"Dalam kecamata elo, hidup itu apa sih?" Tanya gue kepada Azki, teman satu kampus.
"Hidup itu adalah pilihan." Jawabnya singkat, kemudian melanjukan.
Kita hidup di dunia ini mempunyai beberapa opsi pilihan yang harus ambil salah satunya. Misalnya ada opsi A, B, dan C itu harus kita pilih mana yang sekiranya mampu kita ambil bukan semuanya diambil. Memang terkadang dari beberapa opsi itu membuat kita bingung mau memilih yang mana, padahal semua opsi itu baik semua, maka agar tidak tenggelam dalam lautan kebingungan solusinya itu yakin dengan pilihan kita sendiri.
Dia juga sedikit menceritakan bagaimana dulu pernah berada di posisi itu ketika dihadapkan oleh beberapa opsi pilihan, tetapi mau tidak mau harus memilih, ketika dia memutuskan sempat dilanda bingung, dan dalam bingung itulah dia tidak berdiam diri melainkan terus mencari akar masalahnya agar bisa beradaptasi dengan pilihan itu tanpa menyayangkan pilihan yang lain.
"Selain mencari tahu dari kebingungan apa yang kita pilih, apalagi tuh kira-kira?" Tanya gue kepadanya.
"Tentunya menerimanya. Karena apa yang kita pilih itu pastinya memiliki resikonya. Pun sebaliknya bila kita tidak memilih juga memiliki resiko. Jadi, ya jalani wae atuh." Jawabnya dengan santai.
Dalam kecamatanya makna hidup orang lain itu masih ada sebagian yang berada dalam kebingungan ketika harus memilih dari beberapa opsi. Parahnya, alih-alih mencari tahu lebih dalam beberapa opsi pilihan itu agar menemukan titik terang, ini sebaliknya hanya diam saja tidak bisa bersikap.
"Berarti sikap itu penting dong, Ki?"
"Yeah, sangat penting karena itu akan menentukan masa depan kita. Logikanya begini, kalo tidak berani memilih untuk berproses, bakalan sukses nggak sih? Ya pasti nggak kan. Maka dari itu kita bersikap dengan cara tadi memilih dan menerima resikonya."
Hal yang ingin dia lakukan ketika gue mengarahkannya untuk merefleksikan masa lalunnya adalah memaksimalkan segala kesempatan-kesempatan yang ada, minimal sudah mencobanya. Karena menurutnya, banyak sekali kesempatan dulu tidak dia maksimalkan dengan baik, sehingga dampaknya sekarang kadang ada titik di mana merasa menyesal meskipun yeah nggak bombastis banget.
"Yang dirasakan oleh Azki selama hidup itu apa sih? Apakah hidup ini menyenangkan, menyeramkan, atau hal yang lain?"
"Banyak sih, cuman ada satu hal yang sangat penting, yaitu matang."
Matang di sini konteksnya luas. Bisa matang dalam bersikap, matang dalam mengambil keputusan, matang dalam berpikir, dan lain-lain. Mengapa kita harus matang? Agar bisa memilih - pilihan yang tepat sasaran bukan asal comot doang. Apalagi posisi kita adalah sebagai seorang pelajar, sudah sepatutnya matang dulu dalam hal apa pun, itulah ciri bedanya seorang yang berpendidikan dengan orang yang tidak berpendidikan.
Dewasa ini, memang dapat kita saksikan banyak orang-orang yang kadang gegabah dalam menentukan tujuan. Apakah itu salah? Yeah. It's okay kalau misalnya dia mau menerima kesalahannya tidak mengambil keputusan secara matang, kalau tidak? Ini akan menjadi bumerang. Maka kembali lagi, di sinilah pentingnya kematangan.
"Pesan Azki untuk teman-teman kita di luat sana apa?"
1. Capek itu harus dan terus berjuang.
Dalam menjalani hidup tentunya kita ingin senang kan karena itu adalah fitrah kita. Tapi kita jangan lupa bahwa hidup itu tidak bakalan senang aja, pasti ada sedihnya. Keduanya ini saling berpasangan yang setiap saat pasti akan bergantian mendatangj kita, maka dari itu teruslah berjuang karena badai yang sekarang kita alami begitu berat pasti akan menjadi cerita berharga di hari nanti.
2. Jangan lupa perhatikan diri dan pedulikan diri
Seringkali kita membiarkan diri itu berada dalam lautan penyesalan, atau yang parahnya adalah membandingkan diri kita dengan orang lain. Padahal kita semua tahu bahwa setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Maka di sinilah pentingnya perhatikan diri dan pedulikan diri agar kita terus berproses, terus termotivasi untuk meningkatkan kualitas diri. Tentunya dalam berproses itu harus balance antara fokus kepada diri kita dan lingkungan sekitar seperti bersosialisasi dengan masyarakat.
Terakhir, gue memintanya untuk mencoret-coret buku, bentuk coretannya seperti apa. Karena menurut psikologi apa yang kita gambar, rangkai atau tuliskan di buku melambangkan apa yang sedang kita pikirkan dan alami. Setelah selesai coret-coret di buku gue amati agar ke depan bisa membantunya berproses mencapai tujuan. Hal ini gue lakukan terinspiras dari orang bijak yang mengatakan, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.
0 Komentar