Hari Ke seratus Lima Puluh Dua Ngampus

Foto saat MK pembelajaran transformatif
"Kita ini harus cerdas, Co. Dalam mengajak orang lain untuk diwawancara. Kuncinya ngajak ngobrol dulu, lalu selipkan daftar pertanyaan wawancara itu." Semprot Yasya, ketika gue lagi fokus memolototi layar Leptop, mengerjakan tugas Vidio Scrip.

"Iya nih kocak, kalo ngobrol bahasnya yang berat mulu." Tambah Mirza, yang membuat gue diam memperhatikan mereka sambil bertanya polos menggoyangkan lengan ke depan sambil bilang, iya kah?

Gue diam teringat tulisan yang ada di website Quora, bahwa mayoritas orang Indonesia tidak menyukai obrolan yang berat karena malas berpikir, ternyata itu benar. Meminjam kata Dr. Fahrudin Faiz, setiap hari mereka berfilsafat, tapi dengan kesadaran penuh mereka bilang, tidak. Yeah begitulah.

Hari Ke Seratus Lima Puluh Dua Ngampus, mata kuliah ada tiga yaitu: Pembelajaran Transformatif, Media dan Sumber Belajar, serta Patologi sosial. Hari yang full mata kuliah, dan bobonya tiga sks semua lagi, ngerih-ngerih gimana gitu wkwk.

Mata kuliah pertama, pembelajaran transformatif dilaksanakan secara offline di kelas. Hanya presentasi mandiri tanpa didampingi oleh Dosen. Awalnya gue mengira ada, ternyata tidak cuy! Soalnya kalo ada bisa dipastikan nggak bakalan masuk ke kelas, soalnya telat datang.

Presentasi hanya formalitas doang membahas tentang modul-modul pembelajaran yang dibuat. Sempat gue berkomentar, mengapa tidak ada sesi tanya jawab karena kebetulan gue juga mau bertanya, eh teman-teman yang lain kompak bilang, bahwa ini bukan sekedar presentasi tapi lagi memperaktekan modul yang sudah dibuat oleh kelompok. Yeah, begitulah.

Mata kuliah kedua, Media dan Sumber Belajar tidak ada perkuliahan karena Dosennya lagi ada kegiatan di luar, untuk gantinya memberikan tugas mandiri. Yeah membuat vidio scrip perkenalan diri dan menjelaskan kegiatan keseharian kita. Awalnya gue kira susah, ternyata yeah lumayanlah.  Ketika gue membuatnya, lalu memperhatikan lebih dalam  terkait kegiatan keseharian ternyata cukup produktif juga, jadi gue harus konsisten melakukannya.

Mata kuliah ketiga, Patologi sosial dilaksanakan secara offline. Pembahasannya seperti biasa seputar hal-hal yang abnormal di masyarakat. Bahkan isu-isu yang sedang ramai di medsos terkait selesainya kepemimpinan Pak Jokowi sebagai Presiden di Indonesia. Pesan yang menarik dri apa yang disampaikan oleh Dosen adalah, elemen-elemen pendidikan harus bisa masuk di ranah-ranah publik bahkan media sosial untuk memberikan edukasi sekaligus peringatan keras agar tidak terjadi hal-hal yang menyimpang di masyarakat itu sendiri.

Oh yah, gue masih kepikiran soal mengapa orang Indonesia ada sebagian yang skeptis atau tidak menyukai terhadap obrolan-obrolan yang berat. Pertama, bisa jadi malas berpikir. Kedua, tidak mempunyai kepentingan di ranah itu. Dan yang terakhir, nggak mau ribet yang padahal tanpa disadari membunuh daya kritisnya.

Menurut kecamata gue, orang-orang tidak menyukai obrolan berat itu paradoks cuy! karena kalau kita berpikir secara rasional, obrolan itu berat. Kalo nggak berat, nggak mungkin ada perdebatan, nggak mungkin ada janji manis hasil dari rencana yang matang, dan nggak mungkin pas jadi calon mau terjun ke masyarakat, padaahal itu hanya formalitas semata. Yeah, begitulah. 

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement