Sumber foto hasil observasi kedua
“Kita meraih kemerdekaan, sejatinya karena semangat nasionalisme yang melahirkan persatuan. Itu dulu, tetapi sekarang saya kadang merasa resah melihat semangat nasionalismesmenya mulai surut di setiap perilaku anak-anak muda.” Ucap Pak Tedy, Ketika kami wawancarai tentang kondisi social Masyarakat se-tempat.
“Kenapa Bapak mempunyai pemikiran seperti itu?” Tanya Kami
“Saya sering memperhatikan saja perilaku anak Muda di Komplek ini dan beberapa tempat lainnya. Di mana bersosial lebih didominasi oleh para Bapak-bapak, kebanding anak Muda. Padahal sudah seharusnya anak muda ikut membersamai, bukan sibuk memainkan gawai.”
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa keresahan ini sudah lama dipendam, sampai akhirnya bisa tersampaikan. Dan ia berharap bahwa keresahan yang disampaikan dapat dijadikan sebagai bahan kajian oleh kami, untuk Kembali menciptakan ruang-ruang yang membuka cakrawala betapa pentingnya persatuan.
Kemarin, sekitar lima belas hari gue bersama teman-teman kelompok mendapat tugas dari salah satu mata kuliah di kampus, untuk observasi ke lapangan tentang kondisi social Masyarakat dalam aspek pembangunan dan komunikasi. Kelompok yang lain, mencari tempat yang cukup jauh dari Kampus, sedangkan kelompok kami lebih memilih yang terdekat. Bukan karena malas sih, melainkan menarik untuk dikaji, ada masalah apa di dekat lingkungan Kampus dari aspek yang ditugaskan tersebut? Tanpa berdiskusi panjang, kami pun menyepakatinya.
Menurut penuturan dari teman Kelompok, tempat yang menjadi objek observasi cukup strategis, karena lebih mudah saja mendapatkan responden, dia sering melihat ada bapak-bapak pensiunan kumpul bareng sambil bernyanyi. Kami pun berangkat ke tempat tersebut, yang ternyata sayangnya tidak kami temukan Bapak-Bapak yang kumpulan, bahkan mencari secara random pun belum mendapatkannya. Di saat hampir putus asa, kami pun berpencar, bila mendapatkan responden tinggal berkabar di grup kelompok.
Iseng-iseng gue pergi ke Mushola untuk nyantai dulu, qodarullah ada bapak-bapak yang keluar, tanpa berpikir panjang gue mendatanginya sambil meminta kesediaannya untuk diwawancarai. Itulah Pak Teddy, yang secara tidak langsung memberikan wejangan untuk kami kaji, yaitu soal nasionalisme. Mendengar keresahannya membuat kami berpikir bahwa, kondisi social di tempat observasi tersebut dipandang dalam aspek yang luas, itu sudah terjadi di beberapa tempat, hal ini disebabkan karena dua hal, diantaranya:
Pertama, Menurut Irhandayaningsih dalam (Eta Yuni Lestari et al., 2019) ada banyaknya budaya asing yang masuk ke Negara kita, berakibat banyaknya generasi muda yang lupa akan budaya sendiri, sehingga menganggap budaya asing sebagai budaya yang lebih modern bila dibadingkan budaya sendiri. Akibatnya, nilai-nilai luhur yang dianut sebelumnya banyak diabaikan oleh sebagian besar generasi Muda. Dari pernyataan yang disampaikan oleh Irhandayaningsih dapat disimpulkan bahwa dengan gencarnya budaya dari luar, membuat terpedaya sampai lupa akan budayanya sendiri.
Kedua, menurut Yani dalam (Eta Yuni Lestari et al., 2019) ada factor internal, diantaranya: (1) Pemerintah pada zaman reformasi yang jauh dari harapan para pemuda, sehingga melahirkan kekecewaan. (2) Sikap keluarga dan lingkungan sekitar tidak mencerminkan sikap nasionalisme, sehingga pemuda menirunya. (3) Demokratisasi yang melewati batas etika dan sopan santun telah menimbulkan frustasi di kalangan Pemuda sehingga hilangnya optimisme, yang berdampak pada sifat malas, egois serta emosional. (4)Tertinggalnya Indonesia dengan Negara lain dalam segi kehidupan, sehingga membuat para pemuda tidak bangga akan bangsa sendiri.
Dari factor internal, menurut gue yang dapat diperbaiki oleh setiap orang adalah, menciptakan sikap yang mencerminkan nasionalisme terhadap apa yang dimiliki sekarang. Contohnya, kita sebagai mahasiswa maka harus bangga sekaligus belajar dengan serius, sehingga terjadinya perubahan sikap atau perilaku, dan dari perubahan sikap itulah akan menjadi dijadikan contoh oleh orang lain, bila kitanya berpengaruh. Lah, kalo kita nggak berpengaruh gimana? Ya, bakalan ditiru sama keluarga. Lah, kalo nggak punya keluarga gimana? Ya, intinya gitulah hehe.
Itulah dua teori yang gue temukan, selebihnya belum gue riset lagi secara mendalam dari beberapa teori para ahli. Membedah kata ‘Nasionalisme’ secara umum dari berbagai perspektif membuat gue berpikir, bahwa ternyata mulai dari hal terkecil seperti merasa salah masuk jurusan, tidak bangga masuk kampus non impian, ditinggal pas lagi sayang-sayangnya hehe, dan sejenisnya itu akibat dari menurunnya rasa nasionalisme. Gue juga berpikir bahwa apa yang disampaikan oleh Pak Tedy, menjadi misteri yang harus gue pecahkan lebih dalam untuk memperkaya wawasan. Yeah, begitulah.
Referensi
Eta Yuni Lestari, Miftahul Jannah, P. K. W. (2019). MENUMBUHKAN KESADARAN NASIONALISME GENERASI MUDA DI ERA GLOBALISASI MELALUI PENERAPAN NILAI-NILAI PANCASILA Eta. ADIL INDONESIA JURNAL VOLUME, 1(1), 20–27.
0 Komentar