Bersama Yasya, Atiyah, Salma dan Mamang Cilok Pentol
"Apa yang elo lakukan ketika Mood membaca atau menulis surut?" Tanya Cika kemarin, di Kampus.
"Rebahan sambil coret-coret buku tulis atau nonton MU juara UCL, Ci."
"Kocak, mimpi kali MU juara UCL hehe."
"Yeah, lihat aja nanti. BTW, kenapa elo nanya mood nulis, Ci?"
"Hm... pertama gue lagi nggak mood nulis. Kedua, gue ketemu responden yang minta solusi untuk meningkatkan mood menulis dan membaca yang sedang surut, Co."
Gue hanya membalas senyum, sambil memberikan buku binder untuk dicoret-coret. Tanpa berpikir panjang, dia mengerti apa yang harus dilakukan
Perihal menulis dan membaca, adalah dua kegiatan yang menurut gue sangat menguras waktu. Nggak tahu yah, kalo bagi yang lain mah. Kadang gini yah, gue lagi fokus membaca buku, eh nulisnya malas cuy, tangan tuh kayak diikat sama batu besar. Sebaliknya, kalo lagi fokus nulis, ya membaca buku jadi ikutan malas, yeah kocak emang.
Berusaha untuk produktif itu susah emang, perlu perjuangan. Sejauh ini gue belum menemukan tips agar bisa balance antara menulis dan membaca, yeah yang gue gunakan mengalir aja. Karena begini, menulis dan membaca itu harus dipaksakan, bukan sebatas direncanakan saja. Terlepas membacanya hanya sepuluh halaman doang atau bahkan menulisnya hanya 200 kata doang, nggak apa-apa yang penting menulis.
Oh yah, kadang juga gue mikir ngapain yah setiap hari menulis, toh nggak ada yang membaca kok, toh nggak ada yang peduli kok, dan toh nggak ada yang nunggu kok, tapi tahu nggak sih setiap gue mikir kayak begitu tuh seperti menjadi paradoks yang berefek kepada diri gue untuk terus menulis. Bodo amat ada yang membaca atau tidak, yang penting menulis! Dan elo tahu, itu membuat bahagia cuy.
Kembali lagi kepada apa yang disampaikan oleh Cika. Apa katanya? Aktifitas yang gue lakukan ketika mood menulis dan membaca surut. Hm... sebenarnya ada banyak hal sih, cuman gue hanya senggol sedikit aja.
Pertama, gue bertanya ke lubuk hati, sedang terjadi apa ini sehingga nggak mood nulis? Kalo sibuk oleh kegiatan, gue toleransi. Kalo ada benturan antara waktu membaca dan menulis, ya, gue berusaha mencari solusi. Kedua, coret-coret buku. Selama mencoret berlangsung, gue mengeluarkan semua emosi yang sedang melanda, biar bisa rileks lagi. Biasanya di tahap ini berhasil sih. nah, kalo tidak gue beranjak kepada tahap terakhir, yaitu rehat dulu selama tiga hari atau bahkan se-minggu.
Ketika kita menulis mengandalkan mood, itu akan menghambat projek atau gagasan yang sudah kita rencanakan sedari awal, ini menurut kecamata gue yah. Gue kalo menulis di blog mengandalkan mood doang, mungkin nggak bakalan konsisten seperti sekarang ini. Meskipun gue menyadari, masih banyak kekurangannya. Tapi minimal, kita menikmati prosesnya. Untuk ke depannya bakalan seperti apa kek, bodo amat dah.
"Elo ada patokan nggak, ketika nggak mood membaca buku, minimal baca apa kek misalnya?" Tanya Cika di tengah percakapan.
"Tentu ada. Minimal membaca berita atau membaca di website qoura. Itu patokan terakhir."
"Oh, baca di quora. Kocak dah, itu selalu bikin penasaran cuy."
"Lah, emang elo juga sering penasaran sama konten selanjutnya?" Tanya gue tidak percaya.
"Yeah, Co. Pada akhirnya scrool terus sampai sadar sudah satu jam ternyata menghabiskan waktu." Balasnya dengan antusias. Dan, kami pun tertawa.
Terakhir, gue bilang kepada Cika bahwa untuk mengendalikan mood menulis atau membaca, pertama-tama temukan dulu alasan secara mendasar mengapa harus melakukan dua kegiatan tersebut. Setelah mengetahui, gue pastikan itu akan menjadi cambuk untuk terus memacu diri menambah pengetahuan-pengetahuan baru. Dan kita harus menghindari sejak dini pikiran-pikiran tentang hasil, karena itu akan menghambat kepada proses. Yeah, begitulah.
0 Komentar