Bersama Royyan, membahas ide workshop Blog
“Apa yang harus dilakukan ketika minat baca kita menurun, dan mengapa kita harus rajin membaca?” Tanya gue kepada Ibu Ine dari Perpusda Pandeglang bagian minat baca.
“Oke mudah saja, sekarang Ibu balik bertanya diantara tokoh besar seperti Tan Malaka, Suekarno, Bung Hatta Bill Gates, Warren Buffett, Barack Obama, Paulo Freire dan tokoh lainnya apakah mereka minat membaca?”
“Sejauh ini saya menemukan mereka minat Baca, seperti Bill Gates misalnya.”
“Itulah yang harus dilakukan ketika minat baca menurun, mencari inspirasi dari para tokoh terkemuka. Dan mengapa harus membaca? Membaca itu menuntun kita kepada berbagai jalan untuk melangkah, dengan penuh makna, tinggal kita memutuskan mau dimulai dari mana dulu.”
Lebih lanjut, Ia menyampaikan bahwa hidup ini penuh liku-liku dan kita adalah orang baru di Dunia ini, maka perlu pegangan agar tidak tersesat. Membaca merupakan pegangan untuk melampauinya.
Dewasa ini, dalam perspektif Patologi Sosial terdapat Disorientasi terhadap aktifitas membaca. Dulu, menjadi sebuah kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap Manusia, tetapi sekarang mulai bergeser menjadi sebuah pilihan, bahkan langka. Hadirnya platform seperti Goagle, You Tube, Instagram, Tiktok dan sejenisnya adalah alasan disorientasi tersebut terjadi. Ada yang berpikir bahwa membaca itu tak perlu, tak penting dan menghabiskan waktu. Apakah itu benar? Tentu, menurut perspektifnya, tinggal kita standing position-nya di mana.
Ketika masih duduk di Bangku SMA, gue rajin mengunjungi Perpusda se-Minggu sekali. Apakah hanya untuk membaca buku? Tentu, selebihnya untuk menenggelamkan diri dalam lautan aksara yang telah ditata dengan rapih oleh Penulis-Penulis hebat. Pada waktu itu, gue lagi ada tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk me-wawancarai orang-orang sekitar, lebih spesifik-nya gue dah lupa bagian tugasnya harus seperti apa hehe.
Iseng-iseng dan nggak mau ribet, sekalian aja gue wawancara pihak Perpusda. Jangan tanya secara spesifik, apa saja yang gue tanyakan ke sana, yang jelas gue melakukannya otodidak hehe. Kalo sekarang nih, gue melakukan seperti itu pas dapat tugas mata kuliah, Dosen gue dah ngamuk cuy, “APAAN KAMU, WAWANCARA WARGA TANPA BAWA SENJATA! KAMU KIRA INI LAGI RESES ATAU CARI MUKA BUAT PEMILU APA! BUKAN BRO. SEKARANG BUAT INSTRUMEN SESUAI TOPIK DAN SEGERA TERJUN KE LAPANGAN LAGI” Begitu umpatannya, bikin menyayat hati tapi ada benarnya juga sih.
Yang paling gue ingat pas wawancara sampai sekarang adalah, pertanyaan yang di atas itu, kenapa kita harus membaca? Jawaban yang diberikan oleh Ibu Ine cukup menginspirasi, bagaimana akhirnya membuat tekad gue untuk membaca tetap berkobar. Untuk tife membaca, gue sih free tidak mengkhuskan satu topik saja. Misalnya membaca komik, membaca Novel, Membaca buku Ilmiah, gue gas aja dah, apalagi membaca tentang kamu mah yah wkwk.
Membaca dalam kecamata gue adalah bagaimana kita membuka cakrawala akan apa yang belum diketahui sebelumnya, sehingga itu menjadi sebuah rekomendasi untuk langkah kita selanjutnya. Pertanyaan pertama, kalo membaca kita tidak membuka cakrawala serta rekomendasi bagaimana tuh? Ya, kita harus koreksi dulu secara objektif. Diantaranya sudah sejauh mana memahami apa yang dibaca, tujuan awal membacanya untuk apa, sudah membacanya berapa kali dan Teknik membaca yang dilakukan apakah sudah sesuai ilmunya atau hanya sekedar membaca. Ini penting kita koreksi, karena sangat berpengaruh terhadap menyerapnya apa yang kita baca itu.
Pertanyaan kedua, banyak orang yang hobi membaca buku ketika aksi di lapangan malah bingung dan sibuk sendiri saja tanpa memikirkan orang lain, KARENA KITA BUTUH ORANG YANG MELAKUKAN AKSI NYATA, BUKAN RAJIN MEMBACA BUKU. Mendengar pertanyaan seperti ini, jujur membuat gue ngakak, ya kontradiktif dan bila diukur pakai logika nggak logis bro. Pertama, orang yang hobi membaca buku ketika aksi nyata bingung, jawaban gue simple aja, ya wajar bro, kan hobi dia membaca buku bukan beraksi. Pasti dong nggak bakalan nyambung, karena seseorang yang mempunyai hobi memiliki caranya sendiri beraksi, bukan mengikuti cara yang pasaran.
Kedua, sibuk sendiri saja tanpa memikirkan orang lain, lah memang iya seharusnya seperti itu. Kan lagi baca buku, harus focus mencerna setiap kata, masa membaca buku harus sambil ngobrol.
Pertanyannya, emang bisa membaca buku sambil ngobrol? Kalo begitu, itu bukan baca buku melainkan baca brosur hehe. Terkait tanpa memikirkan orang lain, justru! Orang yang membaca buku itu paling peduli sama orang, karena logikanya bila dia tidak peduli ngapain dibaca secara sukarela, kan begitu yah? Buang-buang waktu saja.
Ketiga, kita butuh orang yang melakukan aksi nyata, bukan rajin membaca buku. Lah, pada kenyataannya memang seperti itu, kita butuh aksi nyata, kalo semuanya rajin membaca buku semua bisa-bisa Listrik Padam, karena PLN nggak mau diganggu lagi focus membaca buku. Bisa-bisa Tom Lembong nggak jadi dipidana, karena hakimnya focus membaca dulu siapa tahu ada kejanggalan, atau bisa jadi Program Makan Siang diberhentikan permanen, karena Pemerintah focus membaca dulu, sampai sadar program membaca lebih penting kebanding makan hasil dari pinjol jebakan.
Membaca memang tak menjamin kita untuk pintar, berprestasi, cerdas dan lain sebagainya. Tetapi dengan membaca, membuat cara pandang kita berbeda dari yang lain
Entah ini efek atau apa yah, semakin ke sini gue berpikiran bahwa orang yang sering membaca akan terlihat berbeda dari orang lain, karena cara pandangnya berbeda. Seperti ada getarannya gitu. Perbedaannya bisa bermacam-macam sikap, seperti malas, kritis untuk dirinya sendiri, menyebalkan, menginspirasi, dan lain sebagainya. Dan juga gue berpikiran bahwa, orang yang katankah pintar tapi tidak dibarengi dengan membaca buku, membuat kepintarannya terbatas. Beda halnya dengan orang yang tidak masuk kategori pintar versi orang, tapi sering membaca buku, selalu ada ide baru yang disampaikan, idenya unik berdasar bukan hanya sekedar unik tanpa makna.
Pada akhirnya, membaca itu adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia. Karena membaca, bukan hanya membaca buku, melainkan membaca banyak hal. Semakin kita banyak membaca, maka apa yang akan kita lakukan akan mempunyai makna tersendiri, bukan hanya sebatas katanya.
0 Komentar