Tamparan Keras Untuk Evaluasi Nilai

Foto bareng di Jayagiri Bandung
Bicara nilai tentunya banyak artinya. Bisa nilai moral, nilai agama, nilai kemanusiaan, dan lain sebagainya. Ada satu nilai yang begitu berharga di kalangan pelajar, seolah-olah seperti denyut nadi yang tanpanya bisa mati di genggaman Tuhan.

Nilai IPK layaknya Tuhan yang harus disembah-sembah. Kita dipaksa oleh keadaan untuk bergantung dan percaya memberikan jaminan dalam bertahan hidup. Tanpanya nilai-nilai yang lain hanya pelengkap saja.

Kesalahan berpikir inilah yang terus menjamur, sehingga membudaya ke beberapa sektor diantaranya sektor kerja, sektor status, sektor pandangan hidup yang pragmatis dan lain-lain. Dampaknya adalah kejujuran untuk meraih nilai IPK tinggi setipis tisu, karena kita berkompetisi menjadi terdepan, urusan bahan bakarnya dari mana itu bukan masalah besar. Tanpa kita sadari, itulah cikal bakal lahirnya calon-calon koruptor minions.

Dalam beberapa kesempatan, gue sudah berapa kali menyampaikan persepektif tentang kontra terhadap nilai IPK, yang seolah-olah dianggap Tuhan. Bukan berarti nilai IPK itu nggak penting, yeah gue secara sadar mengatakan sangat penting. Tetapi cara pandang kita terhadap nlai IPK harus biasa aja gitu, jangan berlebihan, apa lagi sampai nangis-nangis ketika nilainya tidak sesuai ekspetasi.

Tuhan...
Jaminan-Mu seluas Samudra
Kuasa-Mu membentang tak terkira
Firman-Mu dalam Surah Al-Ikhlas begitu jelas, agar hanya bergantung pada-Mu
Firman-Mu juga dalam Surah Al-Insyirah begitu jelas, agar hanya berharap pada-Mu

Tapi kami lalai akan firman-Mu itu
Dengan beranggapan, nilai IPK adalah segala-galanya.
Ia bagaikan Tuhan yang harus disembah, di follow, dan ditakuti.

Jangan marah Tuhan, karena kebodohan kami yang membuat Tuhan-tuhan baru. Sehingga Engkau kalah saing dengan Tuhan-tuhan itu.

Berikan kami hidayah
Dan bimbingan agar kembali kepada nilai-nilai pendidikan untuk memanusiakan - manusia.
Bukan hanya terpaku pada nilai IPK belaka
Dan bukan sebagai ajang cosplay menjadi Raja.

Pandeglang, 03-Juli-2024


Tadi Siang entah ada angin dari mana, gue penasaran mau cek nilai UAS, siapa tahu sudah pada muncul. Gue terkejut ketika melihat ada satu MK yang nilanya dapat 'E' Buset dah! Bisa-bisanya. Kenapa gue isa dapat nilai tersebut? Mikir dong gue. Pertama jarang masuk, kedua tidak ikut UTS, dan yang ketiga adalah takdir atas kebodohan yang gue lakukan.

Well, gue menerimanya dengan santai, toh lagian itu salah sendiri. Gue langsung berinisiatif laporan ke Penanggung jawab mata kuliah tersebut, apakah ada kesempatan untuk memperbaiki nilai? Katanya udah telat, harusnya kemarin. Solusi terakhir, gue chat dosen pengampu mata kuliah.

Tanpa berpikir panjang, gue chat dosen tersebut. Apa jawabannya? Tidak bisa. Penyebab gue dapat nilai 'E' adalah karena tidak mengikuti UTS. Owalah, ya udah gue pasrah. Gue berusaha udah, hasilnya buntu, ya udah ngapain ribet apa lagi sampai nangis. Bukankah ini kesempatan bagi gue buat evaluasi diri? Yeah.


Apa yang gue pikirkan dalam posisi ini?

Biasa aja. Gue berpandangan arti nilai 'E' itu mengandung arti Evaluasi. Yang menjadi bahan pertanyaan adalah, mengapa Dosen memberikan "E" tapi tidak 'K' sekalian. Toh, bila dikolasikan nilainyasama-sama zero. You know Zero? Nol. Nilai 'E' satu tingkat lebih tinggi dari pada nilai 'K' Mungkin, Dosen memberikan nilai tersebut biar sadar diri lalu mengevaluasi. Gitu aja kok repot.

Bagi gue tidak ada pihak yang disalahkan selain diri gue sendiri. Benar kata Dosen tersebut, gue tuh belum bisa memprioritaskan mana yang utama mana yang kedua. Semua kegiatan yang gue lakukan itu bagus, bahkan produktif banget. Tetapi, manajemen gue yang salah, yeah gue mengakui banget dengan sebesar-besarnya.

Ada satu hal yang konyol bat dah,  lumayan kocak sih bagi gue  mah. Bisa-bisanya gue menyesal karena alasan di mata kuliah ini ada si dia, yang sdah pergi. Yeah, si dia anak PMM yang sudah selesai mengikuti program tersebut. Harusnya gue lulus dari mata kuliah ini? Biar apa yah? Nah, ini yang membuat gue bingung wkwk, jatuh hati sekocak ini ternyata kawan.

Apa sebabnya gue sampai mengalami tragedi ini?

Pertama, titik fokus gue pada semester ini di luar kampus, dan efeknya nggak ke handle. Kedua, malas belajar karena gue mikir ilmu yang gue dapat di luar kampus lebih relate dari yang di kelas.  Ketiga, banyak kegiatan-kegiatan yang tentunya produktif, mendistraksi  kefokusan gue dalam belajar. Yeah, begitulah.

Terlepas dari alasan-alasan di atas, gue bersyukur karena mau tak mau harus mengakui bahwa ini adalah pencapaian. Dulu, belum pernah tuh gue mengalami nilai yang di bawah standar, padahal gue pintar kagak, mencontek kagak, kocak emang. Maka dari itu,  ini adalah pengalaman pertama gue dan Insya Allah semoga tidak terulang lagi.

Oh yah, hampir lupa gue. Di Mata kuliah yang lain, nilai gue keluar dengan normal bahkan dapat nilai sempurna Co! Padahal gue asal-asalan mengerjakan tugasnya, serius dah. Sampai gue mikir, ini Dosen nilai gue dari mana yah? Entalah, ngkakak sendiri gue memikirkannya.

Setiap hal yang terjadi dalam hidup kita, semuanya adalah perjalanan. Termasuk peristiwa yang sedang gue alami ini. Kenapa gue tetap strong berada di posisi ini? Yeah, karena diberi kekuatan oleh Tuhan untuk menerimana dengan lapang, dan masih ada kesempatan-kesempatan lain yang harus gue maksimalkan dengan baik, bukan ini doang. Jadi, kenapa harus takut? Kalo kita punya Tuhan yang Maha Kaya. 

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement