Perihal Debut Menjadi Instruktur Lokal di Leadership Basic Training PII

Bersama loka leader air
"Ketika saya ditunjuk menjadi Inlok, saya hanya diam merenung. Tidak menyangka aja, karena secara kualitas merasa belum mampu." Kata Ketum Ikhsan, ketika mengutarakan keresahannya dulu, di LBT Kota Serang akhir tahun 2021.

Kami yang mendengar hanya terdiam, ketika jarang membaca menjadi alasannya. Yeah, Inlok idealnya memang seperti itu. Karena selama training itu menjadi Role model yang akan ditiru oleh warga belajar.

"Gimana, kamu siapkan menjadi Instruktur Lokal?" Tanya koordinator tim kepada gue, untuk yang kedua kalinya.

Gue hanya terdiam, mengingat kata-kata itu. Dan menyadari bahwa gue belum mengetahui apa-apa.

Debut menjadi instruktur lokal menurut gue adalah suatu hal yanh tidak disangka-sangka bakalan berhasil. Karena secara jam terbang, pengetahuan dan persiapan belum maksimal. Tapi yeah, itulah organisasi PII, kalo elo ragu-ragu dengan alasan tak logis, siap-siap aja jadi kandidat kuat. Yeah, kuat menderita wkwk.
Perjalanan naik kereta ke Stasiun Cilegon
Gue berangkat ke tempat lokasi, naik kereta. Yeah, itu adalah kali pertama naik kereta sendirian. Sebelumnya, pada malam hari, gue sibuk mencari tutorial bagaimana memesan tiket kereta, naik kereta, turun naik kereta haha, dan lain-lain. Kocak emang, tapi itu beneran cuy.

Elo tahu, selama gue di dalam kereta, gue melihat goagle maps agar tahu kapan turunnya wkwk, bahaya banget kan kalo tiba-tiba gue turun di Merak, bisa-bisa tembus ke Lampung nanti. Yeah, terlepas dari itu semua gue bersyukur bisa berani menjalani ini semua, meskipun kata orang-orang menilainya katro banget! Respon gue sih simpel, bodo amat!

Gue teringat momen-momen di mana Kota Cilegon secara tidak disadari, menjadi salah satu Kota yang identik dengan perubahan. Pasalnya, gue melakukan hal-hal yang di luar nulur dimulainya di Kota ini cuy. Oleh karena itu, gue membuat status WA tentang Kota Cilegon ini, terkait isinya sih sudah tidak berlaku lagi wkwk.

Turun dari Stasiun Kereta Kota Cilegon, gue berusaha untuk bersikap santai. Banyak bapak-bapak yang menunjuk ke gue dan lainnya sambil bilang, Ojek! Ojek! Dalam hati gue ketawa, kocak bat dah, gue itu manusia pak! Bukan ojek haha. Cara memanipulasi yang dilakukan oleh Agus Buntung, membuat gue awas terhadap pergerakan orang-orang, agar gue terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

Singkat cerita, gue datang di lokasi training. Dan yeah, Koordinator Tim kembali meyakini gue untuk menjadi instruktur Lokal. It's okay, gue terima itu, perihal hasilnya maksimal atau nggak bodo amat. Toh, lagian ajaran dari organisasi PII itu sendiri juga orientasinya menjunjung tinggi kepada proses, bukan hasil.
Materi Sirah Nabawiyah oleh Kanda Bamas
Di Pagi hari, ketika gue mau masuk lokal untuk kontrak komitmen dengan peserta, diri gue sedikit diselimuti oleh ketakutan. Meskipun berkali-kali gue memberi afirmasi untuk tetap santai, rekan-rekan tim melihat muka gue katanya kayak tertekan wkwk, lalu Koordinator tim dan instruktur yang lain memberikan gue arahan agar tetap santai.

Ketika masuk ke lokal, panas bat dah suasananya, karena AC-nya mati. Gue mengisi kontrak komitmen itu dari jam delapan sampai jam sebelas cuy! Yeah, sekitar empat jam lewat wkwk. Catatan dari pengawas terhadap apa yang gue lakukan itu, belum menguasai panggung, monoton, dan suka nge-blank. Yeah, selama evaluasi itulah gue mulai percaya diri, bersikap santai dan ketawa ngakak terhadap apa yang sudah gue lakukan di lokal.

"Santai aja mukanya, Daim. Kayak terbebani banget." Kata gue ke pengawas lokal

"Pasti dia kepikiran laporan." Kata yang lain menanggapi.

"Hm... apa muka saya ketika pas pagi hari kayak begini yah?" Tanya gue ke yang lain, sambil melihat rekan tim yang terbebani itu.

kami pun tertawa ngakak, apalagi gue, teringat muka gue pas pagi ternyata dilihatnya seperti itu hehe.
Bersama rekan-rekan Tim
Menurut apa yang gue alami, selama menjadi Instruktur Lokal, itu gila banget dah. Elo bayangin, ketika masuk ke lokal durasi waktunya memberikan materi rata-rata dua jam, bahkan bisa lebih. Kocak banget cuy hehe. Gimana nggak stres coba, sudah mah memikirkan penyampaian materi, juga harus bisa mengelola waktu agar pas dua jam. Kalo lebih, itu bagus.

Tapi jujur dah, selama gue masuk lokal gue nggak mau pusing memikirkan nanti di kelas akan terjadi apa, gue hanya cukup memahami materi lalu otw ke lokal, apa pun yang terjadi bodo amat. Dan Alhamdulillanya lancar-lancar aja, tiba-tiba gue dapat ilham untuk menyampaikan inilah-itulah ide-ide yang sebelumnya tidak terpikirkan, padahal itu dadakan. Tentu gue percaya itu datangnya dari Allah SWT, maka dari itu gue sangat berterima kasih sekali kepada-Nya.
Yeah, lokal leader air
Ada satu momen di mana para peserta menceritakan dirinya lebih dalam, agar adanya ikatan emosional terhadap antar peserta, dan ini sifatnya privasi, hanya kami saja yang mengetahui. Adanya materi ini, mengingatkan gue kepada Mardigu WF ketika mengikuti pelatihan Mindset seorang pebisnis. Di mana di sana ada juga materi ini. Tapi yeah, mungkin teknis dan orientasinya yang berbeda. 

Mengetahui latar belakang dari semua peserta, membuat gue iba sekaligus tertampar untuk terus belajar tanpa merasa puas, karena dibanding dengan pengetahuan dan pengalaman mereka, gue tidak ada apa-apanya. Masya Allah, dan kocaknya bisa-bisanya gue menjadi instruktur mereka wkwk.

Dari menjadi instruktur lokal dadakan, membuat gue sadar betapa pentingnya kita membaca buku, agar membuka cakrawala, betapa tidak tahunya apa-apa. Materi-materi yang gue sampaikan tidak maksimal, biarlah menjadi bahan evaluasi ke depan agar tidak mengulangi lagi.

Berikut nama-nama peserta lokal leader air: Alfin, Nazwan, Nanang (Fais), Qiyam, Faal, Ali, Rafli, Hirzi, Damar, Arya, Cila, Tia, Solihah, Ratna, Uul dan Ila. Itulah, orang-orang yang selama lima hari belajar bersama gue, mengarungi dan mentafakuri kekuasaan-Nya.

Oh yah, momen paling kocak adalah ketika di hari akhir. Jadi ceritanya begini, di pagi hari koordinator tim menyuruh gue buat bangun untuk masuk lokal mengisi materi tentang Sejarah PII. Karena gue belum mandi, ya udah gue minta izin untuk mandi dulu. Rasa kantuk masih menyelimuti, yeah efek begadang membimbing peserta membuat gue malas masuk lokal, tentu ini tidak seharusnya gue lakukan, elo tahu kenapa? Melanggar kode etik sebagai instruktur.

Diperjalanan, pikiran gue merancang alur materi yang akan disampaikan nanti akan bagaimana saja, tak lupa gue mencoba mengingat materi-materi yang pernah gue dapatkan di LAT dan PID. Iseng-iseng ketika masuk ke Masjid, gue tiduran sambil terus mempersiapkan alur materi, eh kocak tiba-tiba ketiduran haha.

Saat sedang nyenyaknya tertidur, insting gue mengatakan ada yang aneh. Dan elo tahu itu apa? Ketika gue membuka mata, ada dua orang yang sedang duduk manis dengan tulusnya, dua orang itu adalah, Nazwan dan Ila.

"Kak, maaf mengganggu, kami semua sudah siap dan menunggu kakak untuk masuk ke Lokal." Ucap mereka merasa bersalah.

"Oh iyah, maaf kakak ketiduran. Kakak mandi dulu ya." Kata gue yang langsung di-iyakan oleh mereka.

Elo tahu apa yang gue pikirkan sejak dari peristiwa itu?

Jujur gue merasa bersalah sekali. Tetapi walau bagaimana pun juga, gue harus bersikap profesional, jangan kebawa perasaan. Maka dari itu, di depan gue tetap bersikap biasa-biasa saja, menghibur rekan-rekan tim dengan lelucon-lelucon kocak, pas di belakang layar menangis dengan kesalahan itu.

Puncaknya adalah ketika evaluasi instruktur bersama para peserta, gue hanya terdiam sambil meneteskan air mata mengingat kesalahan-kesalahan yang telah gue lakukan sebagai Instruktur di tempat training. Sambil melihat muka para peserta satu persatu, gue bilang ke diri sendiri.

"Nggak apa-apa kita kurang maksimal kali ini, toh namanya juga perdana. Toh, semuanya butuh proses. Elo sudah berjalan sejauh ini, sudah hebat kok. jadi, biarlah."

Lalu gue pergi ke Masjid untuk mengambil Wudhu. Elo tahu apa yang gue rasakan setelah itu? Tenang sekali, Splash! Apa yang sedang gue pikirkan seketika kayak hilang aja gitu. Barulah setelah itu gue kembali masuk untuk ikut evaluasi.

Ada dua pendapat yang gue dapat dari para peserta, karena memang mau dilanjut terpotong oleh waktu Shalat Ashar. Yaitu adalah, muka gue seram jadi cobalah untuk rileks. Dan metode pembelajarannya kaku atau monoton jadi terkesan membosankan. It's Okay, gue menerima itu. Tapi untuk muka gue yang katanya seram, wish! Kocak banget dengarnya cuy.

Mungkin, karena muka gue dianggap seram, para peserta ada yang memanggil gue Pak atau Pak Ustadz. Yeah, memanggil kakak hanya pas hari-hari akhir saja. Mendengar dipanggil Pak atau Pak Ustadz kadang membuat gue ngakak, kok bisa gitu wkwk. Yeah, begitulah.

Gue pulang duluan, tidak ikut penutupan. Karena waktunya mepet dengan jadwal keberangkatan kereta. Akhir tahun, pikiran ini terlintas ketika melihat membludaknya para penumpang di dalam kereta. Yang membuat gue jengkel adalah, para penumpang ada beberapa yang asal menduduki kursi, padahal kan sudah dibagi.

Seperti halnya kursi tempat gue duduk, sudah ditempati oleh Ibu-ibu. Pas gue bilang kepadanya, katanya dia dapat gerbong sebelah sedangkan keluarganya ada di gerbong ini. Jadi pas konfirmasi ke Petugas, boleh pindah asal konfirmasi dulu ke orang yang punya nomor tersebut. Hm... mendengar hal itu gue semakin jengkel, tanpa berpikir panjang gue tetap teguh kepada pendirian untuk bilang, tidak! Toh, lagian gue sudah punya datanya, sudah bayar juga, kalo berbuntut panjang gue siap membela diri.

Akhirnya, setelah gue tetap berdiri menyuruhnya pergi, Si Ibu mengalah dan pindah ke kursi sebelah bersama keluarganya. Dalam hati gue senang, yeah gue sudah bisa bersikap tidak kepada orang-orang. Karena kalau selalu 'Iya' kita akan selalu membohongi diri. Yeah, begitulah.  

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement