Hidup mahasiswa!!!
Hidup rakyat Indonesia!!!
Hidup perempuan yang melawan!!!
Hidup kita semua!!!
Yeah, itulah rangkaian acara ospek kedua. Semuanya soal hidup dan hidup. Nggak ada tuh yang bersorak selain itu.
Padahal kalau kita berpikir secara logika, kita sudah hidup, rakyat sudah hidup, semuanya hidup, tinggal geraknya nih wkwk. Mana bukti geraknya? Masa hanya lantang bersuara doang, buktinya seremonial. Kenapa yah gue punya pikiran kayak begini, masuk jurang nggak sih wk. Bodo amat gue kan bicara apa adanya bukan dibuat-buat.
Hari kedua ospek ambisi gue makin menipis banget deh, nggak bergairah banget. Apalagi pas sorakan-sorakan di atas dikumandangkan, pikiran gue sudah berapa kali masuk jurang.
Harusnya sorakannya diganti, masa gitu-gitu mulu, karena kita sudah hidup ngapain di hidupi lagi. Yang harus di hidupi lagi adalah, kesejahteraan, pendidikan, dan keadilan. Bukan menghidupi lagi kita yang masih hidup, ngapain? Nggak ada pembahasan. (Kan masuk jurang lagi) kalo nggak ada ganti aja kayak begini.
Mahasiswa?! Bergerak pasti!!
Rakyat indonesia?! Bergerak pasti!!
Perempuan yang melawan?! Cakep!!
Kita semua?! Siap bergerak!!
Terserah deh mau pantes atau nggak, tapi gue punya alasan khusus dari ketiga hal di atas, apa itu?
Pertama, bergerak pasti. Kita kan mahasiswa nih, dan hidup juga karena masih bisa nafas. Ya, tinggal gerak. Ngapain lantang bersorak, tapi di lapangan bungkam tak bersuara (masuk jurang lagi wk). Dengan mengatakan 'Bergerak Pasti' secara tidak langsung mereka mikir, 'oh iyah geraklah' sebaliknya jika hanya hidup doang, ya, dia bakalan hidup doang meskipun tidak sesuai dengan apa yang diucapkan.
Kedua, rakyat indonesia bergerak pasti. Ya iyalah, rakyat itu tinggal diarahin gerak, bukan dimotivasi untuk hidup. Sejatinya mereka sudah hidup, tinggal mereka sendiri yang berpikir bagaimana caranya bertahan hidup. Dengan banyak konflik masih sat-set. Kalo mereka dimotivasi doang, nanti kerjanya nggak fokus, malahan inginnya lebih dan lebih. Sebalikny kalo sorakan, 'Bergerak pasti' yah, mereka akan bergerak sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Dengan hal inilah sumber perekonomian kita ada peluang maju, karena rakyatnya sudah sadar akan tupoksinya tanpa ada saling menjatuhkan satu sama lain.
Ketiga, perempuan yang melawan cakep. Itu tepat. Mengapa? Karena suka keindahan bro. Alah, elo lebay, alay, bucin! Faktanya begitu. Sudahlah, jangan so idealis kalo masih takut kelaparan wk. Biasa aja menjalani hidup. Siapa coba sekarang perempuan yang lantang suaranya seperti Marsinah? Ada pasti. apakah menyeluruh? Tidak. Hanya sebagian. Dan apakah dengan menyoraki 'hidup perempuan yang melawan' akan hidup? Pasti ada. Kualitasnya bagus nggak? Kadang hanya seremonial doang. Mengapa? Karena hanya suka legalitasnya doang, geraknya belakangan. Nah, dengan kita menyoraki 'cakep' dia akan mikir, cakep juga yah. Dan mulai masuk ke fase kesadaran diri. Selanjutnya tinggal mengikuti bro.
Keempat, siap bergerak! Bukan hanya berani ngomong doang. Yeah mungkin elo paham dengan pemahaman ini, so, gue hanya jelasin permukaannya aja.
Jalanan macet padat saat penjemputan Bem Univ ke Bem Fakultas
Gue kadang aneh dan resah melihat orang-orang sekarang so idealis tapi apatis. So idealis tapi pragmatis. Merek mahir berkata-kata, lantang bersuara, kegiatannya hanya seremonial aja.
Dahlah, itulah keresahan gue perihal sorakan-sorakan hidup.
Materi tadi hanya ada tiga, yaitu dari kemendikbud soal kekerasan seksual, keamanan lalu lintas dari kapolri dan pengenalan unit kegiatan mahasiswa (ukm). Lebih tepatnya ukm bukan materi yah, hanya pengenalan doang.
Soal kekerasan seksual pembahasannya lumayan panjang, dan menghibur meskipun tetap saja gue tertidur. Ngantuk banget deh soalnya gue baru minum tolak angin. Awalnya gue tolak sih tawaran dari temen gue yang memberikan tolak angin, karena percuma mengkonsumsinya kalau dari awal sudah ditolak wkwk.
Sepanjang materi berlangsung, gue kepikiran gagasan Paulo Freire dalam bukunya pendidikan kaum tertindas. Dia mengatakan bahwa banyak orang-orang yang ditindas oleh penindas karena minimnya pendidikan, terlepas dari hal lain.
Bro, kan banyak orang yang berpendidikan tapi tak berani melawan gimana tuh? Ya, berarti ada masalah dari dirinya. Tujuan pendidikan kan salah satunya adalah memerdekakan dan memanusiakan manusia.
Sama halnya dengan kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi di perguruan tinggi, salah satunya adalah minimnya pendidikan yang dia dapatkan terlepas agamanya apa.
Solusinya untuk memberantas memang banyak, tapi salah satunya kembali ke pendidikan.
Materi kedua dari kapolri soal keamaan lalu lintas. Materinya juga panjang banget, sampai membuat gue tertidur panjang wkwk.
Terakhir pengenalan ukm. Gue juga nggak semangat dan ambisi gue juga tiada. Inginnya diam aja. Pas pengenalan mulai sampai berakhir pun gue biasa aja nggak ada respon buat ikut. Temen gue disebelah nanya mau gabung apa gue jawab aja begini.
"Kita kan baru semester satu, so belum kenal ritme dunia kampus kayak gimana. Calm dulu aja gue mah, tapi tidak menutup kemungkinan gabung nanti. Yeah, pikir-pikir dulu."
Yang dibalas jempol satu.
Kalo gue gabung dua ukm otomatis harus beli baju dari kedua ukm kan? Memang nggak beli juga no problem. But anyway bro, realitanya begitu. Misalnya yah harganya seratus, gue ikut dua ukm berarti harus keluarin uang dua ratus. Belum lagi kalo gabung himpunan jurusan, tahu gitu sekalian aja gue jualan baju wkwk.
Yeah, gue tahu rezeki itu ada tapi gue nggak enak aja minta ke nyokap. Biar nanti ajalah ngapain gue pikirin lebih baik pikirin kamu wkwk.
Moment yang bikin rame, gaduh, dan tentu seru adalah ketika penjemputan dari Bem Universutas ke Bem Fakultas. Rame banget kayak lagi hajatan gitu. Gue sih senangnya bukan karena atmosfer-nya kayak gitu, melainkan ospek beres. Kan asyik bro.
Anak FKIP (Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan) yang paling dominan dari yang lain. Saking dominannya kebagian keluar terakhir, elo tahu kenapa? Karena tempatnya dikuasai dulu oleh kami. Gue kira sebentar ternyata lama banget.
Di akhir sesi kating meminta maba perwakilan untuk orasi ke depan. Lagi-lagi gue nggak berambisi, badan gue lemes banget kayak tapai (makanan yang lemes) dan yang gue inginkan hanya dua, shalat ashar lalu pulang.
Gue nggak menyesal nggak maju ke depan. Aneh banget. Dan gue kembali bertanya-tanya kenapa nggak kayak dulu lagi, apakah gue mulai naik ke fase kesadaran bahwa semua itu hanya seremonial doang? Yeah. Gue sekarang memang berubah, yang tadinya selalu di depan sekarang di belakang tanpa orang lain tahu bahwa gue sedang sat-set. Yeah, gue nikmati aja lah.
0 Komentar