Foto bareng selesai Mk Psipen
"Bila Buya Hamka dan Pramoedya Ananta Toer, dalam sel panjara yang terkenal sunyi, sepi dari kesenangan hidup masih bisa produktif berkarya menyampaikan keresahannya berbalut pesan, kita apa?" Ucap gue dalam hati, entahlah sebersit pikiran ini hadir begitu saja memenuhi isi kepala.
Gue tatap teman-teman sekelas sambil mengunyah permen karet, yeah menurut psikologi itu baik. Mereka begitu asyik mengobrol soal kehidupan sehari-hari.
"Karya kita di kelas ini apa, bukankah kita mempunyai kebebasan?" Sebersit pikiran itu hadir lagi, gue tepis pikiran itu dengan fokus membaca buku sambil mengasihi diri, betapa masih bodohnya diri ini.
Hari Ke Empat Puluh Empat Ngampus, pembelajaran diselenggarakan secara online. Hanya satu yang nggak. Entahlah gue juga masih bingung kenapa mata kuliah terakhir presentasi kelompom harus via online padahal nggak ada Dosen, lebih efektif belajar di kelas bareng-bareng diskusi. Tanggung aja gitu setelah selesai mata kuliah masa langsung pada pulang, kenapa nggak masuk kelas lagi aja.
Mata kuliah pertama online, antropologi pendidikan kali ini tidak ada pembahasan hanya memberikan kami tugas untuk dikerjakan dan dikumpulkan pada pertemuan yang akan datang.
Mata kuliah kedua landasan pendidikan seperti biasa online. Presentasi kali ini membahas aliran behaviorisme dan naturalisme. Perbedaannya adalah, behaviorisme itu pembelajaran fokus ke stimulus respon. Sedangkan naturalisme itu belajar dari alam.
Pada sesi tanya-jawab gue nggak nanya, nggak mau aja gitu. Gue hanya masuk ke sesi tambahan. Ada dua penanya, dan pertanyaan pertama adalah dari dua aliran tadi mana yang layak di pakai di indonesia? Pertanyaan kedua, gue lupa lagi. Yang gue tangkap sedikit sih, perbandingan dari dua aliran tersebut.
Dalam kecamata gue, kedua aliran itu semuanya baik dan kita tidak bisa mengambil salah satunya. Behaviorisme itu bagus, tapi pada prakteknya belum maksimal. Karena si pengajar belum memahami makna terdalam dari behaviorisme. Bila kita hanya memilih aliran ini, peserta didik belajarnya tertekan, contohnya pas latihan kepemimpinan 1 ada komisi disiplin itu bagus, tapi kalo keterusan bahaya, buktinya ada sebagian yang trauma dan bahkan disiplinnya seremonial doang.
Sedangkan bila kita memakai aliran naturalisme saja itu juga kurang baik. Sederhananya kan naturalisme itu belajar dari alam dan dengan alam. Cerita yang sering kita dengar adalah, tetesan air yang terus menerus ke batu akan dapat memecahkan batu itu. Nah, itu kan perlu proses yang panjang, nggak instant.
Kalau kita bandingkan dengan keadaan sekarang itu, apakah generasi z suka pada menghargai proses? Sebagian ada. Tapi dari sebagian itu kalah banyak oleh orang-orang yang ingin serba instat. Akhirnya berbenturan tuh. Pas gue enak-enak menjelaskan, waktu zoom habis... yeah terputuslah. Gue sebal, tapi yeah biarlah mau gimana lagi.
Foto bareng di bacang
Mata kuliah ketiga offline, psikologi pendidikan. Teman-teman sekelas seperti biasa datang ngaret, entahlah gue juga kagak tahu kenapa, mungkin terjebak macet atau apalah. Pembahasannya hanya presentasi doang tapi seru sih soalnya pas bagian presentasi teman gue membahasnya konyol polos banget. Sampai Dosen berkomentar, mau presentasi atau stand up comedy.
Mata kuliah ke empat, online. Sosiologi pendidikan. Ini nih yang mengundang pertanyaan dibenak gue, kenapa nggak di kelas aja. Dan yang membuat kaget adalah, kelompok yang mau presentasi belum buat makalah dan power point. Buset! Mereka presentasi gimana? Pakai koran haha, nggaklah. Tapi akhirnya mereka bisa akalin buat power point, kocak emang tapi itulah dunia kampus. Gue sempat mikir, sesantainya gue nggak sampai segitunya juga. Wih, teman gue memang para suhu, patut diapresiasi.
Selesai mata kuliah gue langsung pulang, dengan harapan segera datang cepat tanpa terkendala macet berkepanjangan karena Daerah Baros masih proses pembangunan jalan.
0 Komentar