Beragama Tapi Kamulfase

Foto diambil dari you tube

Sekilas, tadi saya melihat Debate Oxford Union di You tube membahas soal islampobia. Forum itu salah satu debat antar suhu untuk membuktikan isu secara ilmiah. Bukan hanya asal ceplas-ceplos tapi harus dengan data-data yang konkrit.

Kadang, jika kita benturkan dengan keadaan kita sekarang levelnya jauh sekali, di saat dia berkata dengan lantang menyuarakan kebenaran islam di muka umum, kita di sini hanya santai-santai, shalat pun jarang apalagi baca qur'an.

Miris memang, tapi inilah realita yang terjadi. Kita tak perlu menutup mata dengan semua yang terjadi, sebab itu sudah menjamur di lingkungan kita sendiri.

Kita mengaku beragama, tapi melaksanakan tufoksi kita sebagai umat beragama hanya kamulfase biasa.

Mengapa semua ini bisa terjadi?

Saya teringat kata Kuntowijoyo yang mengatakan bahwa semua yang terjadi karena gejala sosial, dan itu alami. Kita seharusnya bukan hanya sibuk bertanya kenapa ini terjadi, tapi kita juga harus bisa memberikan solusi.

Kadang-kadang, kalau ada masalah, kita yang seharusnya dari teks pindah ke konteks, ini sebaliknya, dari konteks ke teks. 

Contohnya isu soal krisis karakter dan literasi. Akhir-akhir ini selalu menghiasi kabar berita, tak ayal, bahkan isu ini menjadi perbincangan yang hangat di beberapa lembaga pendidikan. Termasuk organisasi.

Mereka dengan lantang bak intelektual, mengatakan bahwa ini problem yang sangat seksi sekali! Jika dibiarkan akan merusak NKRI. Analisisnya kuat dan akurat, tapi sayang aksinya hanya sampai permukaan. 

Dibuatlah seminar-seminar dengan harapan akan bisa menyelesaikan. Bahkan tak berhenti di situ, pelatihan juga di selenggarakan. Tanpa mereka sadari sebelum mereka menyelenggarakan, dulu juga sudah ada yanag menyelenggarakannya tapi masih banyak orang-orang yang tak sadarkan, hasilnya nihil. Lantas mengapa mengulanginya lagi? 

Wahai, bukan kah kita manusia yang diciptakan oleh-Nya dengan sempurna. Tapi kenapa tingkah perangai kita bagaikan seekor keledai.

Itulah contoh kecilnya, selain itu masih banyak. Cuman, tidak bijak rasanya kita menyebarkan permasalahan tanpa memberikan solusi.

Lantas apa solusinya? 

Simpel, berpikirlah. Tuhan sudah beberapa kali mengingatkan kita lewat firman-firman-Nya. Dan, ambillah medan juangmu. Apalagi bagi orang yang merasa aktivis.

Aktivis seharusnya bisa membawa perubahan, bukan malah menambah kekacauan. Apalaha artinya label itu, kalau hanya untuk dianggap hebat dan yang paling parah demi kepentingan perut.

Apalagi yang merasa aktivis islam, berhentilah menjadikan agama sebagai kedok, jika kamu melakukan hal itu untuk perut, maka alangkah bijaknya carilah pekerjaan yang lebih layak, sebelum citra dirimu dan citra agama kita terkenal buruk di mata para musuh.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement