Hari Ke Tiga puluh Tujuh Ngampus

Mata Kuliah agama seperti biasa online karena di hari selasa tidak ada ruang kelas kosong. Presentasi kali ini membahas soal jihad intelektual, isu yang menarik. Sebagaimana kita ketahui jihad yang sering kita dengar itu perang melawan musuh di medan perang, semua orang pastinya mendefinisikan seperti itu, termasuk gue sendiri.

Intelektual itu sederhananya adalah kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang berupa akademi, non akademik, pengetahuan, tindakan, dan lain sebagainya. Bila disatukan jihad intelektual itu perjuangan pemikiran dari hal-hal yang menyimpang dengan cara kecerdasan menyelesaikan masalah itu.

Ayat pembuka dari presentasi adalah Surah At-taubah ayat 122 yang memperingtkan kaum muslimin pada waktu perang tidak semuanya harus terjun, tetapi harus ada sebagian yang menuntut ilmu untuk memberi peringatan setelah mereka pulang berperang.

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.
(QS. At-Taubah 9: Ayat 122)

* Via Al-Qur'an Indonesia https://quran-id.com

Yang membuat gue geram adalah tidak ada sesi-tanya jawab, buset dah. Gue komen dong, kenapa kita presentasi kalo nggak ada sesi-tanya jawab, mereka menjawab kan ada sesi menyampaikan pendapat antara yang pro-kontra. Dan pada akhirnya gue kalah suara, elo bayangin satu suara melawan lima suara menang yang mana? It's okay gue harus tetap menerima ngapain mempermasalahkan.

Pada sesi pro-kontra gue mewakili kelompok berpendapat kontra, bahwa memperjuangkan pengetahuan itu tidak mudah banyak hambatannya, apalagi soal beda pendapat yang padahal kita sama-sama beda pandangan doang lantas mengapa dikucilkan, masih ada saja yang kayak begini.

Di buku panduan juga ada kalimat bahwa ilmu akan berkembang dengan cara diskusi. Apakah sekarang kita sering diskusi? Rata-rata jarang, hanya sebagian kelompok doang. Contohnya adalah kemarin, presma untirta menyelenggarakan acara dengan kpu agar para mahasiswa tidak golput pas pemilu, apakah semua mahasiswa hadir? Tidak. Malah kebanyakan dari univesitas yang lain. Padahal ini diselenggarakan oleh Bem universitas loh.

Contohnya lagi, apakah dari Bem fakultas Fkip ada kegiatan diskusi? Nggak ada. Padahal harusnya ada agar setiap minggu bisa bedah kasus apa saja yang sedang terjadi di masyarakat. Contohnya lagi di kelas, apakah pas presentasi kondusif? Tidak. Idealnya kalau sedang presentasi manfaatkan dengan sebaik-baiknya, kita jadikan sebagai diskusi bukan malah seremonial doang. Bukannya fokus bedah kasus, ini malah ingin cepat pulang, ingin cepat kelar, sibuk main gawai, padahal kalau kita pikir, ngapain masuk ke kelas yang tujuannya buat belajar kalau pas pembelajaran nggak dimanfaatkan dengan semestinya? Kan begitu yah.

Padahal kita mahasiswa loh yang mempunyai fungsi sebagai agen of change, agen of social control dan penerus masa depan. Kita tuh ditunggu sama masyarakat untuk membawa perubahan dan meningkatkan perubahan menjadi lebih baik lagi. Apakah kita sudah sadar sejauh itu? Atau minimal kepikiran hal itu? Saya teringat kata pemateri di Latihan Kepemimpinan 2 mengatakan bahwa, mahasiswa itu kalau di rumah milik dirinya sendiri, tapi kalau sudah melangkah keluar rumah itu milik semua orang. Artinya apa? Mungkin sudah paham kali yah wkwk.

Gue hanya berpendapat sampai di situ doang, padahal masih banyak, tapi gue nggak mau panjang-panjang biarlah yang lain ikut berpendapat. Meskipun seperti biasa yah, presentasi belum ideal nggak apa-apa biarkan berproses sedikit-demi-sedikit membaik, dari pada sekaligus hanya satu gebrakan doang.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement