Hari Pertama Ospek Fakultas

Foto bersama hari pertama ospek fakultas
"Kamu kenapa nggak bawa obat?!" Kata divisi kedisiplinan marah.

"Kalo ditanya jawab!"

"Saya bukan dokter kak." Iya gue bilang gini dalam hati wk.

Hari pertama ospek Fakultas penuh dengan tanda tanya besar dalam diri gue. Antara santai dan takut, cuman sedikit sih.

"Gimana nih besok bro?" Tanya teman gue

"Calm aja. Jangan takut kepada senior bro, takutlah kepada Tuhan."

"Siap."

Gue mau bersikap biasa saja dengan hal-hal yang akan terjadi nanti, karena konsekuensi pasti ada saja. 

Pagi tadi gue berangkat jam setengah enam, biasa dianter oleh kakak gue. Dan datangnya telat. Habis itu gue kena hukuman lagi, nggak bawa obat sama buah-buahan. Pagi yang suram.

Gue harus nebus name tag dengan pilihan-pilihan sekitar Fakultas. Kalo nggak, gue mungkin akan dijemur. Teman-teman gue yang satu nasib juga sama bingungnya. Mau nyanyi soal mahasiswa nggak hafal, mau bacain sumpah mahasiswa juga nggak hafal, dan yeah bingung.

Akhirnya kami ngafalin sumpah solidatitas. Pada saat gue fokus ngafalin, ada cewek berkecamata minta tolong sama gue buat pegangin botol aqua, gue pegang dong sambil fokus ngafalin.

Sumpah solidatitas gue nggak hafal, pas setoran juga bleng. Udah mah gue blang, si cewek tadi minta diserahin botol aquanya. Gue sih nggak masalah, cuman dia ngambilnya itu loh, tatapannya so sweat banget, kayak ada manis-manisnya gitu. Seketika gue nambah blang, gimana gue nggak blang wong muka dia terbayang-bayang dipikiran wkwk.

"Kamu nggak bawa obat, kenapa kamu ngga bawa sih?!"

"Saya hanya bawa iman islam teh." (Dalam hati)

Semakin lama, komdis kesal sama gue karena nggak hafal, dan gue mikir sejenak, gimana yah? Materi CACO (Cerdas Akademik, Cerdas Organisasi) apakah ini bisa? Gue ajuin tuh dan di acc. 

Caco itu sederhananya sih profil-profil mahasiswa. Ada tiga tipe, diantaranya:

Pertama kupu-kupu (kuliah pulang) biasanya ini bagi orang yang sering mengejar ipk tinggi. Dia nggak aktif organisasi apalagi urusan hati wkwk. Padahal belum ada jaminan tuh dia bakalan langsung kerja setelah wisuda. 

Kedua, kura-kura (kuliah rapat) didominasi oleh orang-orang yang hobi berorganisasi. Dia tidak terlalu mendewakan nilai ipk, lebih dari itu ingin meningkatkan nilai-nilai moral yang semakin seremonial.

Ketiga, kunang-kunang (kuliah - Nangkring)  inilah mahasiswa yang fleksibel. Bisa membagi waktunya dengan efesien. Mahasiswa yang kayak begini nih sukar ditemui. Tapi ada sih, cuman hanya beberapa saja.

Dengan penjelasan yang belepotan, hukuman selesai. Gue bisa ikut gabung dengan teman-teman yang lain.

Gue disambut sama kelompok gue sendiri, sambil tepak jidat. Elo tahu kenapa? Karena gue sering telat dan menghilang tiba-tiba. Yeah begitulah, gue tanggapi dengan calm.

Acara pembukaan di mulai, dilanjut dengan materi soal pancasila. Elo tahu siapa pemateri nya? Ibu Airin Bukan Yang Lain. Dikasih waktu satu jam, Ibu Airin hanya menjelaskan perihal pancasila lima belas menit, itu pun dibaca bukan di luar kepala.

Bawaannya itu loh ngantuk banget. Gue pindah ke kelompok sebelah biar menghindari sengatan matahari yang mulai panas. Gue so-soan gitu ikut kelompok sebelah, dengan santainya mengajak mereka berbincang.

Awal-awalnya mereka menanggapi biasa, yeah beda gender kan gue cowok mereka cewek, udah nggak aneh. Puncaknya ketika ada sekelompok orang masuk membawa spanduk dengan tulisan 'PPKMB 2023 FKIP DI JEJALI POLITIK PRAKTIS!' satu spanduk lagi gue nggak tahu isi tulisannya apa.

Panitia sudah rame mengusir si penyusup itu. Bahkan Ibu Airin Bukan Yang Lain juga ikut turun tangan. Dia memanggil salah satu perwakilan tersebut untuk maju ke depan. Si penyusup tetap kekeuh, membuat suasana makin riuh. Pak Dekan dkk panitia pada akhirnya bisa membawa salah satu perwakilan ke depan.

Dengan muka cemas si penyusup itu mengatakan seperti yang ada di spanduk tadi. Gue sih melihat hal itu calm aja. Entah udah merasa nggak aneh karena dulu pernah merasakan di organisasi atau lagi lazy aja. Terlepas dari dua hal itu gue mau calm aja, capek caper mulu.

"Elo siapa namanya?" Tanya gue ke cewek yang beda kelompok tadi.

"Gue silmi."

"Silmi bukannya ayat Al-Qur'an tea yah? Yang Silmi Kaafah."

"Yeah, temen gue itu mah kalo gue Silmi doang bro."

"Elo jurusan apa? Dan asli mana?" Tanya gue nggak canggung lagi.

"Gue dari jurusan pendidikan kimia. Dan dari Pandeglang bro. Elo?"

"Weh, gue juga Pandeglang juga bro."

"Iya tah? Jurusan apa lo?"

"Gue jurusan pendidikan non formal."

"Elo pulang - pergi apa nge-kost?"

"Gue pulang - pergi. Elo?"

"Sama nggak nge-kost."

"Elo siapa?" Tanya gue ke teman sampingnya.

"Gue Elsa dari pendidikan khusus."

Kami  pun sibuk mengobrol bertiga. Setelah gue tahu bahwa si Silmi orang Pandeglang, perbincangan gue dengannya makin dekat, kayak teman lama aja gitu, dan si Elsa pun ikut-ikutan. Top deh kami menjadi best friend mendadak.

"Politik praktis. Kalo gue lihat di rundown acara sih emang berbau politik semua bro, soalnya pemateri nya orang-orang berpolitik semua." Kata orang yang berbincang di sebelah gue, yang sibuk bahas konflik.

"Yeah, harusnya kan pematerinya dari pihak-pihak terkait. Misal soal wawasan kebangsaan, kenapa pematerinya dewan dari partai .... padahal kalau mau serius ya, akdemisi kek. Atau kalau mau pejabat, sekalian dewannya, bukan dari partai tertentu." Kata temannya menimpali dengan kritis.

"Yeah. Sekarang juga kenapa Ibu Airin yang jadi pemateri, kenapa nggak yang lain gitu. Kan legalitas dia sekarang sebagai calon Gubernur. Yah, terkesan mencari suara gitu haha."

"Haha, iyah. Elo sependapat nggak dengan si Abang penyusup ini?"

"Gue sependapat. Pantesan hp kita dikumpulin, bahkan tadi gue dengar panitia sedang mengawasi kita-kita takut menyebarkannya ke sosmed. Kalau di sebarin kan respon netijen jelek, padahal aslinya jelek haha."

Mendengar percakapan itu di satu sisi gue ingin ketawa, di satu sisi lain gue juga mengiyakan pendapat mereka. Ingin ketawanya karena bahas politik praktis.

Yeah, legalitas pemateri emang berpolitik. Tapi kita tidak bisa mengatakan bahwa itu sebagai bentuk politik praktis kalau, dia tidak menyarankan semua peserta untuk memilihnya nanti. Kenyatannya kan pemateri netral nggak mempromosikan diri. Kembali lagi, tergantung orang memandangnya.

Kemudian, perihal pendapat mereka ada benarnya. Kenapa pejabat semua yang jadi pemateri, minimal ada salah satu akademisi atau sekalian motivator. Karena kadang pejabat itu ngasih materinya nggak detail, kesannya kayak asal aja gitu. Seperti pemateri yang sekarang jadi buah bibir ini, hanya lima belas menit doang bro. Gue kasihan ke Moderator nya haha, serius loh bingung. Beruntungnya ada penyusup, bayangin kalo nggak ada, ya, pasti nyungsep.

Yeah, begitulah soal politik yang terjadi, gue menanggapi biasa aja. Dan bodo amat selagi ktp aman pusing-pusing amat mikirin, lebih baik mikirin si dia wkwk.

Setelah shalat Jum'at materi kedua dan ketiga berjalan dengan lancar, meskipun harus dibayar dengan rasa bosan. Iseng-iseng gue gombalin cewek yang satu kelompok dengan gue.

Namanya Dinda, dia dari jurusan Pendidikan Khusus. Dari dia gue semangat lagi menjalani rangkain materi ospek, dari dia gue dipaksa humoris, dan dari dia gue ingat salah satu guru gue yang sangat baik banget, yang dengan tulus membimbing gue sampai selesai menjabat sebagai ketos. 

Dia mirip banget, dari mukanya, senyumnya, ketawanya, cara bicaranya dan  responnya ketika diajak berbicara.

Eh, kenapa gue memuji dia yah? Jangan-jangan gue...? Sudahlah wkwk.

"Eh, lihat Dind ada bidadari di belakang." Kata gue ketika pensi ormawa mau maju ke panggung.

Dia pun melihat ke belakang.

"Weh, mana bidadari. Itu angle ada sayapnya."

"Ouh nggak ada yah, kan bidadarinya kamu haha."

"Ih apaan sih loh...!" Sambil tersenyum malu-malu.

Gue kira pensi ormawa sebentar, ternyata lama banget bro. 

"Weh, jam berapa sekarang?" Tanya Dinda.

"Katanya gue harus diem..." semprot gue, karena dia tadi kasih kode untuk diem.

"Ih, apaan si loh." Sambil senyum malu-malu.

"Sekarang jam setengah enam." Kata gue kepadanya, yang kembali dibalas senyum.

Acara pun selesai jam enam pas. Kami langsung pergi ke mentor yang ternyata masih tidur. Beruntungnya hp nggak hilang, amanlah. Kami fotbar dan pulang ke rumah masing-masing.

Gue cari-cari Silmi buat pulang bareng, tapi nggak ketemu. Mau telpon juga nggak punya nomornya. Ya udah, gue shalat magrib dulu ngapain cari dia, mungkin sudah pulang duluan. Alasan gue mau pulang barengnya biar nggak angkotnya nggak nge-tem lama, itu aja sih.

Selesai shalat Maghrib gue pulang, di lampu merah ada cewek yang juga lagi nunggu angkot. Gue datangi, eh, ternyata si Silmi. 

"Gue cari elo tadi, dikira udah pulang."

"Nggak njir, gue tadi nganter si Elsa naik angkot dulu."

"Kuy! Pulang."

"Bentar, gue lagi nunggu teman dulu, dia juga sama ke Pandeglang."

"Okee. Elo udah shalat Maghrib?"

"Belum, nanggung njir."

"Weh, shalat dulu gih."

"Di rumah aja lah."

Setelah temannya datang, ternyata bukan satu orang tapi ada lima orang. Dalam hati gue bahagia, angkot pasti nih nggak nge-tem.

Ketika kami lagi nunggu angkot, ada satu cowok berbaju batik ikut gabung juga. Gue diem nggak ngajak ngobrol, bukan nggak mau tapi lagi lazy aja.

Tidak menunggu waktu lama angkot pun tiba. Kami langsung naik, dan cowok berbaju batik juga ikut naik di depan sama gue karena di belakang sudah penuh di isi oleh cewek.

"Bang kuliah juga di Untirta?" Tanya gue memulai percakapan.

"Yeah,"

"Semester berapa bang?"

"Saya semester sembilan, ini lagi skripsian."

"Wih, jurusan apa bang?"

"Saya jurusan biologi. Sebenarnya saya juga ke sini bukan untuk skripsian aja sih, tapi juga diamanahi sebagai ketua laboratium biologi. Tadi lihat kan pertunjukan biologi?"

"Yeah lihat bang."

"Itu tadi dapat pinjam dari laboratium."

Sepanjang perjalanan gue habiskan dengan berbincang. Ternyata namanya Bang Hamid dia rumahnya di Karangtanjung lumayan dekatlah dengan rumah gue. 

Gue minta saran-saran sama dia biar tetap semangat kuliah, ritme dunia kuliahan gimana, panjanglah Bang Hamid ceritain. Sepanjang cinta gue ke dia wkwk. 

Pulang ke rumah gue langsung shalat dan tumbang. Sampai gue nggak keburu nulis essay di blog perihal ospek pertama fakultas. Tapi mengingat dia gue masih keburu kok wkwk.

Yeah, begitulah rangakain ospek pertama. Banyak banget hal-hal yang terjadi tidak dapat gue tulis, termasuk ketika si dia nyimpen jeruk di belakang tas gue, mungkin mau ngasih malu. Gue semprot kan, kenapa elo ngasih jeruk pakai kode-kode, lagian ngapain malu? Eh, dia malah balas senyum malu-malu. Dasar cewek so sweat wkwk.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement