Berani Tidak Disukai

Foto bareng dulur BPJS
"Semakin kita banyak disukai oleh orang lain, maka sejatinya tidak menjadi diri sendiri. Sebaliknya, semakin tidak disukai, akan tetap menjadi diri sendiri. Bahkan dalam kecamata psikologi itu bagus." Ucap Sherlly dalam pertemuan pada saat itu.

"Mengapa elo berpandangan demikian, bukankah mayoritas orang sekarang sedang gencar-gencarnya memburu itu?"

"Yeah, contohnya di kelas. Elo menginginkan presentasi itu ideal harus ada sesi diskusi dengan kondusif, tujuannya agar bisa memecahkan masalah dan mengembangkan diri, Sedangkan mereka berpikiran nggak ada Dosen buat apa sakral-sakral, lebih baik dipercepat dan otw pulang. pertanyaan gue adalah, ketika elo melakun hal tersebut akan disukai? 

"Gue pastikan banyak yang nggak suka."

"Kenapa tuh?"

"Karena gue melakukan hal yang berbeda seperti halnya orang-orang, yang padahal idealnya nggak gitu, minimal hargailah yang bertanya."

"Yeah, itulah point intinya, Co."

Berani tidak disukai adalah suatu tantangan menuju kemerdekaan diri, namun dewasa ini banyak sekali orang-orang yang takut untuk tidak disukai oleh orang lain, yang akhirnya mereka rela menjadi budak zaman atau bentuk lainnya.

Setiap orang tentu ingin disukai, kita nggak bisa mengelak akan hal itu. But anyway harus punya batasan juga. Karena kebahagiaan sejati itu adalah di saat kita menjadi diri sendiri tanpa mengikuti apa kata orang.

Seperti halnya gue memakai peci ke kampus, itu berpotensi banget tidak disukai oleh orang-orang. Yang pertama gue dianggap agamis, kedua beda aja dengan orang-orang (untuk yang ini tergantung persepsi orang-orang) pada umumnya kita melihat perbedaan itu sebagai hal yang tidak esensial, bila tidak tahu dan memahami perbedaan itu. Teman gue sampai bertanya serius ke gue.

"Co, elo serius ke kampus mau pakai peci?"

Tolol! Itu kata yang hadir di kepala sehingga menghadirkan tawa. Kocak aja gitu pertanyaannya nggak logis.

"Ya nggaklah," jawab gue singkat.

"Lah, itu elo pakai peci setiap ke kampus." Bantah dia ngotot.

"Ya nggaklah, ya kali gue ke kampus pakai peci tapi nggak pakai baju dan celana. Gila dong gue."

"Capek gue ngomong sama elo." Lalu pergi ke Mars.

Itu contoh yang pertama. Contoh kedua apa yang sudah sudah disampaikan oleh Sherlly. Semakin kita aktif di kelas untuk perkembangan diri kita, maka itu berpotensi tidak disukai. Sebaliknya, bila kita mengikuti arus kelas aja, ketika disuruh sepakat, iyain aja tanpa tahu sebab-akibatnya apa, itu akan berpotensi semakin disukai. Orang-orang menyebutnya, rela menggadaikan diri demi disukai. 

Lihatlah orang-orang yang pacaran, apakah mereka menjadi diri sendiri? Nggak. Dan lihatlah yang masih jomblo, apakah mereka juga menjadi diri sendiri? Nggak juga kalau masih merasa risih dengan gunjingan orang. Lah, berarti poit-nya satu-satu dong, saran gue sih gas cari pacar wkwk. Anjay juga yah. 

Dalam kecamata gue berani tidak disukai adalah di saat kita berani berani berbeda dengan orang lain dalam aspek apa pun. Bisa dari aspek pemikiran, perbuatan, dan lain sebagainya. 

Mengapa kita takut tidak disukai?

Ada beberapa faktornya cuman gue bakal spill sedikit.

 1. Visi tanpa misi

Visi itu adalah gambaran ke depan apa yang kita inginkan, sedangkan misi itu adalah tujuan-tujuannya mengapa kita harus mencapainya. Contohnya gue mau bisa publik speaking dengan baik, ya harus banyak latihan. Kita artikan publik speaking itu visi, tinggal kita cari tahu tujuannya buat apa. Kalau tujuannya nggak konkrit nggak bakalan berkepanjangan palingan satu gebrakan doang. Yang paling parah latihan sesuai mood. 

Kalau gue sudah tahu dengan detail tujuannya tanpa ada yang beri effort pun gue bakalan latihan setiap hari, untuk terus mengasah keterampilan itu. Meskipun kata orang itu sia-sia. 

 2. Komitmen

Visi misi tanpa komiten itu nggak ada gunanya. Ibaratnya komitmen ini adalah pengendali yang mengarahkan mobil untuk terus berpacu sampai ke tujuan. Dengan komitmen yang kuat, akan lahir sikap bodo amat terhadap komentar-komentar orang. Dengan komitmen yang kuat, diri gue bakalan sigap dalam kondisi apa pun. Dan dengan komitmen setiap hari akan ada perubahan. Meskipun hanya satu tetes air. 

Simon Sinek, seorang motivator dan penulis buku pengembangan diri asal Amerika Serikat pernah berkata:

Ada dua pandangan manusia terhadap kesuksesan. Pertama, orang yang hanya fokus menuju kesuksesan tanpa mempersoalkan masalah-masalahnya. Kedua, orang yang fokus terhadap masalahnya, lalu takut menuju kesuksesan itu.

Kita berada di mana? Apakah nomor satu atau nomor dua? Kalo gue sih ada di nomor dua, karena nomor satunya tetap si dia haha. 

Kita memang tidak perlu merasa takut bila dalam proses menuju kesuksesan banyak orang-orang yang tidak menyukai. Percayalah, orang yang tidak menyukai itu akan tidak ada artinya di mata kita bila sudah tahu makna terdalam mengapa melakukan hal tersebut. Wallahu'alam.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement