Hari pertama serba baru, baju baru, sepatu baru, peci baru, tas baru, buku baru, semuanya baru, nggak ada tuh yang biru, kuning, merah gitu wkwk.
Buat gue semuanya sih sama, cuman yang baru adalah kamu, yang datang ke duniaku hahah. Apaan sih? Sampaah!
Gue ke kampus nebeng ke teman, katanya sih biar dia ada teman ngobrol dijalan. Ya Allah, padahal jalanan rame. Tinggal ngobrol aja ke pengendara sebelah, palingan kena marah.
"Woy! Kalo bawa motor pake mata!"
"Saya pake tangan bang. Ya kali bawa motor pake mata, gimana nge-gasnya."
"Iya juga yah." Lalu dia pergi.
Begitulah ilustrasi dipikiran gue.
Respon gue sih diajak nebeng iya aja, lagian tinggal duduk doang. Justru gue bersyukur, nggak bakalan nge-tem lagi kayak angkot.
Di kampus, gue sama teman gue tiga orang bingung mencari kelas di mana. Kami cari-cari dengan semangat sampai keluar gerbang haha nggaklah. Nggak ketemu. Kami cari lagi dan lagi, sampe nyasar ke kantor rektor, terus kena semprot.
"Gimana sih kalian bisa nyasar, cari kelas aja nggak bisa!"
"Gimana kami bisa pak. Kalo bapak juga nggak bisa nurunin harga ukt teman-teman kami."
Stt! Masuk jurang pertama haha.
(Foto tidak ditampilkan saat kejadian)
"Hari pertama ngampus gini amat yah, bisa nyasar," kata Mirza membuka percakapan.
"Yaelah, calm aja lumayan pengalaman." Jawab Nida dengan santai.
Kami pun menemukan kelas, pas masuk sudah banyak orang, kecuali Pak Dosen. Lega rasanya.
Mata kuliah pertama Antropologi pendidikan, gue lupa lagi siapa nama Dosennya (emang gue mahasiswa kurang hajar yah) pembahasannya asyik karena bukan materi melainkan hanya perkenalan doang.
"Apa tujuan kalian ke sini?" Tanya Pak Dosen.
Semua diam, gue juga diem. Gimana mau menjawab kalo Pak Dosen belum beres bicaranya.
"Kenapa bapak bertanya kayak begini, biar kalian terarah belajarnya. Nggak ngikut angin kayak bambu gitu. Coba siapa yang berani menjawab pertanyaan bapak."
"Saya ingin cari ilmu dan pengalaman pak. Karena saya merasa ilmunya masih kurang. Jadi saya ingin terus mencari dan mencari." Jawab teman gue mantep.
"Kenapa cari pengalaman di sini? Nggak di luar sana. Kan banyak pengalaman di luar sana yang bisa kamu lakukan?" Semprot Pak Dosen.
Teman gue kikuk nggak bisa jawab. Saking kikuknya mau berubah jadi ulat haha.
Gue setuju dengan apa yang dikatakan oleh Pak Dosen, dari awal harus kita geprek dulu tujuan kita kuliah buat apa. Biar ke sananya nggak salah arah.
Tujuan gue kuliah sih buat cari ilmu dan pengalaman. Karena setelah satu tahun gue kerja, banyak banget di dunia ini yang belum gue ketahui, meminjam kata Pak Dosen, semakin kita banyak ketahui kita akan sadar banyak yang belum kita ketahui. Setelah sadar dalam fase ini, kita harus gali dan gali bukan diam lalu menjadi orang yang menyesal di akhir tua nanti.
Banyak sih tujuan gue kuliah mau ngapain, cuman gue rasa tidak masalah nggak diungkapkan di sini panjang lebar, yang terpenting kita paham buat apa dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Antropologi itu dalam kecamata gue adalah suatu ilmu yang mengatur manusia dalam melakukan sesuatu, baik dari tingkah laku, budaya, dan cara berinteraksi. Semua manusia yang berada di dunia ini bermacam-macam, dan tidak akan ada persatuan tanpa pertumpahan darah kecuali manusia-manusia itu saling memahami dengan cara mempunyai ilmu. Mengapa kayak begitu? Meminjam kata Mahatma Ghandi, setiap orang hakikatnya ingin kedamaian dan ketentraman dalam menjalani kehidupan, cuman manusia-manusia itu sendiri yang mengutamkan nafsu kebanding akalnya untuk berpikir.
Yeah, gue bilang kayak begitu kemarin... dalam hati haha.
"Apa bedanya antropologi pendidikan dan pendidikan antropologi? Keduanya sama kan tinggal dibalik doang?" Pancing pak Dosen mengajak kami untuk berpikir lagi.
Kelas kembali hening, dan gue nggak mau sok tahu (huh payah loh!).
"Bedanya kalau antropologi pendidikan hanya belajar ilmunya doang. Sedangkan pendidikan antropologi itu belajar agar kita menjadi ahlinya. Begitu."
Bukan hanya bahas Antropologi, Pak Dosen juga beberapa kali menyelipkan jurusan pendidikan non formal. Dan itu membuat kami tahu lebih dalam tentang jurusan yang kami pilih.
Mata kuliah pun selesai, tak terasa satu jam setengah kami duduk di kelas. Ada kebiasaan berbeda yang gue rasakan saat mata kuliah berakhir, di sekolah guru yang keluar, sedangkan di kampus, ya, kita yang keluar. Dosen tetap stay di dalam.
Pas ke luar, kami bingung mau ke mana. Soalnya mata kuliah dua di mulainya dua jam lagi. Kuliah emang istirahatnya bukan kaleng-kaleng nggak ada lawan.
Kami pun memutuskan untuk ke mushola, soalnya belum shalat Dhuha. Kami kira sepi, ternyata ada banyak orang sedang kumpulan. Gue sih nggak masalah kalo kumpulan organisasi islami, ini ternyata sedang belajar mata kuliah agama yang di pimpin oleh mentor, bukan Dosen. Yeah, mungkin Dosennya lagi sibuk kita kan nggak bisa menghakimi.
Gue sih nggak masalah soal Dosen nggak hadir, itu masih di toleransi. Tapi soal belajar di Mushola sih nggak. Lagian kenapa sih harus di Mushola? Kenapa nggak di kelas atau di tempat-tempat yang lain. Bukan apa-apa, gue takutnya ada yang mau shalat Dhuha nggak jadi, kan kasihan bro. Harusnya dia dapat pahala, ini nambah dosa. Elo tahu kenapa? Dia cuci mata, ceweknya sih cantik-cantik wkwk.
Mata kuliah kedua melalui zoom, gue bersyukur tadi pagi baru ngisi kuota (meskipun gue belum bayar haha) coba kalo nggak punya kuota, gue pasti alpa. Yeah begitulah.
Nama Dosennya gue lupa, tapi gue panggil Pak Bimsalabim. Kenapa? Karena gue berharap pembahasan yang diutarakannya bimsalabim paham, nggak bingung gitu.
"Sebutkan ada berapa perintah Allah?" Tanya Pak Dosen kepada kami.
Semuanya diam, dan menatap ke gue semua. Gue kasih kode kenapa jadi pusat tatapan, sambil kasih kode juga mereka menunjuk Pak Dosen. Seketika gue paham maksud mereka, ya gue jawab dong, salah satunya untuk beribadah.
"Ada sepuluh Pak," jawab teman gue.
"Sebutkan semuanya." Kata Pak Dosen
Satu dua dia masih ingat, seterusnya dia lupa. Dan Pak Dosen pun kesel, gimana sih kalian! Umpatnya sampai selesai.
Tiga puluh menit lagi materi berakhir, Pak Dosen mengakhiri pembahasan. Dalam hati gue lega, kuota masih aman.
Mata kuliah ketiga di mulai jam satu siang, sudah menunggu lama, Dosen belum juga datang. Elo tahu kenapa? Belum di chat sama Penanggung jawabnya. Haduh.
"Gimana sih Za belum di chat, ya udah chat Pak Dosennya bisa nggak ke sini." Kata si ketua kelas menumpahkan keluh kesahnya ke Mirza.
"Sorry gue binggung mau chat-nya gimana."
"Sini gue ajarin." Kali ini dengan nada santai.
Pak Dosen masuk Jam dua siang. Tanpa aba-aba pembelajaran di mulai, tapi sama kayak pas pagi tadi hanya pengenalan doang. Gue sih calm aja, lagi pula kalo langsung materi pusing, ditambah waktunya sebentar doang. Setelah lama bercerita ke sana ke mari, matkul ketiga berakhir.
"Kita satu mata kuliah lagi kan?" Bisik yang lain, kepada teman di sampingnya
"Yeah, mari kita pindah ruangan." Jawab temannya dengan raut muka bahagia.
Kami pun pindah ruangan, setelah lama menunggu, Dosennya nggak kunjung datang, ternyata lagi rapat penting jadi nggak bisa datang.
"Elo siapa namanya?" Tanya gue kepada dua cewek yang berada di depan.
"Gue Natasya, ini Salma."
"Kalian baru tah? Gue soalnya baru lihat?"
"Parah lo Sim, nggak kenal kami. Padahal dari awal pertemuan sampai sekarang kami hadir terus."
"Serius loh, gue nggak tahu kalian." Jawab gue jujur.
Entah kenapa yah, gue belum semua orang yang satu jurusan dengan gue, sedangkan mereka kenal semua ke gue. Parah emang, tahu gitu dari awal gue incar si ini.... haha.
Gue lumayan terkejut ketika tahu si Salma ternyata dari Pandeglang juga, iseng-iseng gue tebak dia pernah masuk UIN.
"Sal, tampilan elo kayak anak UIN. Elo pernah daftarkan?"
"Lah iyah gue pernah." Jawabnya antusias, sambil menceritakan panjang lebar.
"Terus kalian kenapa mau pilih jurusan pendidikan non formal?" Tanya gue mengalihkan ke topik yang lain.
Mereka pun menceritakan panjang lebar sambil diselipi candaan yang membuat suasana makin hidup.
Dalam keadaan ini gue mikir, kok bisa yah gue se-mahir ini berkomunikasi dengan cewek padahal dulu boro-boro. Jadi kayak ngobrol sama teman lama aja gitu. Apakah budaya kuliahan kayak begini? Yeah, mungkin.
"Wih, bisa aja lo godain ceweknya, awas kesenggol. kata teman gue setelah dua cewek tadi nggak gue ajak ngobrol lagi. Capek.
"Biasa aja, kan teman satu jurusan masa nggak saling kenal." Jawab gue santai.
"Kita pulang aja yuk! Atau ke perpus?" Kata teman gue yang sedari tadi diam memperhatikan gur ngobrol sama dua cewek.
"Ke perpus aja lah. Setelah itu pulang." Jawab Mirza.
Kami pun pergi ke Perpus, mau cari-cari buku. Siapa tahu ada salah satu buku yang kami cari, soalnya tadi siang beredar informasi suruh beli buku sama Dosen. Huh, kapitalisasi pendidikan ada aja dah, padahal sudah bayar ukt.
"Wei, lo jalan jangan ngelamun gih." Semprot Mirza yang lihat gue jalan kayak nggak fokus.
"Yeah, biasa aja." Jawab gue singkat.
"Gue tebak lo lagi nyari si dia kan? Yang pas kenalan di ospek fakultas itu, dia dari jurusan ...."
"Apaan sih lo Za." Sambil nutup mulut si Mirza rapat-rapat, ada-ada aja nih anak. Faktanya sih iyah, gue lagi cari dia haha.
Kami masuk Perpustakaan yang disambut ramah oleh kuncennya.
"Kalo mau pinjam harus punya ktm dulu." Kata kuncen memberitahu kami.
"Wih, berarti gue harus ke kelurahan dulu Za minta ktm," kata gue berpura-pura polos.
"Astagfirullah..." jawab Mirza
"Atau buat ktm nya ke Bank aja yah Za. Biar nggak repot."
"Istigfar Co. Ktm itu kartu tanda mahasiswa!" Jawab Mirza kesel.
"Ouuh." Dengan santai gue jawab gitu.
Ktm belum keluar, kalo mau pinjam harus cetak kartu perpus dulu, dan itu bayar goceng.
"Perasaan kita udah bayar ukt, kenapa dipinta lagi goceng yah." Kata Mirza.
"Biarlah, santai dulu nggak sih."
Mirza nggak jadi pinjam, gue jadi pinjam meskipun harus bayar goceng. Buat gue sih nggak masalah, yang penting gue bisa pinjam.
Keluar dari Perpus kami bubar dan pulang ke rumah masing-masing. Seperti biasa, hari pertama gue awali dengan tumbang. Padahal gue udah berniat malam nanti bakal garap tulisan di blog perihal hari pertama ngampus. Tapi yeah, namanya juga tumbang, rencana pun nggak berjalan.
Pandeglang, Selasa 29 - Agustus -2023
0 Komentar