Hari Ke Lima Puluh Satu Ngampus

Jepretan Mirza Mahdi si Pengganggu Mimpi Indah
"Gue suka sama elo?" Akhirnya kalimat itu keluar dengan sendirinya setelah sekian lama kesibukkan gue tergantikan dengan hal ini.

Dia diam, tampak terkejut dengan apa yang gue katakan.

"Calm. Gue hanya mengungkapkan, bukan ingin menggenggam." Lanjut gue yang membuat dia masih bingung.

"Jujur, gue masih terkejut dengan hal ini. Kok bisa yah, seseorang seperti elo yang aktif bisa suka sama gue." 

"Elo insecure?"

"Sedikit sih." Dengan nada yang masih ragu.

"Jangan berpikir akan hal itu, gue hanya mengungkapkan kok, nggak mau menggenggam. Karena pertama, gue sadar masih banyak hal yang harus dikejar. Kedua, gue nggak mau dengan adanya rasa ini menghambat impian-impian yang sudah gue rancang. Jadi gue pikir mengungkapkan aja itu sudah cukup. Mendapatkan elo itu buat gue anugerah yang Tuhan berikan, tapi itu di luar kuasa kita. Karena buat gue, mengenal elo aja telah membuat hari-hari gue spesial."

"Gue sebenarnya menghindari soal rasa ini karena ke depannya gue bakalan malu. Dan kualitas diri belum sebanding dengan elo."

Kami sama-sama diam. Dan gue secara tiba-tiba kehilangan kata-kata. Oh tidak! Gue perhatikan dia makin gelap, gelap, dan menghilang. Gue panggil-panggil namanya sekeras-kerasnya.

"Woy, co! Bangun dah." Suara seseorang yang tak asing di telinga gue.

"Bangun, Co!" 

Gue membuka mata, dan ternyata ada Mirza sedang kebingungan memperhatikan gue. Owalah, syukurlah tadi hanya mimpi, gue kira beneran.

"Mimpi apa elo, Co?" Tanya Mirza yang masih bingung.

"Nggak, aman dah."

"Owalah, gue kira kenapa tadi. Soalnya elo pas tidur nyebut-nyebut nama si dia."

"Calm Za."

( Tidak dapat menampilkan foto pas tidur)

Adegan yang hanya beberapa menit, telah membuat hati gue dag-dig-dug. Bayangkan, ini hanya mimpi, bagaimana pas di kenyataan yah. Entahlah. Tapi buat gue mimpi itu yang terbaik dah, karena bisa menenteramkan kerinduan-kerinduan yang membara ini. Haha anjay juga.

Hari ke lima puluh satu: mata kuliah antropologi pendidikan, landasan pendidikan, dan sosiologi pendidikan tidak belajar karena sudah saatnya ujian akhir semester. Hanya psikologi pendidikan yang masuk, itu pun presentasi doang.

Ada dua kelompok yang presentasi, dan kedua-duanya tidak dapat gue simpulkan dengan detail. Karena ada beberapa hal yang membuat gue kurang mendengarkan dengan teliti. Pertama, keadaan kelas yang tidak kondusif, gaduh bat dah. Kedua, yang presentasi buru-buru ingin cepat kelar, gue mau nanya nya juga malas co. 

Dosen tidak bisa datang karena ada kesibukkan yang lain. Berhubung Dosen nggak ada, waktu belajar masih panjang, banyaklah waktu luang itu diisi bermacam-macam. Ada yang nobar film, ngobrol, diam sambil ngupil (ini gue haha). Dan lain sebagainya. 

"Elo mau mengungkapkan perasaan sama dia nanti pas selesai mata kuliah?" 

Pertanyaan itu mulai ramai di kepala gue. Sehingga menghambat kefokusan gue yang sedang membaca buku. Bisa-bisanya pertanyaan itu hadir dah. Efek dari itu, gue sampai ke bawa mimpi mengungkapkan perasaan sama si dia. Wih, rasanya itu loh dag-dig-dug bat dah. 

Apakah nanti dia akan menerima gue? Atau menolak? Entahlah. Buat gue mengungkapan aja udah cukup, dari pada diam-diam, lalu tenggelam dalam lautan penyesalan seperti yang sudah-sudah. 

Diperjalan pulang ke rumah, ada satu hal yang membuat gue terkejut. Buset dah, gue lupa mengembalikan buku, mana batas terakhir lagi. Biarlah gue di pinta uang karena melanggar aturan, toh itu salah gue. Yang penting, gue masih bisa melihat senyum manis si dia haha. Anjay juga yah.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement