Menciptakan Produktifitas Perlu Visi Yang Mendasar

Foto bareng Devi, Salma dan Iis
"Bagaimana cara meciptakan produktifitas?" Tanya Devi pada waktu di kelas, setelah selesai Pembelajaran.

Gue berpikir sejenak, mencari kata yang tepat untuk menjawab. Berhubung di samping ada Yasya juga, gue memintanya untuk menjawab duluan.

Perihal menciptakan produktifitas, menurut kecamata Yasya harus dimulai dari lingkungan pertemanan dulu, apakah berkualitas atau tidak? Sedangkan gue berpandangan berbeda, bahwa menciptakan produktifitas itu harus dimulai dari alasan yang mendasar dulu agar motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik-nya bisa balance.

Bicara soal produktiitas. Jujur sebenarnya, pertama gue ketika ditanya oleh Devi cukup terkejut gitu, nggak menyangka aja. Apalagi pas dia bilang, melihat kegiatan-kegiatan gue sangat produktif, itu membuat dia sedikit termotivasi biar kualitas dirinya tidak stuck. Kedua, posisi gue lagi diskusi santai sama Nabila dan Sri Devi (namanya sama) tentang pasangan yang berkualitas. Jadi, pikiran gue belum sepenuhnya sinkron. Tetapi gue akui itu pertanyaan yang seru untuk diperbincangkan.

Terkait lingkungan pertemanan dalam menciptakan produktifitas dari persepektif Yasya, gue mengerti maksudnya ke mana. Tetapi, kalau kita hanya berpacu kepada lingkungan untuk berubah, kita akan stuck. Kecuali, sambil mencari lingkungan baru. Karena masalahnya adalah, kebanyakan orang sering mengeluh soal lingkungan yang tidak mendukung.

"Aih, nggak baik banget nih lingkungan. Andai lingkungan gue kayak orang-orang, mungkin sudah berkembang."

"Tuhan nggak adil! Kenapa menempatkan gue di lingkungan yang seperti ini!"

"Wajarlah orang lain sukses, toh lingkungkannya juga  mendukung banget."

Itulah kata-kata yang akan keluar dari mulut seseorang, ketika ingin berubah berpacunya pada lingkungan saja. Oleh karena itu, untuk mengantisipasinya kita harus segera memutuskan untuk keluar dari zona itu. Kalau pun misalnya mau bertahan, ya harus menerima konsekuensinya. 

Gue teringat ketika mentoring di Lingkar Study Pekanan (LSP) Kampus, saat membahas lingkungan. Sebagian ada yang berpandangan bahwa kalau kita berada di lingkungan yang tidak mendukung harus keluar, untuk mencari lingkungan baru. Dan sebagian lagi berpandangan bahwa nggak apa-apa tetap berada di lingkungan tidak mendukung, asalkan kita punya prinsip yang kuat, syukur-syukur bisa ngajak taubat.

Dari dua pandangan tersebut, gue menyimpulkan bahwa untuk memutuskan standing position kita mau di mana antara tetap bertahan atau keluar di lingkungan tidak mendukung, harus mempunyai prinsip yang kuat agar tidak terombang-ambing dalam menerima kenyataan.

Sedangkan persepektif gue terhadap menciptakan produktifitas itu ada tiga. Pertama, dimulai dari diri sendiri dulu. Dengan cara bertanya lebih mendasar mengapa saya harus berubah? Apa yang harus saya lakukan? Dan lain sebagainya. Di tahap ini pastinya motivasi intrinsik (dalam diri) lagi naik, sehingga menarik motivasi ekstrinsik (Luar diri) untuk bangkit. Maka dari itulah, perlu yang namanya manajemen yang baik, agar ketika keduanya surut atau mungkin salah satunya, kita bisa mengantisipasinya.

Kedua, buat rencana apa saja yang ingin dilakukan dalam satu hari. Yeah, fleksibel aja jangan kalau dalam satu hari itu tidak dilakukan, menyalahkan diri dan sejenisnya, calm aja, yang terpenting pastikan besoknya kembali melakukan sesuai rencana.

Ketiga, buat target dalam sehari itu sesuai kebutuhan. Contohnya gue tuh ingin mahir berkomunikasi, ya gue tentukan maksimal harus berbincang dengan tiga orang atau minimal satu orang untuk berbincang santai, terserah mau basa-basi kek, yang penting target terpenuhi.

Ketiganya akan berjalan ketika nomor satu tadi sudah terselesaikan. Karena dari situlah awal lahirnya visi untuk bisa produktif. Tentunya kalau kita cari di beberapa media ada banyak turorialnya, tapi yeah dari yang gue alami sih begini caranya. Sehingga membuat hari-hari gue penuh warna deadline hehe. 

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement