Dilematis Antara Kuliah atau Bekerja

                                      Sumber ilustrasi dari  lovepik

Kuliah setelah satu tahun ke depan, atau dua tahun ke depan masih bisa. Tetapi, membahagiakan orang tua tahun depan belum tentu bisa, sebab umur tidak ada yang tahu. Kecuali, Ia yang Maha Esa.

"Bro! Selepas lulus elo mau kuliah atau kerja?" 

"Mau kerja dulu," 

"Lah, ngapin kerja kan tinggal usahain dapat beasiswa. Kalau kerja dulu, elo bakalan netep ogah kuliah."

"Sok tahu lo!" jawab gue ketus, lalu pergi meninggalkannya.

Kelas tiga SMA adalah ambang kebimbangan antara mau kerja atau kuliah. Gue sudah bosan bat dah teman-teman gue yang lain pada nanya soal ini, sudah tahu alasannya gue bakal ngopi santai dulu ngapain nanya lagi. Apa gue harus pasang aja gitu di punggung gue dengan tulisan "MAU NGOPI SANTAI DULU!" estetis nggak yah kalau begindong?

Sebenarnya kalau kita mau kuliah enak sih, tinggal berusaha dapat beasiswa sambil berdoa di sepertiga malam, insya Allah jika Allah berkehendak dapat. Ada pun tidak dapat masih ada jalan tikus yang lain.

Dulu, katanya kalau kita mau kuliah, sulitnya minta ampun. Kita harus siap-siap gigit jari dari awal biar ketika kenyataan di luar ekspektasi terjadi, kita masih bisa ngopi santai. Kalau sekarang, lumayan mudah sih cuman orang-orangnya doang tidak pada minat. (Gue nggak termasuk loh wkwk)

Alasan gue nggak mau kuliah dulu banyak sih, cuman gue nggak mau jabarin panjang kali lebar soalnya gue nggak suka Matematik apalagi itik, sebab gue hanya suka Vespa (haduh, nggak nyambung bat dah🙆)

Orang-orang (entah orang mana) ketika kelas dua belas tepatnya pas semester dua pada sibuk ngerajut masa depan. Abis itu ngobrolnya nggak kenal ruang dan waktu lagi. Di kelas ngmongin soal ini, di kantin, di lapangan, bahkan ketika habis tik-tokan juga sama. Kan parah. Bahasanya nggak bakal jauh kayak begindong.

"Bentar lagi kita lulus yah, mau kuliah atau kerja yah?"

Selalu itu yang diomongin! Kayak nggak ada bosannya. Apalagi pas jamkos, haduh, banyak mulut-mulut mengeluarkan bahasa seperti itu. Dan posisinya berupa-rupa, ada yang sambil berhadapan-hadapan, telponan, tik-tokan, makan seblak, dan ngupil (nah ini baru gue).

Bayangin, satu ruangan topik utamanya sama. Palingan ada satu yang diam sambil ngupil. Siapa itu? Gue sendiri sih wkwwk, abisnya pusing euy.

Gue yah, ngerajut masa depan kayak begini udah final. Soalnya jauh-jauh hari banget deh. Yaitu dari kelas sepuluh dan dua belas. Jadi, di kelas sepuluh itu pembukaan. Apa saja yang gue inginkan setelah lulus, kuliah atau kerja, berumah tangga atau gibah sama tetangga, dan lain-lain. Pokoknya lengkap deh kayak gado-gado. 

Sedangkan di kelas dua belas, semester akhir itu penutupan. Dilanjut makan seblak meskipun hanya sendiri. Tapi nikmati sih.

Hasil dari penutupan itu, gue nggak mau kuliah dulu. Bukan tersumbat oleh suntikan ekonomi, vaksin, swab, suap dan sejenisnya sih (soalnya suntikan ekonomi kan ada beasiswa) gue hanya ingin membahagiakan orang tua dulu. 

Mengapa bisa demikian? 

Sebelum penutupan di mulai, gue meminta restu dari ortu gue. Di saat itu gue masih hapal harinya masih ada tujuh, makan masih lewat mulut, angin masih tidak terlihat, corona sudah ada, korupsi sudah merajarela, suara kucing masih 'meong-meong' gue menghadap ortu gue dengan gemetar.

"Wahai Ibunda, ananda sudah mempunyai pemikiran visioner soal kehidupan ananda setelah lulus mau ngapain. Menurut Ibunda apakah ananda harus kuliah, kerja, atau membalas bacotan tetangga terhadap kita?"

"Terserah."

Astagfirullah, jawabannya singkat. Cepat. Padat banget dah.

(Foto kejadian tidak dapat ditampilkan)

Ibu gue sih fine-fine aja kalau gue mau kuliah, asal mau nerima resiko. Dan gue, sebagai si pelaku utama dari kejadian yang akan berlangsung fine-fine aja. Tapi ... Aya grenek na hate saya ogah kuliah hela, alasannya itu tadi, ingin membahagiakan orang tua dulu. 

Banyak orang-orang yang nyangkal terhadap apa yang gue putuskan ini, gue sih hanya membalas dengan senyum. Ingat yah! Dibalas senyum itu sama gue bukan berarti gigi gue belum disikat selama tiga hari, tapi gue nggak mau ribet aja. Percuma euy dibere tahu kalau dia tidak memahaminya. 

Gue sih jujur aja yah, sangat senang sekali ketika ada orang yang menyangkal keputusan ini, itu artinya mereka peduli. Meskipun gue masih kekeuh tidak akan berubah pikiran.

Kepada yang sudah peduli sama gue perihal ini, thanks banget! Semoga diberikan umur yang barokah, Istri yang cantik jelita, atau Suami yang tampan rupawan bagaikan bakwan di rumah Pak dewan. Pokoknya yang terbaik deh.

Dan buat yang mengatakan: "Jika kerja dulu, kuliah bakalan nggak mau," tunggu yah! Gue bakalan buktikan itu. Thanks sudah memberikan tantangan!

Intinya sih, mau kuliah atau kerja pikirkan dulu matang-matang agar tidak dilanda rasa sedih tak berkesudahan.




Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement