"Pegiat literasi itu perlu teman atau minimal mendapatkan penghargaan atas dedikasinya membangun dan mengembangkan literasi." Kata Gol A Goang selaku duta baca Indonesia dalam acara Dialog Publik yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Untirta.
"Yang terpenting adalah harus selesai dulu dengan diri sendiri." Tambahnya.
Gue hanya diam mencermati kata 'selesai dengan diri sendiri' yeah itu benar. Poros kaderisasi dalam organisasi atau komunitas biasanya rusak karena anggotanya belum selesai dengan dirinya sendiri, begitu juga dalam sebuah hubungan.
Bila kita sudah selesai dengan diri sendiri, maka ketika diberi amanah, bisa dipastikan kita akan bertanggung jawab, tidak menjadikan amanah itu sebagai beban melainkan sebagai peluang atau kesempatan belajar, meskipun menderita banget menjalaninya. Tapi itulah perjalanan yang harus dikuasai.
Di acara ini gue telat datang karena ada kendala. Biarlah gue jadikan pelajaran aja. Sangat disayangkan emang, teman gue juga nggak bisa membersamai, biarlah. Bukan masalah bagi gue sendirian.
Acara dimulai jam dua lewat, gue datang yeah sekitar jam tiga. Suasana kampus lumayan sepi, beruntungnya gue dulu pernah berkunjung ke perpustakaan kampus, jadi secepat mungkin gue otw ke sana biar nggak ketinggalan jauh pembahasan.
Di kejauhan gue melihat cewek memasuki perpusatakaan, pas dibuka pintunya nggak bisa dibuka, gue tersenyum melihat itu. Kemudian secara bersamaan kami memasuki pintu perpus lewat pintu lain. Dia berhenti di lift sambil memandang gue dengan tatapan sopan, tanpa berpikir panjang gue langsung naik tangga ke lantai tiga, sedangkan dia menunggu pintu lift terbuka.
"Maaf mas dari instansi Taman Baca Menulis mana yah?" Tanya pagar ayu ketika menyuruh gue buat mencari nama yang tercantum.
"Saya mahasiswa untirta Mbak. Se-malam saya udah chat admin perpustakaan."
"Oke siap Mas, tulis dan tanda tangan Mas di sini yah." Sambil menyodorkan kertas.
Dalam hati gue ngakak, untung tadi pakai Almet Untirta kalau kagak, lain lagi nih cerita.
Ruangan begitu ramai, materi dari Gol A Goang Duta Baca Indonesia sedang berlangsung, yeah gue ketinggalan jauh bentar lagi sesi tanya jawab. Gue alihkan pandangan ke samping, ada cewek yang tadi ketemu dibawah duduk si samping gue, kami pun saling lempar senyum. Buset dah, perkiraan gue benar dia bakalan ke sini.
Dengan waktu yang hampir usai diskusi, gue tidak habisi dengan menyesal karena sudah datang telat, toh yang lain juga banyak kok. Gue harus maksimalkan waktu ini untuk mendapatkan ilmu baru, biar tidak sia-sia datang ke sini, apalagi alasan bad mood, no toleransi. Belajar tetaplah belajar meskipun dalam kondisi apa pun itu. So, jangan tergantung mood.
Berikut ada beberapa hal yang gue dapat di acara tersebut, diantaranya:
1. Penghargaan
Gol A goang mengatakan bahwa orang-orang yang meluangkan waktunya untuk meningkatkan literasi harus diapresiasi karena dengan begitu kehadirannya dianggap ada dan merasa dihargai. Sebaliknya, bila tidak diapresiasi akan membuat semangatnya surut. Tidak perlu penghargaan yang mewah-mewah, yeah, minimal dihargai aja dengan cara disapa itu sudah cukup.
2. Berkarya
Banyak duta-duta, entah itu duta baca atau duta yang lain hanya seremonial aja. Geraknya nggak ada. Contohnya bila kita diamanahkan menjadi duta baca harus mempunyai karya tulis, tiap hari harus menulis, mengapa? Lah, kita kan duta. Posisi kita harus menjadi teladan bagi yang lain bukan malah sama kayak yang lain, giliran statusnya ingin beda. Pemahaman-pemahaman ingin status tinggi di satu sisi bagus memaksa buat produktif, di satu sisi lagi tidak bagus bagi orang-orang yang hanya ingin statusnya doang. Maka dari itu, berkali-kali pemateri menyampaikan betapa pentingnya menulis.
Jika kita tidak membaca, akan masuk Neraka.
Itulah motto membaca pak goal a goang yang di tempel di kamarnya. Dia beranggapan bahwa membaca itu perintah Tuhan, toh wahyu pertama kan 'Iqra' ketika kita tidak membaca maka akan masuk neraka. Tentunya neraka di sini multitafsir yah.
Gue mikir ada benarnya juga sih. Contohnya gue nih menjalin hubungan patner dengan seseorang tanpa membaca dan menganalisis karakternya gimana, keinginin terbesarnya apa, ketakutannya selama ini apa, harapannya apa, tentunya hubungan gue nggak bakalan berjalan harmonis. Setiap ada masalah alih-alih saling mengerti karena itu bentuk kekurangan masing-masing, ini nggak, kan kacau. Sebaliknya bila gue membaca tentangnya dan tahu lebih dalam, ya, hubungan akan tetap langgeng. Begitu juga hal lain yang ada di dunia ini, semuanya perlu dibaca agar tidak masuk neraka dalam penyesalan.
Ada tiga hal yang harus menjadi pegangan dalam membuat program, yaitu: komitmen, kontinyu dan konsisten.
Pihak perpustakaan atau pegiatan literasi harus mempunyai komitmen yang kuat agar program itu terwujud bukan dari satu orang saja melainkan dari beberapa orang yang mempunyai keresahan yang sama. Kemudian setelah komitmen itu terwujud maka tinggal kontinyu atau berkelanjutan tidak hanya satu gebrakan doang. Terakhir, harus konsisten dalam melaksanakan program itu.
Pas sesi tanya jawab, tidak seperti biasanya gue nggak mau nanya, calm aja gitu. Gue mikir kenapa yah? Pas dipikir-pikir ternyata efek dari bacaan etika-etika berada dalam suatu pertemuan atau kegiatan. Yeah, bacaan ini dalam dunia santri disebut 'Ta'lim Muta'lim' membahas adab-adab seorang pelajar.
Etika dalam suatu pertemuan yang masih gue ingat diantaranya, jangan merasa tinggi hati tetaplah rendah hati agar berada di tempat itu mendapatkan ilmu yang baru lagi. Terus, jangan menyepelekan orang, apalagi menertawakan karena kita tidak tahu mungkin di mata Allah dia mempunyai derajat yang tinggi. Yeah brgitulah, masih banyak sih cuman gue spill dua aja dah.
Banyak yang nanya di pertemuan itu dan hampir pertanyaannya kalau diremukkan sama aja.
Pertanyaan pertama, bagaimana cara advokasi pemangku kebijakan baik itu pihak pemerintah atau di dalam kampus itu pihak rektorat? Dan bagaimana caranya agar para mahasiswa tertarik dengan perpusatkaan?
Jawabannya adalah perpusatakaan harus mempunyai program yang dapat diunggulkan sehingga ada feed back balik buat kà mpus, kalau programnya biasa-biasa saja dalam artian tidak ada yang dinggulkan, pihak pemangku kebijakan agar mikir-mikir dulu sebelum memutuskan.
Perihal agar mahasiswa tertarik dengan dunia literasi, ya, kita harus masuk ke dunia mereka. Contohnya, ketika lagi kumpulan di kantin kita masuk lingkaran itu, selipkan obrolan-obrolan ringan tentang literasi agar semangat mereka muncul. Yeah, sebemarnya hal ini sedang gue lakukan sama Najwa, dan gue merasa memang efektif sekali, jadi apa yah obrolan itu tidak kosong itu, banyak dagingnya sehingga ngobrol berjam-jam pun nggak sia-sia, kan lagi belajar bareng. Meskipun mungkin dalam kecamata orang menilainya beda, biarlah.
Selain itu kita juga harus mempengaruhi mereka dengan menampilkan tokoh-tokoh yang sudah sukses berkat peduli literasi.
Pertanyaan kedua, cara mengkampanyekan kegiatan literasi agar dikenal oleh oran-orang? Dari Pak Gol A Gong banyak banget jawabannya cuman gue nggak bisa nangkap semua, kan gue bukan kiper hahaha. Sedangkan dari Duta Baca Banten, Kak Rahmat mempunyai pamdangan harus berani masuk ke ruang-ruang publik dan kalau ada perlombaan usahakan ikut agar orang-orang tahu kapasitas kita sama prestasi yang kita miliki. Sehingga orang-orang terpengatuh untuk ikut.
Pertanyaan selanjutnya nggak ada, dia hanya cerita. Bahwa, dia di kampus Untirta di Fisip mempunyai Dosen yang keren, ngajar mata kuliah pengantar ilmu politik. Dosen itu memberi kesempatan kepada mahasiswanya buat menulis tentang politik sebanyak dua halaman, dan tulisan itu bagaimana caranya agar dapat dengan mudah dimengerti orang awam yang tidak tahu politik.
Setelah selesai, tulisan-tulisan itu disatukan untuk dijadikan cerpen atau Novel Politik. Bila mereka bisa membuatnya akan mendapatkan nilai 'A' plus selama satu semester dianggap lulus mengikuti mata kuliah, jadi tidak belajar lagi. Berlomba-lombalah mereka membuatnya sampai selesai kemudian dibukukan dan dijual, sayangnya tidak dibedah.
Gue kasih jempol sih Dosen itu, keren bat dah. Pikuran gue teringat Novel Shoppie yang membahas tentang filsafat tapi ringan dibaca, yang akhirnya berkat lahir buku novel shoppie pandangan orang-orang terhadap filsafat ya, nggak berat-berat banget. Gue membayangkan andai di jurusan gue ada kebijakan ini, mantap kayaknya, orang-orang awam akan mengenal pendidikan non formal.
Hal ini disebut kreatif writing. Yaitu membuat sesuatu yang susah menjadi mudah. Contohnya jurnal ilmiah yang pusing dibaca kita sulap menjadi esai, puisi, cerpen dan lain sebagainya tanpa menghilangkan point inti.
Dalam kecamata Pak Gol A Goang, kreatif writing itu harus ada di perpustakaan. Bukan hanya banyak skripsi atau jurnal aja, bagus itu juga. Tapi bagi mereka yang tanda kutif tidak suka membaca yang berat-berat, pasti bakalan di cansel.
"Kunci untuk selesai dengan diri sendiri adalah dengan tahu diri." Kata pemateri.
Yeah, kita harus tahu diri apa yang ingin dilakukan dan lain sebagainya. Betapa banyak orang-orang yang memperbanyak mengambil amanah agar mempunyai status tinggi tapi sejatinya belum selesai dengan dirinya sendiri, akhirnya apa yang terjadi? Di kritik kebijakannya nggak terima, menyelenggarakan tugas seremonial doang yang paling parah adalah, ya, korupsi.
Ketika gue sibuk menulis apa yang disampaikan oleh pemateri, orang-orang yang di samping kanan - kiri melirik. Dalam hati gue ngakak, padahal gue juga nggak tahu buat apa menulis. Beruntungnya pas gue buka lembaran yang penuh coret-coret mereka nggak ngelihat, bayangin kalau mereka ngelihat dan paham dunia psikologi, gue berani jamin dah gue akan menjadi objek analusis dia seperti yang sering gue lakukan setiap hari.
"Pertanyaannya susah yah, bersifat privat semua." Kata cewek yang di samping gue sambil ketawa, gue juga ketawa teringat dia salah masuk pintu di bawah.
"Yeah, lebih baik tadi pertanyaan umum." Jawab gue asal. Yeah setelah sesi tanya jawab pemateri memberikan beberapa pertanyaan dan siapa yang bisa menjawab akan mendapat buku.
"Lah, dua-duanya juga susah haha." Kata si cewek tadi memperpanjang obrolan.
Gue hanya respon ketawa tidak membalas lagi, diam-diam gue amati karakternya. Sebenarnya ini kesempatan emas buat kenalan dan ngobrol banyak hal, cuman entah kenapa untuk kali ini gue mau calm aja, biarlah.
Hasil pengamatan gue sih dia lagi membuka ruang buat kenalan terbukti dari sikapnya, dan karakternya luar biasa sekali dia mandiri, ulet, dan mempunyai misi hidup yang terstruktur. Sayangnya dalam beberapa waktu kadang dia bingung, entah karena ada masalah pribadi yang belum selesai atau mungkin apa gitu. Itu hanya pengamatan doang nggak semuanya benar cuman sedikit membantu bila mau berkomunikasi dengannya harus kayak gimana dulu.
Pas sesi foto bareng diam-diam gue menyelinap kabur. Yang ada dipikiran gue pada saat itu hanyalah, shalat dulu langsung otw pulang karena waktunya sudah mepet, satu jam setengah lagi Magrib.
0 Komentar