Hari Ke Lima Puluh Empat Ngampus

Foto bareng Pak Syadeli Dosen Filsafaf
"Besok, hari selasa kita akan UAS Filsafat dan Teori Pls, dilaksanakan pagi." Begitulah isi chat dari WA grup kelas, sontak gue yang baru bangun tahu kabar itu kagetnya bukan main. 

"Serius nih dimajuin hari Selasa?" Tanya gue di grup, tapi hanya di read doang. 

Gue terkejut karena hari selasa sudah direncanakan akan ikut acara leadership basic training, yang kebetulan gue jadi panitia, lumayanlah satu hari ikut andil, soalnya hari rabu sampai sabtu gue ada kegiatan lain. Tapi sayang, semuanya gagal. Etdah. 

Yang kasihan itu teman gue si Ibad, baru di perjalanan pulang ke Bogor terpaksa besok harus ke kampus lagi. Ada-ada saja memang, tapi kenyataan. Gue nggak mau mempersoalkan siapa yang mengajukan UAS Filsafat dimajukan, biarlah capek-capek amat mikirin kayak begitu. 

Pas gue datang ke kampus, kelas belum dapat karena ruangan yang dituju akan dipakai. Buset dah. Terpaksalah gue, Mirza, dan Ibad keliling mencari kelas.

"Kata gue kan, udah tahu hari selasa nggak ada kelas kosong, ngapain dimajuin. Harusnya hari kamis aja dah." Kata Ibad kecewa. Yeah, gue juga kecewa sih tapi biarlah.

Kami bertanya ke beberapa OB gedung, terkesan menyepelekan. Sebenarnya banyak ruangan yang kosong, tapi mereka tidak menjamin kami UAS sampai selesai, takutnya pas di tengah-tengah UAS ada pemilik kelas yang masuk. 

Dosen pun datang, dan mulai mempertanyakan di mana kelasnya, tentu jawaban kami belum dapat. 

"Kita hari kamis aja dah, atau Online?" Tanya Dosen kepada kami yang masih bingung mendapatkan kelas kosong.

"Janganlah Pak. Kami sudah semangat mau mengikuti UAS hari ini." Jawab teman-teman yang lain, dibalik kata-katanya kami paham pingin cepat kelar dan hari kamis bisa cosplay pulang. 

Harapan kami terakhir tertuju kepada gedung satu lagi. Tanpa banyak tanya kami otw ke sana dan Alhamdulillahnya dapat kelas, berbondong-bondonglah ke sana. 

Tapi sayang, pas kami masuk Dosen tidak mau memberikan soal UAS, karena tidak ada infokus buat menampilkannya. 

"Yah, nggak berfungsi infokus-nya. Kita online aja yah?" Tanya Dosen kepada kami.

"Janganlah pak, kami sudah jauh-jauh ke sini." Keluh yang lain. 

"Ya, gimana mau menampilkan soal-soalnya kalau infokus-nya nggak berfungsi."

"Kan bisa di kirim lewat WA, Pak." 

"Nggak bisa dah. Nanti malam jam lima shubuh bapak kirim biar ketahuan siapa yang sering bangun Pagi. Deadline-nya jam 6 harus selesai."

Mendengar hal itu, banyak perdebatan-perdebatan. Ada yang ngeluh, ada yanÄ£ terus speak up, ada yang sibuk memikirkan si dia sambil ngupil (ini gue haha). Keputusan tetap diselenggarakan online, nanti akan di kirim pukul lima shubuh. Anjay juga yah. 

Gue nggak langsung pulang, karena kepala gue tiba-tiba pusing lagi, dan ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Pertama, gue masih mencari tahu, apa hikmahnya yang gue dapat setelah jauh-jauh dari rumah datang ke kampus, tapi tiba-tiba UAS nggak jadi? Dan kedua, perihal angkatan yang masih belum bebas main sirkel-sirkel-an, etdah. 

"Sekarang gue mau nanya, ini kumpulan kita mau disebut seriusin nggak atau hanya sebatas kumpulan aja?" Tanya gue kepada yang lain. 

"Ngapain di seriusin sih, Co. Salma aja tuh." Jawab teman gue becanda. Dalam hati gue jawab, inginnya gitu tapi gue mau fokus belajar dulu dah. 

Setelah rapat panjang lebar, keputusan menetapkan akan menjadi kumpulan biasa saja, tidak sesuai dengan apa yang gue harapkan. Gue sih it's okay aja menerima lagian gagasan yang gue pikir benar belum tentu tepat dalam kecamata mereka, yang penting gue sudah mengutarakan tidak hanya diam memendam. 

Tadinya harapan gue tuh begini. Kumpulan itu disulap menjadi komunitas sehingga menjadi wadah untuk berkembang biak bagi anggota-anggotanya. Jadi nggak hanya ngumpul haha-hihi doang, lantas menjadi bahan perbincangan para kating dan teman angkatan. Gue nggak tahu dah kenapa setiap ngumpul rasanya nggak bebas, kayak dilarang punya sirkel gitu. Berikut gue tampilkan apa yang gue harapkan sebelumnya. 

Nama grup Barisan Para Jomblo Sukses (BPJS) dirubah menjadi Komunitas BPJS, untuk jomblo-nya diganti menjadi apa sesuai kesepakatan. Ketua, sekertaris dan bendahara harus ada. Landasan hukumnya terdapat dalam undang-undang 45 pasal 28 E point ketiga yang menyatakan bahwa, setiap warga negara mempunyai hak untuk berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat. Dan masih ada beberapa lagi, termasuk landasan geografis, idiil dan lain sebagainya. Gue sudah rancang itu dalam pemikiran. 

Bentuk komunitas bersifat independent, bukan anak dari organisasi, himpunan, dan partai manapun. Sifat komunitas, aktif reaktif dan responsif terhadap isu-isu kampus jurusan masing-masing. Idealnya dalam kecamata gue sih ingin menjadi oposisi bagi himpunan masing-masing biar kece gitu. Karena jujur dah, himpunan tanpa ada oposisi pergerakannya minim hanya seremonial doang. 

Program-programnya ada goes to school, PKBM, TBM, Masyarakat, dan ke pihak yang lain, agar kita kayak akan wawasan. Biar nggak hanya belajar di kampus doang gitu. Untuk pembinanya ada satu Ustad DKM Masjid setempat yang tinggal dipinta kesediannya menjadi pembina, bila tidak bersedia tinggal mencari lagi, apa susahnya sih. 

Semua itu tidak sesuai yang gue harapkan. Gue nggak kecewa apalagi jengkel, karena dari awal sudah mempersiapkan beberapa opsi bila ditolak harus menerima dengan lapang dada. Tadinya sih kalau terbentuk seperti yang gue bayangkan, kumpulan kami tidak lagi menjadi omongan. Dan, menjadi wadah yang tepat bagi kami, bahkan maba angkatan 2024. 

Karena gue perhatikan kaderisasi mulai dari Bem dan himpunan tidak benar-benar membentuk anggotanya buat berkiprah dan action terhadap isu-isu sekarang, seremonial doang gitu. Tetapi bagaimana pun juga kembali lagi, kita hanya bisa sebatas merencanakan, kalau usulan ditolak cari gagasan baru sebelum nanti di semester selanjutnya gue benar-benar nekad terjun ke jalan menyuarakan aspirasi dan kebebasan berpendapat yang masih belum bebas di lingkungan kampus.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement