Gambar didapat dari internet
"Apa filosofi hidupmu?" Tanyaku kepadanya.
"Emang filosofi itu apa?" Dia balik tanya.
"Secara sederhana gambaran kehidupan kita, contohnya orang jepang memaknai hidup adalah perjuangan."
"Ouh itu, kalau filosiku sih nafas?"
"Maksudnya?" Tanyaku yang penasaran.
"Iya nafas. Seperti halnya kita sekarang bernafas, butuh perjuangan meskipun kadang kita tak sadar. Begitu juga menyikapi hidup, kudu nafas aja. Yang terpenting jangan mempedulikan hal-hal yang di luar nafas kita."
Aku hanya terdiam. Bisu. Bukan hanya terpukau dengan kata-katanya, tapi aku teringat Dunia Sophie. Yeah, di umurnya yang masih belasan sudah belajar filsafat, lalu mendapatkan berjuta-juta makna kehidupan.
Sedangkan kita?
Sebagian masih belum sadar apa itu arti kehidupan. Yeah, memaknai kehidupan memang tidak selalu sama, sebab setiap manusia menjalani kehidupannya masing-masing.
Seperti halnya seorang gelandangan, jika kita bertanya kepadanya, apa yang dia inginkan dalam hidup? Mungkin kemakmuran, atau ketika kita bertanya kepada seorang petani yang gagal panen, apa yang di inginkan dalam hidup? Pasti! Jawabannya ingin padinya kembali jaya.
Apakah itu egois? Tidak. Karena itu fitrahnya manusia menginginkan yang belum dia dapatkan. Karena pada dasarnya setiap orang mempunyai keinginan, tapi tidak setiap orang mampu mengendalikan keinginannya. Atau lebih jelasnya, mempertanyakan keinginan tersebut untuk apa.
Banyak orang-orang yang terjebak dalam zona ini. Maka dari itu, hadirnya filsafat memang membantu pergerakan manusia agar tidak tersumbat atau tetpenjarakan oleh keinginan-keinginannya sendiri.
Misal, kita mau pergi ke Jakarta karena ada alasan tertentu, ketika di jalan melihat hal-hal yang memikat hati dan kita terpedaya oleh hal itu, lantas bagaimana dengan tujuan ke Jakarta? Sementara di pending, atau dibiarkan.
Itulah ilustrasi dari kehidupan kita. Seolah-olah dengan mem-pending tujuan utama dan mengutamakan yang memikat hati di jalan, kita akan hidup bahagia, padahal pada kenyataannya itu akan membuat kita sengsara.
Orang-orang yang intelektual sering menyebutnya, krisis kesadaran diri. Yeah, krisis kesadaran diri ini hadir karena tadi, terpikat oleh yang di jalan, lalu lupa tujuan.
Mengapa semua ini bisa terjadi?
1. Lupa Tuhan
"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik."
(QS. Al-Hasyr 59: Ayat 19)
Kita sering digiring dengan pendapat-pendapat para intelektual yang mengatakan bahwa banyaknya krisis kesadaran diri karena faktor-faktor tertentu, dan kita percaya. Yeah, itu tidak salah. Tapi perlu kita ketahui bahwa jauh-jauh hari sebelumnya Allah sudah berfirman, jangan menjadi orang-orang yang melupakan-Nya jika tidak mau dilupakan oleh Allah terhadap dirinya sendiri.
Sekarang sudah banyak terjadi, berprofesi tapi kerjanya tidak totalitas, antara kerja nyata dengan banyak janji tidak seimbang. Yeah, masih banyak lagi.
2. Malas berpikir
Ketika kita mau bepergian ke suatu tempat, yang paling dibutuhkan adalah kompas. Karena dengan adanya kompas, kita tidak akan tersesat di perjalanan. Begitu juga dengan hidup, kita jangan asal jalan tanpa tujuan, sebab hidup ini akan terasa begitu tidak menggairahkan tanpa adanya akhir.
Kompas dalam kehidupan di dapat ketika kita mau berpikir, mau ke mana kita? Atau untuk apa kita hidup? Sudah tahu alasan dari kedua hal ini saja kita akan tersadar, untuk apa kita hidup?
Mungkin, yeah memang benar kata pepatah, semakin kita benci filsafat maka kita semakin berfilsafat. Mengapa? Karena kita akan selalu mencari pembenaran-pembenaran dari apa yang kita yakini.
0 Komentar