Hari Ke Empat Belas Liburan

"Besok bisa masuk kerja nggak? Kalau bisa nanti masuk yah, pulangnya sore aja biar bisa ikut tahlil." Kata Bos melalui WA. Gue kaget bukan kepalang, di malam hari dikabarin buat kerja, mana harus buka pagi lagi. 

"Insya Allah, dipikir-pikir dulu a." Jawab gue singkat. 

"Kalau bisa ambil, kalo nggak bisa tolak aja, Co." Semprot kakak gue. Yeah gue harus masuk jam delapan pagi, sedangkan sekarang jam setengah dua belum tidur, buset. 

Gue pikir-pikir antara masuk atau tidak. Kalau gue nggak masuk kerja lumayan nih kesempatan pulang Sore, sebaliknya kalau masuk kerja gue harus memastikan tubuh fit minimal 70 persen. Ya udahlah gue kerja aja lumayan buat biaya ngampus semester dua. Dengan garcep gue menyatakan siap, urusan badan fit 70 persen atau 50 persen bodo amat. 

Paginya gue kesiangan, efek minum obat mixagrip tidur terasa nyenyak. Gue bangun jam tujuh lewat lima belas. Intinya gue kesiangah dah, buka toko juga setengah sembilan. 

Ada dua hal yang gue rasakan ketika kerja. Pertama, merasa nggak enak karena tidak puasa, yeah gue mau fokus sehatin badan dulu. Kedua, sekelebat gue merasa sedih mengingat kepergian Bapak. Harusnya sekarang gue berada di rumah fokus ngaji bukan kerja, tapi mau bagaimana lagi gue kan butuh buat dana kuliah? Karena prinsip gue dari awal adalah, ingin kuliah mandiri tanpa membebani orang tua. 

"Sampai kapan elo kerja kayak begini, Co? Bukankah elo merasa nggak nyaman selama semester satu, tidak full mengikuti kegiatan ngampus?" Sekelebat pikiran itu hadir menyelinap memasuki ruang-ruang kosong di dalam diri. 

Gue pun tersenyum, dan mengatakan kepada diri sendiri bahwa semua ini akan baik-baik aja. Semua ini pasti akan berlalu. Efektif, gue kembali fokus kepada hal-hal yang ingin dilakukan, buat apa larut dalam permasalahan yang tak berujung, pikir gue pada saat itu.

Pembeli lumayan ramai gue sempat keteteran muter-muter saldo. Pas siang gue merasa semua ini kayak mudah gitu nggak ada hal yang membebani pikiran gue, cuman ada sedikit sih yang gue khawatir, badan gue kesehatannya menurun. Menyikapi hal ini gue hanya senyum seolah-olah ini akan baik-baik aja. Menurut psikologi dengan tersenyum akan membuat pikiran rileks lebih santai aja gitu, dan benar, itu efektif sekali. 

Jam lima sore gue pulang naik angkot, sampai ke rumah jam enam kurang lima belas menit. Tubuh gue sudah lemas dan gue pun jatuh tertidur. Pas Magrib setelah shalat gue langsung minum jamu komplit, perihal ini gue kadang ingat pesan Bapak, kalau masuk angin atau merasa kurang fit harus inisiatif minum obat sendiri jangan ngerepotin. 

Harusnya setelah minum jamu komplit gue tidur biar obatnya reaksi, cuman gue gunakan dulu buat ngaji khusus buat Bapak di alam sana. Setelah terasa ngantuk, gue pun jatuh tertidur. Jangan tanya apakah gue menyempatkan menulis? Nggak. Gue sadar pas ngantuk berat harus nulis dulu, tapi gue tepis biarlah istirahat dulu. Gue berterima kasih kepada diri sendiri telah kuat seharian ini kerja, maka dari itu biarlah gue kasih waktu buat istirahat sebelum besok kita berjuang lagi. 

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement