Hari Ke Enam Liburan

Suasana malam 
"Kakak jomblo yah?" Tanya anak kecil ketika gue kerja, entah dari mana datangnya tiba-tiba ada di depan gue. Kefokusan gue cek saldo terganggu sudah. 

"Kak jomblo kan?" Tanya anak kecil lagi disertai senyum manis, gue nggak menjawab hanya membalas dengan senyum. Dari sudut matanya dia mengarahkan kepada seseorang yang berdiri di samping jalan. Gue yang mengerti maksudnya hanya geleng-geleng kepala.

"Jomblo kan?" Harapnya lagi gue bisa menjawab. 

"Kakak udah punya." Jawab gue singkat, yang dibalas kekecewaan, yaaaah! Lalu pergi menemui kakak perempuannya yang sedari tadi memanggilnya. Anjay juga kata gue.

Hari keenam liburan, gue pas pagi-pagi mau berangkat ke Serang acara Ukm kampus dikejutkan dengan chat WA buat masuk kerja. Beruntungnya gue kerja sore dan pulang kayaknya malam dah. Gue diam menyadari akan hal itu, padahal gue udah janji sama ketum buat ikut acara, tapi... biarlah gue harus memilih mana yang harus di prioritaskan.

Antara ikut acara untuk menepati janji dan menambah pengetahuan, pengalaman baru. Atau, masuk kerja lumayan dah buat persiapan ngampus di semester dua. Gue nggak kepikiran buat coret-coret kertas pada saat itu biar pikiran rileks, menurut psikologi itu efektif bahkan bisa membuat kita fokus dalam mencari solusi. 

"Pilihlah yang terbaik buat sekarang dan masa depan, gue tahu kok elo bisa menilai mana yang harus diprioritaskan." Kata gue dalam hati, kepada diri sendiri. 

Setelah gue pikir matang-matang, ya udah kerja aja dah. Lagian percuma minta pendapat orang-orang rumah pasti jawabannya kerja aja biar bisa mandiri. Gue chat ketum langsung to the point bahwa pagi-pagi dapat panggilan kerja, tak lupa gue mengucapkan semoga acaranya lancar, dan dibalas dengan mengaminkan. Sungguh melegakan!

Beres dari situ gue mengganti opsi mau ikut acara ke opsi kedua yaitu menulis. Yeah, target gue semalam kalau nggak jadi ikut acara, ya menyusun tulisan karena bahan-bahannya sudah ada. Dari hari pertama liburan sampai ke hari keempat liburan. 

Gue mikir kalau pakai opsi kedua, waktunya terbatas karena sore harus ke opsi ketiga yaitu kerja. Ya udah dah gue memutuskan untuk menulis perihal liburan pending dulu, gue prioritaskan dulu aja diskusi sama Najwa kemarin soal kehidupan baru setelah itu siap-siap kerja. 

Akhirnya setelah dzuhur gue baru fokus menulis tentang memaknai hidup dalam kecamata mereka yaitu narasumbernya kali ini Najwa. Ketika gue fokus menulis, gue disuruh menjaga warung, anjay juga. Sebenarnya nggak masalah sih, cuman menulis di warung dengan di ruang tamu atau di kamar beda aja gitu rasanya.

"Mau gantian tah jaga warung nya?" Tanya kakak gue ketika mengambil buku, bekas tadi pagi membaca. 

"Yeah, soalnya Sore mau kerja. Ini mau buru-buru nulis. Kalau di warung ke ganggu nggak bebas." Kata gue berharap bakalan dipersilahkan buat belajar di kamar. 

"Pujangga pernah berkata, apalah artinya merdeka diri, bila berada di suatu tempat kita merasa tertekan. Nggak beneran merdeka." 

Gue hanya diam mencermati kata-katanya. Iyah, ada benarnya apa sih yang membedakan menulis di warung dengan di ruang tamu dan kamar? Semuanya akan sama bila kita bisa memaksimalkan itu. Cuman yang gue inginkan sekarang adalah, tidak mau ada yang mengganggu, karena lagi fokus menulis. Kalau udah kelar kan tenang.

"Emang pas kuliah libur, tugas mah tetap ada yah?" Tanya Ibu gue yang tiba-tiba masuk kamar. 

"Nggak ada, ini hanya inisiatif diri sendiri aja Bu. Buat belajar." Jawab gue jujur.

"Lah, dikira tugas kuliah. Ngapain nyibukkin diri toh?"

"Senang aja belajar, Bu. Puas banget dah rasanya." 

Gue memang nggak bohong soal ini, mungkin benar dengan apa yang dikatakan oleh psikolog menekuni hobi itu akan membuat senang meskipun nggak dapat uang. Gue senang aja gitu belajar, baik itu sendirian doang atau bersama orang lain dan kelompok, kalau hanya main-main percuma aja gitu. Kepuasan batin yang gue rasakan sangat besar sekali setelah belajar hal baru atau sekedar hanya sendirian sambil mikir mencari makna yang dilihat, pernah dipelajari dan lain sebagainya. 

Jam menunjukkan pukul dua siang, buset dah gue belum selesai menulis, perkiraan jam tiga selesai. Gue lihat ke warung kakak gue tumbang, mungkin efek membaca buku jadi ngantuk. Tinggal sisa gue doang yang harus jaga warung. Yeah akhirnya sambil jaga warung gue menulis dan menulis, bolak balik aja. Ketika fokus mengeluarkan inspriasi, ada yang beli, kepotong lagi. Menyikapi hal ini gue ingin ketawa aja gitu, sok sibuk benaran, padahal buat yah gue prioritaskan menulis, kayak penting bat dah. 

"Tadi mau nulis apa yah?" Tanya gue kepada diri sendiri setelah tadi kepotong ada yang beli. Di situasi inilah gue kembali ngakak, merasa konyol aja gitu. 

Perkiraan gue tepat, pukul tiga siang tulisan selesai, itu artinya gue udah menghambiskan waktu tiga jam menulis yang kata orang nggak berduit, tapi kok gue nggak rugi yah memberikan semua energi untuk hal ini? Malahan puas banget, entahlah. 

Gue langsung post, kemudian mandi untuk siap-siap berangkat kerja, kebetulan kakak gue mau nganterin, jadi nggak perlu repot-repot jalan kaki. Santai dulu nggak sih wkwk. 

Di tempat kerja, gue langsung melakukan kesalahan, yaitu memberikan vocher yang harganya 13 ribu dijual 10 ribu. Buset dah, gue langsung istigfar. Biarlah kata gue lagian ini salah posisi, kan yang gue tahu biasanya di bagian kanan itu harga 10 ribu, bukan tiga belas, lain kali gue harus lebih hati-hati. Gue mengakui bahwa itu mutlak kesalahan gue dan harus bertanggung jawab. Dalam situasi ini kadang, nasehat kakak gue tergiang-ngiang dipikiran.

"Jujur aja, jangan takut mengakui kesalahan, bertanggung jawab itu harus dibiasakan. Lebih baik mendapat uang kecil tapi jujur, itu lebih menenangkan dari pada mendapat uang besar tapi tidak tenang."

Di belakang pembukuan gue tulis, 'salah jual vocher tiga ribu' setelah itu menarik nafas buat rileks seolah-olah itu bukan masalah besar, cara ini sering gue lakukan bila mengakui kesalahan agar emosi takut disalahkan dan hal-hal sejenisnya tidak menguasai diri sehingga melahirkan masalah baru lagi. 

Malamnya, ada yang beli TG bening langsung pasang. Gue dengan santai pasang TG, eh, tiba-tiba ada debu satu masuk, gue ambil jarum pentol buat menghilangkan debu itu agar TG-nya rata. Lama gue berusaha, tetap gagal nggak bisa. Ya udah, gue nggak ambil pusing ganti yang baru. Kemudian kembali menulis di belakang pembukuan 'salah pasang TG bening, harga sepuluh ribu' gue narik nafas biar rileks lagi. 

Sekitar jam sembil lewat, ada yang beli vocher dan dipasang di tempat. Gue lihat vocher yang pas hari kamis axis kan gangguan ada satu pelanggan yang komplen terkesan ingin diganti vochernya padahal lagi gangguan sabar dikit ngapa. Gue cek statusnya masih free, ditukar dong sama gue. Pas tadi gue pakai ke pelanggan baru, gagal aja. Gue cek statusnya, vocher sudah terpakai. Buset! Gue kaget ini kesalahan gue yang ketiga berarti!

"Gimana nih, tulis aja tah?" Tanya gue kepada diri sendiri.

"Calm, tulus aja dah. Nggak apa-apa harus jujur, jaga integritas kita jangan mencorengnya dengan bohong hanya karena takut dimarahi, bos baik kok orangnya." Jawab gue santai, menguatkan diri. 

Kembali gue menulis kesalahan di belakang pembukuan. Gue istigfar mengingat Tuhan, yeah gue percaya dibalik ini ada hikmahnya. Gue analisis kesalahanya buat dijadikan pelajaran, setelah dirasa cukup kembali fokus bekerja, dan anehnnya gue merasa tenang, biasa aja gitu seolah-olah nggak terjadi apa-apa. 

Bos nelepon gue buat tutup jam setengah sepuluh meskipun jadinya jam sebelas, biasalah beres-beres dulu. Pas ketemu, memberikan setoran gue jujur mengakui kesalahan, bos seperti biasa nggak marah biasa aja gitu seolah-olah itu bukan masalah besar, karena dulu pernah berpesan kepada gue lebih senang gue jujur mengakui kesalahan kebanding menyembunyikan. Makannya gue calm aja dah, mau dipotong atau nggak gajihnya, yang penting halal dan gue tenang. 

Perihal anak kecil, gue terkejut, spontan aja gitu. Bisa-bisanya dia nanya kayak gitu, padahal boro-boro mikirin pacaran, patneran aja sama yang satu misi gue kelabakan meluangkan waktu. Beruntungnya mereka orang-orang yang baik, bisa mengerti dan mehamami gue tinggal gue belajar mengerti dan memahami mereka biar adanya timbal balik. 

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement