Foto bareng Dori dan Jul
"Apakah dengan memakai seragam SMA di Kampus, dapat meningkatkan kepercayaan diri?" Tanya Andika mewakili teman-teman yang penasaran terkait eksperimen kali ini.
"Tentu, karena sejalan dengan teori pembelajaran transformatif dari Mezirow. Padahal yah, posisinya gue belum mendalami peran, hanya tipis-tipis doang." Kata gue melaporkan hasil di lapangan.
"Bagus tuh, lagian ini hanya percobaan tipis-tipis untuk projek yang akan datang. Gue setuju kalau ini dijadikan objek penelitian." Kata Rudi menyimpulkan dengan cepat.
"Sebentar, sebelum kita sepakati sampel yang baru ini, coba kita kaji kembali persepektif sosialnya lebih spesifik, biar lahir beberapa opsi solusi dengan mudah." Kata Cika memberi saran.
Kami pun terdiam, mencari solusi. Topik perubahan sosial dan Patologi Sosial memang selalu jadi bahan diskusi yang menantang.
Hari ke seratus empat puluh tujuh ngampus, mata kuliah ada dua yaitu: Perubahan Sosial dan Perencanaan Program Pnf. Pada kesempatan ini gue ngampus memakai baju seragam SMA, membayangkannya seru aja gitu. Sempat ragu juga awalnya, tapi setelah dipikir-pikir apa salahnya.
Gue teringat apa yang disampaikan oleh Mark Manson, mengatakan bahwa di usia dua puluhan kita harus jadikan momen melakukan banyak kesalahan, kekonyolan, dan lain-lain. jadi, gas aja dah! Lagian ngapain mikiran komentar orang lain, toh boro-boro mereka mikirin kita.
Sebelum berangkat gue izin ke Dosen bahwa gue akan memakai seragam SMA, karena sedang melakukan riset sosial humaniora. Apakah di balas? Tidak kisana, biarinlah yang penting gue sudah konfirmasi. Mata kuliah pertama akan dilaksanakan secara offline, yaitu ujian tengah semester yang dimulainya pukul delapan pagi.
Waktu menuju jam delapan tinggal tiga puluh menit lagi, sedangkan gue posisinya belum dapat angkutan umum. Awalnya ada sih, Mobil Ps yang lewat, gue lambaikan tangan kan sebagai kode berhenti, pas gue mau naik, eh ditinggal. Kocak kata gue, kenapa gue dilewat cuy, padahal mau naik loh!
"Apakah ini bentuk kesenjangan sosial? Atau bentuk diskriminasi terhadap anak Sekolah?" Tanya gue kepada diri sendiri, lalu gue membuang pikiran itu sejauh-jauhnya agar tidak menyerap energi positif, mau apa pun bentuknya biarlah.
Gue melihat jam yang menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh lima, itu artinya ada sisa waktu dua puluh lima menit lagi. Yuk! Bisa! Bisa! Bisa kali! Kata gue meyakinkan diri. Untuk menenangkan diri, gue menganalisis kenapa hal ini terjadi? Karena pas mau berangkat gue sibuk mencari jam tangan yang entah hilang ke mana, setelah lama tak kunjung ketemu akhirnya gue memakai jam tangan kakak gue, yeah itulah alternetif terakhir.
"Tolong Tuhan! Saya bantu hamba yang bentar lagi harus datang cepat untuk mengikuti UTS! Tolong!" Harap gue dengan cemas sambil menenangkan diri.
Sekitar Tiga menit kemudian, Angkutan umum datang, gue langsung naik. Di dalam mobil, gue meyakinkan diri untuk tetap positif thingking sambil memasrahkan semuanya kepada-Nya.
"Atur aja menurutmu Tuhan, hamba sudah tidak berharap lebih lagi." Ucap gue dalam hati.
Apakah gue telat masuk?
Yeah, gue masuk ke dalam kelas pukul delapan lewat lima menit. Kebetulan pas di jalan menuju Kampus, gue ketemu si Arik, jadi soal kesiangan kalo ada teman mah aman-aman aja kawan wkwk. Dan Alhamdulillahnya, dosen belum datang cuy! Teman-teman di kelas pada kaget ketika melihat gue masuk memakai baju SMA, ramai tuh suasana kelas melihat kekonyolan gue ini. Dalam hati gue ngakak, elo sih ada-ada aja wkwk.
Ramainya itu bermacam-macam. Ada yang bertanya aja kenapa gue memakai baju seragam SMA, ada yang sibuk vidio aja, ada yang sibuk menyimpulkan gue memakai seragam biar ongkosnya murah, ada yang cuek aja, dan ada yang ngupil aja, ini sih fantasi gue wkwk. Menyikapi hal itu semua, gue hanya diam. Kalo yang kepo banget, gue bilang lagi riset atau eksperiment terkait tingkat kepercayaan diri.
Dosen masuk ke kelas pukul delalapan lewat lima belas menit. Apakah dosen kaget juga melihat gue memakai baju seragam SMA? Yeah, gue bilang izin sedang ada riset dan tadi Pagi sudah konfirmasi lewat WA ke Ibu dosen. Aman-aman aja tuh. Awalnya gue sudah mengantisipasi kalo dikeluarin, ya udah terima aja tapi ternyata nggak cuy.
Ujian Tengah Semester (UTS) dimulai. Hanya ada tiga soal, dan itu ketiga-tiganya diisi berdasarkan apa yang kami ketahui masing-masing terkait soal itu. Dengan santai, gue mengisinya tanpa memikirkan jawabannya salah atau benar, bodo amat. Yang penting ada keterkaitannya dan rasional, udah gitu aja kok repot.
Selesai mengerjakan UTS di kelas, gue membuka notifikasi masuk dari grup kelas, katanya untuk pembelajaran mata kuliah selanjutnya dialihkan dulu ke Minggu depan, ya udah gue siap-siap mau pulang cuy! Eh, tiba-tiba gue teringat ada laporan hasil eksperiment memakai baju seragam SMA di kampus. Jadi yeah, santai di kampus dulu nggak sih wkwk.
Ketika gue mau pulang, hujann turun dengan lebat. Gue tanya ke kakak gue yang di Rumah, apakah cuaca di Pandeglang hujan? Nggak katanya. Sambil menunggu hujan, gue iseng-iseng pergi ke Perpustakaan. Secara mengejutkan gue bertemu dengan buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, kocak emang kalo lagi nggak dicari ada aja gitu, tapi pas dicaari malah menghilang entah ke mana.
Pada akhirnya gue keluar dari Perpustakaan dengan membawa dua buku. Kocak emang, tergoda oleh pesona buku, tapi yeah begitulah.
0 Komentar