Hari Ke Seratus Empat Puluh Dua Ngampus

Foto hanya pelengkap
"Apa yang mengganggu pikiran elo akhir-akhir ini, Co?" Tanya Fahri ketika bertemu di lorong kelas.

"Ada dua sih cuy. Pertama gue bingung, kenapa ya fakultas ini namanya keguruan dan ilmu pendidikan? Kenapa nggak keguruan atau Ilmu pendidikan aja? Bukankah keduanya secara hierarki sama? Ini pemborosan kata namanya."

"Iya juga yah, terus yang kedua?"

"Sama sih, kenapa namanya fakultas ilmu sosial dan ilmu politik? Bukankah sosial itu bagian dari politik? Pun sebaliknya politik itu bagian dari sosial? Ini juga pemborosan kata. Kenapa tuh, Fah? Jujur dah, ini mengganggu cuy."

"Hm... elo udah cari jurnalnya?"

Gue hanya membalas senyum, syukurnya dia mengerti. Masih ada beberapa penelitian yang harus diselesaikan, sebelum beralih ke yang baru.

Hari ke Seratus Empat Puluh Dua Ngampus, mata kuliah ada dua, yaitu: Kewirausahaan sosial dan Perencanaan Pembelajaraan Pendidikan Non Formal. Tidak seperti biasanya, mata kuliah kewirausahaan sosial dilaksanakan secara offline, kata Dosen sengaja untuk pembekalan ke lapangan observasi tentang kewirausahaan.

Dua jam menuju perkuliahan, gue mewanti-wanti diri agar tidak telat datang, apalagi mepet harus dihindari biar tidak menjadi kebiasaan. Eh, pada akhirnya gue berangkat mepet banget cuy! Kan mata kuliah dimulainya pukul sembilan pagi, sedangkan gue berangkatnya setengah sembilan, itu artinya sisa waktu hanya tiga puluh menit cuy! Jujur dah, gue panik bat.

Gue menarik nafas untuk rileks, yeah apa pun kondisinya gue harus bisa mengontrol emosi dan diri agar tetap tenang, biar stabil terus cuy! Pikiran-pikiran negatif yang terlintas, gue alihkan dengan pikiran positif se-bisa mungkin.

Di perjalanan menuju angkutan umum, gue berbincang santai dengan kakak gue membahas soal buku. Jadi ceritanya, pas gue mau naik motor ada kesepuhan kampung bertanya soal buku yang gue pegang, katanya besar banget tuh buku, bagus untuk dibaca mah, yang semangat yah belajarnya. Ya, gue jawab siap, ini hanya buku biasa.

Atas jawaban gue yang tidak tepat itulah, gue mendapat teguran dari kakak gue. Katanya, gue seharusnya tadi bersikap seperti seorang pembisnis yang men-sosialisasikan barang yang dipegang agar orang tersebut tertarik untuk membaca buku.

"Kalo ada yang bertanya seperti itu lagi, jawab dengan menjelaskan buku itu membahas tentang apa, biar dia penasaran sekaligus tertarik untuk minat membaca buku. Toh, bisa saja itu menjadi ilham buatnya, kita kan nggak tahu." Ucap kakak gue, yang gue jawab dengan anggukan kepala. Bukan berarti gue nggak menerima, justru gue menerima, ada benarnya juga sih. Gue baru kepikiran sekarang dah.

Apakah gue telat? Yeah.

Gue masuk kelas dengan santai. Kalo nanti disuruh keluar, ya udah tinggal belajar mandiri lagian ini salah gue sendiri yang gagal mengantisipasi waktu pemberangkatan. Alhamdulillahnya pembelajaran belum dimulai dan gue disuruh masuk.

"Lain kali jangan kayak begini lagi ya, kita harus bertransformasi." Ucap gue dalam hati.

Topik utama pembahasan adalah, tentang ide bisnis. Kocaknya, gue orang pertama yang ditunjuk oleh dosen untuk mengutarakan ide bisnis yang gue rencanakan itu apa. Jujur, gue terkejut cuy! Tiba-tiba ditunjuk, mana gue belum menemukan yang cocok lagi. Gue mengutarakan apa yang ada dibenak gue, apakah diterima? Tidak kisana, karena ide bisnis gue masuk ke mindset pedagang, bukan pengusaha. Apakah elo tahu ide bisnisnya itu apa? NASI UDUK CUY! HAHAHA. Dalam hati gue ngakak, kocak bat dah, bisa-bisanya ide itu terlintas.

"Terkait ide bisnis, saya kepikiran ingin ternak kambing pak." Kata teman di samping gue, yang membuat gue dalam hati ngakak, kocak bat dah ini lagi haha. Masalah begini loh, dipertemuan terakhir mata kuliah out put-nya adalah membuat stand atau bazar, dan nanti kami yang menjual produk di situ. Kalo ide bisnisnya ternak sapi, nggak worth itu cuy!

Pada akhirnya, teman gue pun menyadari dan menerima bahwa ide bisnisnya untuk ternak kambing tidak worth it, malahan itu sukses jadi bahan lelucon wkwk. Yeah, begitulah kocak emang.

Mata kuliah kedua, perencanaan pembelajaran pendidikan non formal dilaksanakan secara online, karena dosennya sedang tidak fit, dengar-dengar katanya lagi dirawat di RSUD, Innalillahi Wa Innalillahi Rojiun, semoga cepat diangkat penyakitnya. Pembelajaran yang seharusnya dimulai Sore, atas kesepakatan bersama diganti jadwalnya setelah dzuhur pukul satu siang.

Pembelajaran yang dilaksanakan online tersebut, jujur dah tidak kondusif banget. Boro-boro mau terbangun diskusi, wong penjelasannya aja arah. Di grup kelas ramai pernyataan untuk setiap perwakilan kelompok bertanya, tetap aja nggak ada, mentok-mentok hanya ada dua orang doang. Melihat hal itu, gue hanya diam, lalu tiduran karena kebetulan gue lagi ada di kosan teman.

Biarlah orang lain memandang apa yang gue lakukan itu apatis. Kenapa gue bersikap seperti itu? Ada hal yang sedang gue fokuskan, yaitu yang dua tadi mengganggu pikiran. Kenapa yah namanya harus ada dua, keguruan dan pendidikan? Terus, kenapa juga ilmu sosial dan ilmu politik? Hm... menarik memang untuk dikaji, oke gaslah, nanti akan gue kaji setelah selesai penelitian sebelum-sebelumnya, ura!!!

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement