
“Saran dari saya, karena ini sudah jam dua belas lewat, kita ngobrol dulu aja Kang, biar saya jadi Moderator.” Jawab Royyan, yang di-iyakan oleh yang lain.
Obrolan malam, yang dimulai dari Tempe dan Tepung berlanjut random kepada Keadilan Tuhan, Kekuasaan Tuhan, dan bahkan pernikahan, meskipun begitu ada kepuasan tersendiri karena kami sama-sama saling berbagi pengetahuan.
Kemarin, Kabid PPO Pengurus Wilayah PII Banten kembali woro-woro di grup Kepengurusan, siapa yang bersedia Turun Bawah (Turba) Mengawal Training Centre Lanjutan Pengurus Daerah PII Pandeglang. Gue belum meng-iyakan, karena perjalanan Ke Cilegon kemarin telah berhasil membuat tubuh gue meriang. Sempat iseng gue berpikir, kalo ada yang lain kenapa harus saya? Dan kalo yang lain tidak bisa, apalagi saya? Hehe.
Ini Siapa yang mau Turba guys? Saya nggak bisa ada pekerjaan. Isi woro-woro kedua.
Lama tak ada yang membalas, dan setelah lama gue pertimbangkan, gue pun meng-iyakan karena sadar bahwa materi di Training Centre sebelumnya harus gue maksimalkan. Langkah pertama yang gue lakukan adalah membuat Kuesioner, buat apa? Begini, gue berpikir model training kali ini gue akan menggunakan ADDIE (Analisis, Desain, Development, Implementation dan Evalution). Kuesioner tadi adalah bagian dari Analisis. Sebenarnya gue sudah mendapatkan data ini Sembilan puluh persen, berdasarkan hasil analisis Training Centre sebelumnya, cuman untuk memastikan analisis itu objektif, gue buat kuesioner-nya.
Feeling gue mewanti-wanti untuk berekspetasi rendah saat mengirim kuesioner itu, biar nggak kaget melihat kenyataan. Ternyata benar, hasil akhirnya yang mengisi hanya dua orang cuy! Dalam prinsip Training dan Prinsip Andragogi ini kesalahan besar kalo gue memulainya, berhubung gue punya solusi untuk antisipasi, jadi calm dulu nggak sih wkwk.
Malamnya, tubuh gue masih sedikit meriang, gue bertanya kepada diri sendiri, Bang gimana mau lanjutkah? Eh, diri gue jawab, cari solusi dulu yah. Gue chat Bu kabid memberitahu kondisi gue, dan Sekertaris Umum untuk ikut membersamai gue. PII MEMANGGIL, BUNG! Kata gue kepada Sekum, yang dibalas dengan emot ketawa sambil berkata, Siaap turun Gunung!
Materi yang akan gue bahas ada dua, yaitu Citra Diri dan Etika Organisasi. Tetapi tiba-tiba Bu Kabid memberi satu materi lagi, tentang Konstitusi. Oke, gue iyakan. Maka dari itu, gue mulai persiapan, pertama kembali menggali Konsep Pendidikan Andragogi, kocak emang dalam mata kuliahnya sudah lulus, tapi pas implementasi bingung. Prinsip Pendidikan Andragogi yang gue tekankan kali ini adalah, Kebutuhan dan Praktik Nyata, untuk materi cukup pemaparan saja.
Dua hari sebelumnya gue sudah selesai membaca buku Find Your Why buku kedua dari Start Whit Why karya dari Simon Sinek. Gue kaitkan dengan materi Citra Diri, bila diadopsi bagaimana konsepnya agar selaras dengan Pendidikan Andragogi. Media belajar kali ini, bukan roda putar. Tapi gue mencoba berinovasi, yaitu Media Belajar Tarik Ulur. Filosofinya apa? Gue berpikiran begini, dalam skala Internasional perseteruan antara Iran dan Negara titik-titik (Sengaja gue nggak sebut, biar nggak kena Banned wkwk) adalah Tarik ulur. Dalam skala Nasional, soal Ijazah dan Pemakzulan Wakil Presiden itu Tarik Ulur, dan Skala diri juga Tarik ulur karena kita sedang proses. Berangkat dari situlah gue mendapat ide untuk membuat Roda Putar Tarik Ulur.
Jadwal Pagi diisi oleh Sekum, setelah Jum’atan baru gue merapat. Sengaja gue datang telat, pertama biar Sekum leluasa mengisi materi, kedua media belajar yang gue buat belum selesai. Untuk itulah gue berusaha memaksimalkannya. Diperjalanan, gue sempat tersesat, salah Gang masuk, beruntungnya Farhan yang menjemput gue pada saat itu cepat tanggap.
Awalnya gue mengira pas datang ke sana, materi dari Sekum sudah selesai, jadi gue tinggal melanjutkan. Ternyata belum, its okay gue menunggu sambil mengikuti pembelajaran. Singkat cerita, materinya selesai setengah lima, gue tidak langsung memulai karena memberikan waktu kepada mereka untuk istirahat dulu dan Shalat Ashar. Dengan cepat, gue membaca situasi kalo memakai metode Informatif pasti bakalan mengantuk, karena Materi sebelumnya dimulai dari Pukul Sepuluh sampai Sore.
Pertama, yang gue pikirkan pada saat itu menggunakan metode experiential learning atau biasa disebut pembelajaran berbasis pengalaman. Di mana konsepnya outbound di luar ruangan bermain dinamika kelompok. Tetapi bila gue menggunakan metode ini, waktunya mepet ke Magrib ditambah gue belum menguasai banget games-nya, yeah cuman gambarannya saja. Kedua, Metode Diskusi untuk membuat kesepakatan jadwal Pembelajaran.
Pada akhirnya gue memilih yang kedua. Pembelajaran dimulai jam lima lewat, pertama-tama gue mengajak mereka untuk membuat kesepakatan perihal waktu mau selesai jam berapa. Selanjutnya memulai Pembelajaran tentang MENGAPA. Maksudnya gimana tuh? Gue mengadopsi apa yang telah disampaikan oleh Simon Sinek dalam bukunya Start Whit Why dan Find Your Why. Di mana, untuk memulai melakukan sesuatu baik organisasi atau bahkan diri kita, harus mengetahui dulu MENGAPA diri kita melakukannya.
Konsep MENGAPA ini menurut Simon Sinek disebut Lingkaran Emas. Dimulai dari Mengapa, Bagaimana dan Apa. Untuk menemukan MENGAPA, gue memulai dengan membagi mereka menjadi dua kelompok, kemudian meminta mereka menceritakan pengalamannya selama ber-PII. Apa yang mereka ceritakan nanti akan dikumpulkan menjadi satu, mengikuti rumus Untuk dan Supaya. Contohnya, cerita mereka rata-rata tentang pengalaman dan relasi, maka hasilnya UNTUK menjadi wadah membentuk pengalaman, SUPAYA mempunyai arah dan bekal bagi kehidupan yang akan datang. Itulah MENGAPA mereka aktif berkepengurusan, bukan hanya sebatas punya tanggung jawab.
Waktu menunjukkan Magrib, kami untuk para lelaki OTW ke Masjid. Ada peristiwa yang tak patut ditiru. Jadi begini, ketika sebelum memulai Shalat, gue dan Yogi teringat zaman pengurusan kami yang kalau shalat berjamaah selalu berujung sendiri-sendiri. Dirakaat kedua, Sekumpulan bapak-bapak bershalawat keras-keras membuat yang mempunyai iman setipis tisu pasti tertawa, gue yang tergoda oleh hal itu seketika keluar barisan, dan ternyata yang lain juga tertawa. Astagfirullah, emang nggak kuat kalau sudah tergoda. Di luar, gue mendengar Bapak-bapak bercakap-cakap.
“Kenapa mereka shalat-nya tertawa ya.” Kata Bapak-bapak di luar.
“Nggak tahu, biarlah mereka sudah pada dewasa hehe.” Jawab si Bapak-Bapak sambil melanjutkan pergi.
Setelah selesai Shalat, gue meminta mereka untuk menunjuk siapa orang yang cocok dijadikan ketua pelaksana memasak? Mereka menunjuk Tasya. Oke, gue bilang kepada mereka materi kali ini memasak, dan silahkan ketua pelaksana mengakomodinir dengan membagi tugas masing-masing. Mereka tampak Bahagia mendapat materi itu, semua pengurus berpartisipasi aktif memberikan idenya harus memasak apa, deadline-nya kapan, dan bahkan yang membuat gue terkejut, ketua pelaksana sudah mengatur menu makan Pagi, buset! Visioner banget. Gue masuk tim masak mereka, agar tidak ada istilah Senior-Junior, karena memang di PII kita tidak diajarkan seperti itu.
Selama materi masak, kami tertawa dengan lelucon yang diutarakan, tanpa melewati batas. Kami menikmati momen kebersamaan itu, tanpa paksaan sehingga membuat tali kekeluargaan makin terjalin. Materi selanjutnya sampai jam dua belas gue menggunakan metode debat, membagi mereka menjadi tiga kelompok. Yaitu, pihak kontra, pro dan netral. Sedangkan gue sendiri belajar menjadi Juri yang memantau perdebatan. Ada tiga mosi yang telah gue persiapkan, tetapi gue memilih satu tentang “PII mau ke mana, dan apakah masih relevan?” Alasan gue memilihnya ini masih ada kaitannya dengan MENGAPA mereka.
Model Debat yang gue gunakan Semi Formal. Pertimbangannya, pertama karena dadakan dan yang kedua ini hanya sebatas latihan, malahan baru memulai. Cukup sengit perdebatannya, cuman yang gue sayangkan adalah Pihak Kontra yang sudah dipastikan menang tibatiba di kesimpulan lebih memilih netral, bukan tetap berdiri di posisi Kontra. Untuk itu ketika sesi penilaian, gue menyampaikan masukkan atas apa yang mereka lakukan dan pihak pro. Gue tidak melihat hasil mereka, tetapi proses yang mereka lakukan itu sudah dijalur yang baik, tinggal konsisten melakukannya. Karena dalam hidup standing position kita harus jelas, ada di mana? Pro, Kontra atau Netral? Bukan asal memilih saja.
Sesi debat selesai, gue melihat situasi sudah tak kondusif. Tadinya mau melanjutkan dengan Media Belajar Tarik ulur, tapi… tiba-tiba Tasya selaku ketua pelaksana masak, memberikan saran.
“Kak, alangkah baiknya kita istirahat dulu sebentar, untuk masak pengganjal perut. Nanti setelah itu kita lanjut lagi.”
“Iya benar, Kak.” Ucap yang lain.
Mendengar masukkan dari teman-teman pengurus, gue berpikir cepat agar menghindari Chaos dan waktu terbuang sia-sia. Antisipasi aja, takutnya setelah rehat makin nggak kondusif.
“Oke kalau kesepakatannya seperti itu. Begini saja, silahkan teman-teman membagi tugas. Pertama, untuk memasak. Kedua, karena besok teman-teman akan mengawal Peserta Pasca Batra, maka saya tugaskan membuat roda putar untuk memeriahkan acara mereka.”
“Roda putar yang kayak kemarin kan kak?”
“Iyah, teman-teman tinggal membuat isi pertanyaannya aja. Karena kan di bagian soal, kesempatan, motivasi dan pengetahuan berbeda. Tergambar kan tugasnya seperti apa?”
“Siaap kak, paham.”
Mereka pun terbagi menjadi dua kelompok. Sebagian ada yang pergi ke bawah untuk memasak, sebagiannya lagi berkumpul. Gue memilih ke luar membawa secangkir kopi untuk melihat Bulan, sykur-syukur terbayang senyumnya wkwk. Singkat cerita, berkumpullah kami, memulai diskusi random sampai akhirnya pembahasannya dalam banget seperti yang gue jelaskan di awal.
“Kak, saya ma uke bawah. Mau sekalian dibuatkan kopi nggak?” Tanya Uwot, melihat kopi gue mulai habis.
“Hm… boleh, pahit aja yah. Jangan manis-manis.” Jawab gue santai.
“Calm aja kak, pahit nggak apa-apa, kan aku manis.”
“Yeah, bisa aja.” Sorak yang lain, membuat kami pun tertawa Bersama.
Pukul Dua Dini Hari, Rei memberikan bilang kepada kami semua bahwa ini sudah larut malam, suara kami juga terdengar keras, ditambah posisinya di luar. Jadi alangkah baiknya kalau mau dilanjut, pindah posisi. Diperingati semua itu, kami baru ‘ngeh’ tanpa dikasih aba-aba barisan pun bubar. Eh, pas di dalam ruangan Royyan kembali mengajak untuk Ngobrol Random, mana tentang pernikahan lagi hehe.
Untuk materi Citra Diri yang dimulai Sore ternyata selesainya di Pagi hari, berarti totalnya berapa jam tuh? Segitu aja yah. Gue memang tidak menekankan teori, karena menekankan aksi, karena kalau hanya teori mungkin satu atau dua jam sudah kelar. Makannya setelah selesai materi selanjutnya, yaitu Etika Organisasi dan Konstitusi gue menyinggung pesan dari Tokoh PII.
“Anton Timur Djaelani dalam Tafsir Asasi menyampaikan bahwa, ada dua unsur PII berkembang. Yaitu, Semangat Bersatu dan Kemauan Untuk Berbakti. Keduanya sudah seharusnya menjadi indicator dalam kesuksesan Training Centre. Teman-teman merasa ada perbedaan nggak sih, di pengelolaan Training ini?” Tanya gue sebelum menutup pertemuan.
“Ada Kak, metodenya yang berbeda. Seperti debat dan memasak.” Jawab salah satu dari Pengurus.
“Begitulah yang sudah seharusnya dilakukan, Pembelajarannya dilakukan berbasis praktik dan masalah. Berdasarkan dua unsur tadi. Karena bila hanya sekedar materi yang monoton, belum tentu menggores sisi emosional teman-teman.”
Penting sekali memang dua unsur tadi kita jadikan sebagai tolak ukur dalam kesuksesan atau bahkan kemunduran PII. Seperti misalnya, kenapa eksistensi PII sekarang kurang berdampak, dibandingkan dengan organisasi yang lain? Bahkan alih-alih focus menciptakan karya baru secara kolektif, ini hanya bangga akan kejayaan dulu. Itulah, efek dari kedua unsurnya tidak terpenuhi, hanya sebatas formalitas. Oleh karena itu, gue mengajak kepada teman-teman Pengurus untuk tetap konsisten membangun PII dari mulai terkecil, bukan besar tapi hanya satu gebrakan dan berdasarkan kepentingan semu.
0 Komentar