Hari Ke Seratus Lima Puluh Tiga Ngampus

Foto Ubad, Donal dan Mirza
"Kalo mau wawancara orang, ajak ngobrol topik yang ringan dulu, baru selipkan beberapa point yang ingin dipertanyakan." Kata Yasya kemarin, yang terus terngiang-ngiang dipikiran. Ditambah gue lagi buku Filsafat Pendidikan Non Formal, makin ramai aja tuh isi kepala gue. Menyala pokoknya.

Hari Ke Seratus Lima Puluh Tiga Ngampus, mata kuliah hanya ada satu, yaitu Perencanaan program Pendidikan Non formal. Biasanya mata kuliah ini dilaksanakan pada hari selasa, berhubung Bu Dosennya mau pindah hari, ya udah mau tak mau kami harus menuruti. Lagian jadwal awalnya juga dilaksanakan hari kamis.

Gue berangkat dari rumah jam Sembilan lewat, lumayan mepet sih, tapi gue berharap tidak akan telat. Di tengah perjalanan, gue baru buka WA, lalu ke grup kelas siapa tahu ada informasi dadakan yang penting. Dan elo tahu ada informasi apa? Mata kuliah yang seharusnya dimulai pukul Sepuluh siang, ini diundur jadi jam sebelas. Kocak kata gue, tahu gitu mah tadi gue santai dulu di rumah cuy, yeah ngopi dulu minimal sambil berbincang dengan pikiran sendiri.

Sepanjang diperjalanan, gue hanya melamun memikirkan isu-isu pendidikan di sekitar yang belum sepenuhnya melekat dalam diri setiap insan. Kalo pendidikan itu sudah melekat dalam diri, secara tidak langsung menjadi behavior bagi diri sehingga meresponnya dengan tindakan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Buset dah, berefek banget nih buku yang gue baca terhadap cara pandang.

"Kok belum pada masuk, Co?" Tanya gue kepada teman-teman yang beda kelas, yeah mereka sedang berkumpul di luar kelas. Gue mengintip ada satu kelompok yang sedang dijui oleh dosen, mempresentasikan pembahasan yang entah itu apa.

"Udah tadi. Jadi, sistemnya kita per-kelompok yang sudah dibagi mempresentasikan hasil dari oberservasi. Lalu diuji dengan pertanyaan oleh Bu dosen." Kata mereka, yang gue balas terima kasih. Dan pergi mencari kelas kosong untuk menyepi sambil mempersiapkan diri presentasi.

Hening. Itulah yang gue rasakan ketika masuk kelas, yang alhamdulillahnya kosong. Gue kembali membaca buku tersebut, agar menghilangkan rasa penasaran. Beberapa menit kemudian, ada seseorang masuk, siapakah dia? Naufal Annas. Setelah sedikit basa-basi, kami tenggelam dengan aktifitas masing-masing.

"Kenapa elo nggak mengajak orang lain untuk diskusi?" tanya gue kepada diri sendiri, yang makin dilema dengan isi-isi yang tercantum di buku. Okay, gue tanya si Annas aja dah.

"Woi, Nas. Elo lebih milih yang mana, kurikulum pendidikan yang sering diganti ketika ganti menteri atau tetap satu tapi berkelanjutan?" Tanya gue kepadanya.

"Menurut gue, lebih baik diganti-ganti kayak sekarang dah. Pertama, bentuk dari adaptasi berubahnya zaman. Dan yang kedua adalah setiap orang kan mempunyai pandangannya masing-masing, jadi itu sah-sah aja. Yang penting anggarannya transparan." Jawabnya.

Ketika kami sedang diskusi, datanglah Febi dan Anah, lalu gue mengajaknya untuk diskusi. Buset, makin seru aja tuh. Dalam hati, gue berkata ternyata benar apa yang disampaikan oleh Yasya, mengobrol dulu dengan topik-topik santai, jangan bilang ingin wawancara. Yeah, itu benar sekali, buktinya diskusi berjalan dengan lancar, padahal ini adalah bentuk dari wawancara wkwk.

Anas dan Febi keluar kelas, masuklah si Ani yang kembali kami ajak untuk diskusi isu-isu seputar dunia pendidikan. Sepanjang diskusi gue banyak mendengaarkan ketimbang mendominasi pembicaraan, yeah gue memposisikan diri sebagai moderator yang mengatur jalannya diskusi. Meskipun kami bertiga, apa yang kami bahas cukup berkualitas, malahan mereka pada antusias ketika topik berganti-ganti.

(Topik soal diskusi dengan mereka, sedang gue proses)

"Elo kerja kelompok juga kagak, tiba-tiba ingin minta power point text, lalu dapat nilai, enak amat loh!" Semprot Cia kepada gue, lalu pergi dengan Caca meninggalkan gue.

"Terima kasih ya, Co. Akhirnya ada yang membalasnya lewat orang lain, apa yang gue rasakan selama ini." Kata Yasya dengan raut muka yang bahagia, yeah gue tahu maksudnya apa, jadi santai aja dah.

Sekilas soal ini, jadi kronologinya adalah gue satu kelompok dengan Cia dan Caca untuk observasi ke Lembaga Pendidikan Non Formal. Ketika mereka observasi mendadak banget mengajak gue untuk ikut, kebetulan gue lagi ada kegiatan Webinar jadi nggak bisa membersamai. Jujur dah, gue kira pada saat diajak untuk wawancara ke Dinas Pendidikan menjadi perwakilan kelompok meminta Juknis Media Pembelajaran Pendidikan non formal, eh ternyata observasi cuy.

Besoknya gue tanya tuh kepada mereka, apakah sudah observasi? Sudah katanya. Kaget dong gue cuy. Gue tanya soal yang lain, apa yang harus gue kerjakan, ya kali gue numpang nama doang, lalu dapap nilai. Setiap gue tanya, respon mereka tetap, sudah ada aman. Ya udah, gue nggak mau mengemis terlalu lama, harga diri cuy. eh, ending-nya gue kena semprot, apakah gue menerima? Tentu. Gue sih bodo amat terhadap hal itu, malahan selama kena semprot, gue hanya diam dan tersenyum menyadari betapa konyolnya gue. Yeah, dalam diam itulah gue mikir pasti ada pelajaran besar yang gue dapatkan dari peristiwa ini.

Pelajaran yang gue dapat salah satunya adalah, tetap tenang ketika berada di lingkungan yang tidak mendukung untuk berkembang. Tenang aja, sambil mencari strategi diam-diam untuk terus berkembang tanpa muncul di permukaan. Yeah, harus balance antara di permukaan dan di kedalaman biar cepat tercapai tanpa ada embel-embel cemas atau malu berbeda dengan orang lain. Yeah, begitulah.

Di hari kali ini, gue baru sadar ternyata lumayan padat. Pertama, gue ikut acara workshop yang diselenggarakan oleh Jurusan Sejarah, biasa gue diajak lewat relasi wkwk. Kedua, kumpulan kelompok PKM Riset Soshum. Ketiga, mentoring Lsp yang kembali tidak jadi. Keempat, yasinan bareng di Kasunyatan, ending-nya gue ketiduran dengan nyenyak sehingga jadi bahan candaan. Dan terakhir, ikut rapat fiksasi acara Milad Jurusan bersama Himpunan.  

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement