Ingin bisa publik speaking, tanpa gabung organisasi, saya rasa itu mustahil.
Tahun 2021 kemarin sampai sekarang, gue sering disemprot oleh pertanyaan-pertanyaan yang bikin telinga gue hampir bosan dengarnya. Ketika gue sudah publik speaking misalnya, banyak teman-teman gue yang nanya kayak begindang.
"As, bagaimana yah caranya agar bisa publik speaking kayak elo tadi?"
"As, elo PD amat ngomong di depan, bolehlah kasih tahu?"
"As, biar nggak belepotan ngomong di depan gimana yah?"
Sampai seterusnya.
(Foto tidak dapat ditampilkan ketika kejadian berlangsung)
Menanggapi pertanyaan seperti itu, dulu gue kasih tahu dia panjang lebar (biasa, dapat dari Google) hasilnya Alhamdulillah, dua hari setelah itu dia nanya lagi.
Kalau sekarang, gue kasih mic atau nunjuk podium, setelah itu pergi.
Buat gue yah, menguasai publik speaking itu memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tetapi kalau ada kemauan yang kuat dalam diri kita untuk bisa, dan kita mau berproses, insya Allah, pasti ada jalannya.
Di saat teman-teman gue yang nanya cara agar bisa publik speaking, jujur deh gue senang. Apalagi kalau ketika gue kasih saran-saran, dia dengan senang hati melakukannya, bangga bat dah gue.
Terkadang gue merasa resah ketika ditanya kayak begindang. Kesannya itu loh, sseakan-akan gue publik speaker-nya top. Padahal na mah masih ecek-ecek, harus banyak-banyak jam terbang. Masih banyak kok kesalahan-kesalahan yang gue lakukan ketika publik speaking, mereka saja yang tidak memperhatikan dengan seksama.
Lantas, kenapa mereka meminta cara kalau gue belum top?
Entahlah, bingung euy. Mungkin pas gue publik speaking kayak Barack Obama kali wkwk.
Perjalanan gue dari mulai nol ingin bisa publik speaking sampai sekarang, memang butuh perjuangan yang panjang. Banyak sekali halang rintang yang harus gue hadapi. Termasuk gue disebut Crayz oleh teman gue yang lain karena suka ngomong sendiri. Bahasa kerennya sih, ngomong jeng tembok.
Gue pernah nanya sama kakak gue perihal publik speking, jawabannya sederhana, tapi membuat gue bingung.
"Gampang, cari tempat sepi, lalu bicara sendiri. Jangan harap elo bisa bicara di depan umum kalau bicara sendiri aja masih belepotan." katanya pada waktu itu.
Sebenarnya gue ragu-ragu melakukan hal ini, tapi setelah gue berpikir secara sistematis ada benarnya juga. Ibarat sebuah pohon, dia tidak akan menjulang tinggi kalau tidak ada akar. Begitu juga berbicara di depan umum tidak akan kita kuasai kalau bicara dengan diri sendiri masih belepotan.
Mulai dari situlah gue bicara sendiri, beruntungnya di Sekolah gue ada ruangan kosong, jadi gue bicara sendiri sampai gue puas. Atau sampai bulu kuduk gue merinding wkwk.
Satu hari melakukan hal itu memang tidak akan terasa, tetapi setelah dua Minggu baru terasa bat dah. Entah gue harus bersyukur atau apa, pada saat itu OSIS menyelenggarakan lomba pidato. Kata gue dalam hati, ini kesempatan emas, dan tantangan juga sih. Gue harus berlatih lebih keras lagi.
Kebiasaan gue waktu dulu kalau mau ikut lomba, bawaannya tuh santai aja. Rival gue sudah membuat teks pidato jauh-jauh hari, sedangkan gue satu hari sebelum lomba itu di mulai gue masih santai-santai. Bahkan teks pidato belum buat.
Malamnya baru gue buat asal-asalan, karena tujuan gue bukan untuk menang, cuman untuk mencoba mental.
Ketika lomba itu di mulai, gue masih bersikap santai. Bahkan, di depan audience pun masih santai aja. Tapi ada satu hal yang bocor banget deh, sehingga membuat gue harus tertawa atau menyesal, yaitu pembahasan gue meralat ke mana-mana bak api yang menjalar.
Tema yang dibuat oleh panitia adalah membahas hijrah, nah, gue membahas puisi, motivasi, cerita dan lain-lain. Sampai juri nya bingung. Nah, gue juga bingung sih mau bicara apalagi soalnya sudah lengkap gue bahas semua.
Hasil dari lomba itu, gue nggak juara. It's okay, yang penting gue dapat sepercik api berani bicara di depan umum, tinggal gue berusaha membuat api itu berkobar-kobar.
Setelah dua bulan gue bicara sendiri, banyak sekali perubahan-perubahan yang gue rasakan. Mulai dari kepercayaan diri, tidak gengsi, apalagi pas ada tugas presentasi, gue kandidat pertama yang pasti menjelaskan ke depan. Dam juga, teman-teman gue yang menganggap cryzy akhirnya bisa men-toleransi. Ketika jamkos menyapa, teman-teman yang lain sibuk ngobrol, gue sibuk bicara sendiri sampai bingung mau bicara apalagi.
Bicara sendiri ternyata bukan hanya membawa dampak baik dan dampak buruk bagi diri gue, diantara dampak baiknya tadi, gue mulai PD dan dapat teman yang se-frekuensi.
Dia itu cewek, orangnya cantik bat dah bak Nisa Sabyan wkwk. Dia itu bukan hanya bicara dengan tembok, tapi juga dengan gayung. Ada juga teman gue yang lain ngobrol sama boneka dan ayam jago. Haduh, kata gue dalam hati, ternyata yang crayzy bukan hanya gue yah! Bahkan, Albert Einstein, Pak Suekarno, David Goagins sering melakukan hal ini.
Sedangkan dampak buruknya adalah, gue sudah bosan bicara dengan tembok. Bukan bosan karena temboknya diam aja ketika diajak ngobro atau buku kuduk gue merinding, tapi gue ingin tantangan yang lebih seru lagi. Dan itu hanya ada di organisasi.
Akhirnya gue gabung organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) salah satu organisasi yang memaksa gue untuk bisa menjadi seorang yang Muslim Cendikia Pemimpin (MCP). Menguasai publik speaking kudu bisa banget. Kalau tidak bisa, akan dipaksa sampai bisa. Well, gue tertantang dong, wong itu tujuan gue ikut organisasi.
Saran gue yah buat yang ingin bisa publik speaking, jangan banyak bertanya. Mulailah berbicara. Kalau salah itu wajar, toh namanya juga lagi belajar. Intinya sih, banyak berlatih dan beraksi dengan gabung organisasi. Karena di organisasi, kita akan kaya akan jam terbang.
0 Komentar