"Elo tahu air?" Tanya gue ke Azka
Dia hanya diam sambil tersenyum meledek, dari raut mukanya gue artikan pertanyaan konyol.
"Air itu berharga, dan semua orang tidak bisa mengelak itu. Tukang Angkot, Satpam Kampus, PLN, Ojeg, Ibu-ibu Nasi Uduk, semuanya pasti mengatakan bahwa air berharga karena sumber kehidupan."
"Yeah, gue juga berpikiran demikian."
"Tapi coba elo genggam air itu, apakah semuanya tergenggam?"
"Nggak, hanya sebagian doang."
"Begitulah orang yang berharga di mata kita. Kadang diciptakan dan hadir di hidup kita bukan untuk dimiliki seutuhnya, tetapi hanya untuk dikagumi keindahannya dan dari kekaguman itu bisa kita jadikan pijakan untuk bertumbuh kembang lagi."
"Wih... udah co gue mau nangis dengernya," Rajuknya manja
"Jangan nangis, air mata elo berharga."
Kami pun sama-sama tertawa. Entahlah.
Mata kuliah agama kali ini dilaksanakan offline, gue kembali kesiangan karena semalam tidurnya larut. Gue aneh kenapa pertanyaan-pertanyaan konyol yang gue buat seperti, mengapa harus gotong royong? Dan kenapa namanya harus gotong royong, nggak gotong bareng-bareng? Dapat membuat hari-hari gue sibuk. Biarlah, yang penting gue happy.
Gue kira yang sering dihantui pertanyaan konyol itu hanya gue sendiri, karena gue yang buat. Ternyata teman-teman gue juga sama, terutama si Azka. Pas gue datang ke kelas, dengan raut muka bahagia dia mengatakan kepada gue sudah mendapatkan jawabannya mengapa namanya harus gotong royong, nggak gotong bareng-bareng. Dalam hati gue ketawa ngakak, mengapa ini jadi serius. Dan mengapa dia begitu terlihat bahagia seperti menjawab quis yang hadiahnya dapat mobil atau rumah, iyah rumah tangga kita haha anjay.
Kelompok yang presentasi membahas soal relasi beragama, ini topik yang seksi banget. Mengapa? Karena Bu Dosen bilang seperti itu, kalau dibedah dengan serius banyak sekali persoalan-persoalan yang ada di Negeri kita karena kurangnya relasi beragama, padahal agama islam itu rahmatan lilalamin.
Tidak ada sesi tanya jawab, yang ada hanya langsung menyatakan pro - kontra antar kelompok terhadap materi itu. Tanpa berpikir panjang, gue langsung tancap gas menyatakan kontra. Ada tiga hal yang gue ungkapkan, diantaranya:
1. Percaya keberadaan Tuhan
Dewasa ini, banyak orang-orang yang menyimpang dari ajaran agamanya sendiri karena tidak mengetahui dan menyadari akan keberadaan Tuhan. Bila dia sadar, maka di setiap tindak-tanduk hidupnya akan sesuai dengan perintah-Nya. Mengapa kita harus mengetahui keberadaan Tuhan? Agar kita tidak semena-mena dalam menjalani hidup.
2. Beragama hanya sebatas katanya
Pandangan barat terhadap islam negatif karena Islam difitnah menjadi teroris atas peristiwa hancurnya gedung kembar di Amerika Serikat. Bahkan bila kita membaca buku Habiburahman El-Shirzy, Ayat-ayat Cinta. Di situ ada tokoh si Fahri dengan Tetangganya yang Yahudi sering berkonflik, di mulai dari si Yahudinya ini nih yang menganggap bahwa islam itu monster dan lain sebagainya. Itu artinya apa, pandangan mereka negatif warisan dari orang tuanya atau juga lingkungannya.
Di Indonesia sendiri kemarin-kemarin kan dengan adanya kata Khilafah yang digaungkan oleh Ust Felix Siauw pandangan orang awam jelek, iya aja orang yang sudah berpengetahuan mah. So, pandangan-pandangan beragama sebaiknya kita harus mulai diperbaiki dari diri kita, contohnya kita mulai menelusuri mengapa kita harus beragama islam? Kenapa kita pilih islam? Apakah kita beragama hanya katanya (keturunan) atau mencari sendiri? Itu yang harus kita pikirkan.
3. Debat Antar Agama
Sangat susah bila kita ingin debat beragama karena pandangan-pandangan orang terhadap agama saja masih minim. Dan kadang kalau misalnya kita mau debat nih di kampus acara LSP, itu bosan orang-orangnya itu-itu mulu. Di masyarakat, perbedaan dan perubahan itu masih minim, contohnya kita bertanya, di mana Tuhan berada? Pasti dianggap sesat. Padahal itu penting kita ketahui, mengapa kita setiap hari beribadah bila tidak mengenal ke lubuk yang dalam siapa sebenarnya Tuhan itu. Karena keyakinan yang kuat, di mulai dari pertanyaan-pertanyaan yang dianggap orang-orang sulit.
Maka itulah pentingnya kita belajar. Bukan hanya di kelas saja melainkan di mana saja dan kapan saja tanpa terhalang oleh ruang dan waktu.
Mata kuliah kedua jadinya malam. Meskipun pada akhirnya nggak jadi. Sebelum pulang, gue harus meluangkan waktu untuk mengobrol dengan Azka membahas gotong royong. Konyol emang wkwk.
"Metode belajar elo apa, Azka?" Tanya gue di sela-sela obrolan.
"Gue humanis, nggak behavior. Asyik aja gitu."
"Yeah, elo emang pantes di humanis."
"Karena?" Tanyanya.
"Karena elo manis haha."
Kami kembi tertawa.
Gue kira obrolannya hanya sebentar, tak terasa ternyata sudah dua jam lewat. Buset dah! Kaget gue. Kalau nggak azan jum'at mungkim obrolan masih berlanjut. Ada dua hal yang membuat gue menyesal dan senang. Menyesalnya gue lupa nggak shalat Dhuha keasyikan ngobrol, sebenarnya bisa aja cuman pas gue lihat jam sebelas. Waduh, tertinggal deh. Gue istigfar nggak baik melupakan itu, lain kali harus memprioritaskan dulu, bukan diskusi nggak penting tapi gue harus menyempatkan waktu di sela-sela kesibukkan untuk bermunajat akan pada-Nya.
Senangnya sih, obrolan gue dengannya sudah macam gurita. Gue mulai menyelami dunianya yang ternyata unik juga, pandangannya terhadap dunia dan lain sebagainya karena topik obrolannya lumayan banyak esensialnya, so gue nggak berlarut-larut dalam penyesalan. Gue percaya bahwa obrolan gue dengannya bisa selama itu karena takdir. Lah, kok gitu? Iyah, gue bersyukur bisa sama-sama belajar bareng memaknai kehidupan dalam perspektif masing-masing. Seperi biasa, obrolan-obrolan masih menggantung, lusa nanti mungkin gue harus memberi sedikit waktu untuk berdikusi dengannya, tentu membahas yang esensial.
Pandeglang, 24 - 11 - 2023
0 Komentar