Hari Ke Empat Puluh Enam Ngampus

Ketika sedang belajar mk teori belajar
"Gue jawab Yasya yah." Kata Sheren panik ketika sesi tanya jawab presentasi.

"Lah, ngapain jawab Yasya. Ada juga jawab pertanyaan yasya, kan dia tadi nanya." Jawab gue memperjelas.

"Udah, Co ini lagi genting nih." Kata Iis menengahi.

"Iya, bisa-bisanya becanda di saat posisi kita digempur beberapa pertanyaan." Kata Sheren lagi menimpali.

Dalam hati gue ngakak, ngapain dibawa serius calm aja. Justru buat gue seru! Semuanya ikut aktif dalam diskusi, berarti doa gue baru terkabul saat ini oleh Tuhan, yeah, meskipun konsekuensinya kami harus mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan.

Hari ke empat puluh enam, mata kuliah semuanya dilaksanakan secara offline. Dari ketiga mata kuliah itu ada hal-hal yang kocak, takut, dan seru juga sih. Yeah, tergantung persepektif masing-masing. 

Mata kuliah pertama, Filsafat dan Teori Pls di mulai Pagi. Seperti biasa gue telat datang. Kali ini bukan karena bangun kesiangan, melainkan telat dapat mobil, parah emang. Tapi yeah, biarlah bukankah itu berlangsung secara alamiah? Di luar kendali gue. Beruntungnya pas gue masuk kelas, Dosen belum datang, mungkin terjebak hujan.

Presentasi kelompok pertama membahas soal pelatihan kepemudaan, siapa aja targetnya dan mengapa harus ada pelatihan pemuda. Gue bertanya, mengapa di setiap pelatihan pemuda tidak ada feedback buat masyarakat gitu, hanya pelatihan aja? Dan bagaimana solusi untuk mengatasi hal tersebut? Kemudian pas sesi audiens menambahkan, gue kembali berpendapat panjang lebar, entahlah gue senang aja latihan ngomong meskipun kadang gue bingung mau ngomong apa yah. 

Presentasi kelompok kedua membahas soal kesetaraan gender. Wih, seksi banget nih pembahasan. Pas sesi tanya jawab, gue nggak mengangkat tangan, nggak mau aja gitu nanti aja lah pas sesi menambahkan. Ada dua penanya, yaitu dari Azka dan Nabila. Pertanyaan pertama adalah, apa bekal kita sebagai perempuan untuk menjadi istri nanti? Ini yang gue tangkap. Sedangkan pertanyaan kedua, soal kesetaraan yang di mana hak-hak perempuan terpenjarakan oleh suami. 

Pertanyaan pertama gue menambahkan bahwa bekal yang perlu dipersiapkan adalah ilmu pengetahuan. Sebelum ke situ gue mendefinisikan dulu apa itu perempuan? Biar terarah. Tapi yeah, tetap aja penyampaian gue ke mana-mana, biarlah namanya juga masih belajar. 

Untuk pertanyaan kedua gue mau nambahin tapi oleh moderator atas arahan Dosen presentasi disudahkan saja karena Dosen mau menyampaikan langsung kesetaraan gender. 

"Lebih baik mandiri atau punya suami?" Tanya Dosen ke perempuan. Lelaki di larang bicara dulu.

Semuanya hampir minoritas menjawab lebih baik mandiri. Karena percuma mempunyai suami kalau hak-hak kita dipenjarakan. 

"Bila kamu mempunyai istri berkarir apa kamu menerimanya?" Tanya Dosen ke teman gue disamping, kini giliran cowok.

"Saya menerima karena cinta." Jawab Mirza yang di sambut gelakan tawa oleh semua.

"Bagaimana hubungan rumah tangga kalian, sedangkan dia sibuk berkarir?"

"Kembali kepada komitmen. Bila dia mau pergi karena pendapat saya dibawah dia sok aja, ngapain kita menggenggam seseorang yang banyak menuntut." 

Semua kelas diam, tidak ada yang bersuara. Ya iyalah pada diam, wong dia berpendapat seperti itu pas di luar kelas wkwk.

Dalam kecamata gue, pemahaman masyarakat pun teman sekelas masih mengikuti kata orang. Dogma-dogma terhadap wanita harus bebas tanpa dilarang-dilarang oleh suami masih hidup dipikiran para wanita, menjalar dari eropa ke asia sampai ke kelas gue. Padahal kalau perempuan mau mandiri nggak apa-apa, itu tidak masalah. Islam tidak melarang itu, asalkan setelah siap ya, menikah. Kan ibadah. 

Mereka menuntut kepada para lelaki untuk bebas, emang selama ini perempuan hak-haknya dipenjarakan? Nggak ada. Justru perempuan diberikan kebebasan, dengan syarat tidak melampaui batas kodratnya. 

(Untuk pembahasan kesetaraan gender, sedang gue teliti lebih dalam lagi).

Mata kuliah kedua, Teori belajar dan pembelajaran. Gue kebagian presentasi hasil observasi ke PKBM. Inilah moment yang membuat gue seru! Di mana ada beberapa orang yang bertanya. Kalau kata Yasya, gue nggak stres dengan gempuran pertanyaan. Tapi teman sekelompok gue yang stres. Haha, entahlah gue asyik aja gitu dengan situasi itu, karena semua pertanyaannya masih bisa diakalin. 

Mata kuliah ketiga, Psikologi Sosial. Gue telat datang karena pada saat itu masih tidur di sekat-sekat dekat kelas. Beruntunglah masih diizinkan masuk oleh Dosen. Dengan muka yang masih kantuk, gue dikejutin dengan kenyataan bahwa kelompok gue presentasi. Kaget aja gitu belum ada persiapan yang matang. Gue ambil permen karet dan mengunyahnya, yeah menurut pakar psikologi itu dapat menenangkan pikiran yang sedang menegang. 

Hal ini terjadi karena Dosen memilih secara acak dengan cara siapa yang salah tepuk, maka hukumannya kelompok dia maju presentasi. Salah satu anggota kelompok gue salah tepuk, konsekuensinya kelompok kena tampuk. Dia sudah berapa kali meminta maaf, kami jawab santai aja karena percuma kita menyalahkan masalah kalau pada akhirnya tidak mau bertanggung jawab atas masalah itu. Alih-alih diselesaikan, ini nambah masalah. 

Dengan persiapan yang ngedadak, kami paksakan presentasi sebaik mungkin. Biarlah tak sempurna, karena dalam proses belajar jangan pernah memikirkan sempurna. Percuma sempurna, kalau hanya satu gebrakan doang. Lebih baik tidak sempurna, tapi kita terus belajar menyempurnakan itu. 

"Elo mau pulang?" Tany gue ke Azka ketika dia lewat mau pamitan ke gue dan yang lain.

"Nggak, mau main." Jawabnya ceria.

"Katanya kurang fit."

"Nggak lagi." Lalu pergi meninggalkan kami.

Setelah kepergiannya gue mikir, main. Yeah, asyik juga main, kapan gue main yah? Kenapa akhir-akhir ini fokus belajar? Mengapa orang-orang lebih mementingkan main kebanding asyik belajar? Entahlah, mungkin mereka belajar sambil main, bukan kayak gue hanya monoton belajar tanpa memikirkan kapan main?

Main. Kata itu bermain-main dipikiran gue. Bukankah selama ini gue sering main? Yeah, mainnya beda, karena terbebani oleh tugas belajar bukan kayak orang lepas main aja. Kiranya perlu gue meluangkan waktu main meskipun hanya duduk-duduk di cafe doang atau lihat-lihat indahnya pantai. Tapi... bukankah di setiap perjalan main, pikiran gue selalu mengaitkan dengan pembelajaran? Entahlah. 

Gue bingung. Dan dari bingung itulah gue dapat kesimpulan, biarlah segala aktifitas gue dikorupsi oleh belajar. Biarlah kebebasan gue sekarang dipenjara oleh semangat belajar. Karena kita tìdak tahu lusa nanti apakah masih bisa nafas? Gue percaya bahwa rasa lelah, capek, sedih pahitnya belajar akan berbuah nanti. Itulah waktu yang tepat buat gue main bersama orang lain, atau keluarga kecil gue. Belajar, ojo kendor!

Selesai mata kuliah, gue nggak langsung pulang. Pertama karena ada mentoring yang wajib diikuti. Kedua ada acara diskotik (diskusi asyik sosial politik) dari hmj pnf. Buat gue ini harus selain menambah ilmu, juga mengikat silaturahmi dengan para kating, karena akhir-akhir ini gue jarang berkomunikasi dengan mereka, siapa tahu dapat informasi baru. 

Gue pulang larut malam, tapi puas sih. Pembahasannya soal psikologi, mengendalikan emosi. Andai rumah gue masih sekitaran serang, gue rela pulang malam banget demi diskusi lagi dengan pemateri. Tapi karena gue khawatir pulang terlalu larut malam dan nggak ada jaminan dapat mobil angkutan umum, gue pulang cepat-cepat membawa door prize, ilmu baru, pertanyaan baru, keresahan, dan rindu akan padamu wkwk. Sampai rumah gue langsung tumbang, nggak sempat menulis di blog, biarlah kan masih bisa besok, kata gue menguatkan hati di saat menyadari se-malam nggak post di blog.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement