Antara Ego Dan Kebutuhan

Hampir tiga hari gue puasa sosmed, terutama yang paling dihindari adalah WA. Gue ingin istirahat aja gitu biar mental gue nambah kuat dengan permasalahan-permasalahan yang akan datang. Karena menurut psikologi, terlalu banyak meluangkan waktu bermain sosmed akan menguras mental, sehingga kita merasa nggak produktif.

Tadi Sore gue buka WA, banyak pesan masuk terutama dari kating yang mengajak gue buat ikut acara pelatihan legislatif di kampus. Hm... sejujurnya gue mau tapi jadwalnya bentrok dengan masuk kerja.

Gue berandai, nggak masuk kerja dan mengikuti kegiatan itu, tapi itu mustahil. Selama satu semester setiap menghadapi hari Sabtu - Minggu banyak acara gue cansel karena ya, kerja. Pada titik akhir setelah gue selesai berandai, mengucapkan istigfar. Nggak baik gue berpikiran seperti itu, harusnya bersyukur bukan malah menyesal. Lebih baik sekarang merasakan sesal tidak mengikuti acara, toh nanti juga ada lagi. 

Kesempatan memang tidak datang dua kali, tetapi bila di kesempatan pertama tidak kita gunakan maksimal karena alasan yang lebih urgent, maka akan Tuhan berikan kesempatan berkali lipat sebagai gantinya. Tinggal kita yakin atau nggak?

Dengan berat hati, gue tolak ajakan dari kating, semoga mereka mengerti dengan keadaan gue, toh, mereka kan orang yang baik. 

Berada di posisi ini gue kepikiran tiga hal, diantaranya: 

1. Pesan dari Emak-Emak di Angkot pada saat gue pulang kerja. 

Kamu masih muda, bahagiakan orang tua. Kesampingkan egomu biar tidak menyesal di akhir kemudian. Fokus saja kuliah, Allah akan memberikan jalan yang tak terduga bila kita mengutamakan orang tua.

Yeah, kurang lebih seperti itu. Bicara soal ego, sebenarnya bisa baik, juga bisa buruk tergantung kita menempatinya tepat atau nggak. Contohnya gue pas ngampus di setiap mata kuliah selalu bertanya dan berambisi selalu yang utama, itu bagus nggak? Bagus dong meskipun dalam pandangan orang-orang itu bentuk egois. Kan tujuan gue ke kampus buat belajar, bukan cari pacar apalagi santai-santai. 

Kalau bentuk egois itu gue gunakan sekarang, tepat nggak? Gue merasa kurang tepat. Sebenarnya bisa aja kalau gue paksakan buat ikut, tapi gue mikir percuma kalau orang tua tidak merestui. Sia-sia gue dapat ilmu dan pengalaman tanpa dibarengi dengan doa Ibu, yang gue takuti ilmu itu akan menjadi bumerang dan tidak membuat gue tenang. Naujubillah, semoga gue dihindari dari hal ini. 

 2. Tanggung jawab

Kuliah adalah keinginan gue yang Alhamdulillahnya tercapai berkat bantuan dari semua pihak. Gue kadang pas di kampus merasa takjub sekaligus terheran-heran, kok bisa yah gue kuliah? Aneh banget. Gue merasa bangga sekali bisa kuliah maka dari itu di setiap kesempatan entah itu pas pembelajaran, kerja kelompok, dan lain sebagainya selalu totalitas melaksanakannya seolah-olah itu adalah suatu anugerah dari Tuhan yang harus segera gue jemput. Kecuali, UKM dan kegiatan Sabtu - Minggu gue angkat tangan. 

Gue sering merasa tidak seharusnya mengeluh kepada orang tua atau orang rumah terkait dunia kampus. Kenapa? Karena dari awal gue sudah merasa siap dengan semua yang akan terjadi bila memilih kuliah. Tapi yeah, namanya juga gue lagi belajar dewasa rasa egois kadang ada aja gitu sehingga baik orang tua maupun orang rumah sering terlibat. Perihal ini gue lagi berusaha secara pelan-pelan agar tidak melibatkan mereka lagi, biar gue tambah dewasa dan mandiri, kecuali masalah yang benar-benar urgent. 

Bos gue di tempat kerja kemarin-kemarin memberi nasihat kepada gue perihal perjalanan hidup.

"Di usia muda, ketika kita diberi nasihat kadang keras kepala karena masih ada sikap egois di dalam diri kita. Padahal suatu saat nanti kita akan menyadari bahwa itu adalah nasihat terbaik bagi diri kita."

"Yeah." Jawab gue singkat.

"Seperti halnya sekarang, mungkin mempunyai pikiran ngapain sih kerja enakan hari libur nyantai di rumah. Mengapa demikian? Karena itu sikap egois. Tapi karena melawan rasa egois itu akhirnya mau nggak mau masuk kerja, begitulah seharusnya kita bersikap."

Yeah, kurang lebih seperti itu. Nasihat itu memang tergiang-ngiang dipikiran gue, ada benarnya juga sih. Gue harus mengesampingkan egois demi tercukupinya kebutuhan nanti. Yang terpenting adalah bertanggung jawab dengan keputusan yang sudah gue ambil.

 3. Persiapan Biaya Ngampus

Gue kalo misalnya ikut acara tersebut pasti harus keluar aja uang enam puluh ribu. Pertama, uang pendaftaran dua puluh ribu. Kedua, ongkos bolak - balik dua puluh ribu. Ketiga, makan siang sepuluh ribu. Dan sepuluh ribunya buat cadangan takut terjadi apa-apa. Dari pada gue keluar uang segitu lebih baik gue... ikutan sih wkwk. 

Mungkin orang-orang bakalan mikir, 'Lah, uang segitu doang di hitung-hitung, wong pakai belajar' sejujurnya gue juga mikir begitu sih, nggak sia-sia kalau pakai belajar mah. Cuman kembali lagi, waktunya kurang tepat lebih baik gue gunakan buat persiapan ngampus nanti. Karena pastinya kalo gue gabung himpunan jurusan harus beli baju, dan masih banyak lagi. Kalo gue sudah antisipasi sekaligus mempersiapkan dari jauh-jauh hari kan tinggal nyantai. 

Gue nggak menyesal tidak mengikuti acara itu, biarlah. Toh, nanti juga ada lagi kok. Lebih baik gue fokus kerja dan mempersiapkan diri agar pas masuk kuliah bisa langsung tancap gas tanpa bingung, mau ngapain yah?

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement