Lelah Dalam Diam

Sumber Ilustrasi dari Pixaby
"Aku lelah berpura-pura sempurna ini di depan semua orang. Apalah artinya canda tawa di keramaian bila pada akhirnya dikala sendiri aku tenggelam dalam kesedihan." Ucap Vika dengan sendu 

Dia diam sejenak menghela nafas, lalu melanjutkan.

"Kadang aku berpikir mengapa dikeramaian begitu ceria tanpa terbebani oleh kekecewaan diri. Aku ingin seperti halnya mereka tidak seperti halnya diriku ini. Mereka tampak bahagia tanpa terbebani oleh pikiran-pikiran yang insecure." 

"Udah ceritanya?" Tanya gue setelah dia lama diam. 

Dia diam tak mengubris. Dalam hati gue berkata, sungguh posisi yang menyebalkan, tapi yeah bukankah gue harus profesional menghadapi teman yang sedang dilanda masalah.

"Vika, mau lanjut ceritanya?" Tanya gue lagi memastikan.

"Cukup, thanks yah Co udah dengerin keluh -kesah gue. Menurut elo apa yang harus gue lakukan?"

"So much, tapi sebelum ke pendapat gue apa yang harus elo lakukan terhadap permasalahan itu?"

"Menarik diri dari keramaian, Co."

"Kenapa?" 

"Karena dunia ini terlalu bising, gue bakalan merasa asing bila terus-terusan mengikuti perkembangan zaman. Setiap hari gue tumbuh bukan menjadi diri gue yang utuh."

"Kenapa tidak menjadi diri yang utuh?" 

"Diri gue juga mempunyai hak untuk bahagia atas pengakuan dan pandangan orang lain. Karena sejatinya kita tidak akan mampu memuaskan orang lain, meskipun sudah berusaha se-maksimal mungkin."

"Itulah jawabannya, tinggal elo praktekkan."

"Sekali lagi thanks, Co." Sambil tersenyum manis, se-manis orang yang gue sayang di luar sana wkwk.

Lelah dalam diam itu memang menyakitkan, di keramaian kita terlihat ceria dan baik-baik saja tanpa ada orang yang tahu dibelakang kita sungguh menyedihkan, yeah begitulah hidup. Setiap orang mungkin mengalami hal ini.

Ada yang berpura-pura bahagia karena pekerjaan, jabatan, status dan lain sebagainya, padahal buat apa kita berpura-pura kalau pada akhirnya terluka. Lebih baik terluka duluan langsung bisa di atasi, kebanding di akhir setelan semua harapan terkumpul dengan sempurna dengan konsep hidup bahagia, namun tiba-tiba badai datang menerjang meruntuhkan harapan-harapan itu sampai rata. 

Menyeimbangkan waktu yang tepat antara kapan waktu sendiri dan kapan waktu untuk kembali terjun kepada keramaian memang tidak se-mudah membalikkan telapak tangan. Gue juga lagi berusaha melakukannya, susah bat dah Co.

Bila kita terlalu menarik diri dari keramaian maka akan lahir sifat egois dalam diri kita, memandang orang-orang itu harus sama seperti kita, padahal setiap orang berbeda-beda, mempunyai karakteristiknya masing-masing. Sebaliknya juga kalau misalnya kita kalau terus-terusan berada di keramaian jiwa kita akan lelah. Toh, hp aja butuh di charging begitu juga diri kita, Co. 

Selain itu efek dari berada di keramaian itu juga tidak akan menjadikan diri kita utuh. Kenapa? Karena semakin kita mengenal orang lain maka akan rentan membandingkan diri, orang lain stayle-nya mencolok sehingga sering menjadi buah bibir, kita langsung ikuti. Padahal kita tidak nyaman memakainya. 

Yeah, begitulah. Lelah jiwa itu perlu di charging layaknya gawai. Dan kita juga perlu menyeimbangkan waktu yang tepat antara menyendiri dan bermasyarakat agar kita tidak tumbuh menjadi pribadi yang tidak bermanfaat bagi diri dan lingkungan sekitar.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement