Pertemuan kali ini Dosen hadir dan presentasi kelompok membahas pola pendidikan antar benua. Gue sih bersyukur ada Dosen, pastinya diskusinya bakal berjalan kondusif. Eh, ternyata iyah Co. Bahkan Ia ingin yang presentasi percaya diri menjelaskan materi tanpa ada rasa malu dan ragu di depan teman-teman sendiri.
Lebih baik ditertawakan sekarang, karena diamnya kalian sekarang akan menjadi bahan tertawaan orang lain nanti.
Itulan pesannya yang menurut kami terbaik. Iya juga yah, kenapa kita harus malu presentasi di depan teman sendiri? Lagian nggak bakalan menjadi bahan tertawaan berkepanjangan, biasa aja. Dan buat apa diam aja bila mempunyai gagasan, karena itu akan menghambat kreatifitas.
Pas presentasi gue nggak fokus dengerin, hanya gue ingat-ingat pointnya aja. Karena pas dengerin presentasi gue duduk di samping Azka, sepanjang presentasi dan bahkan sampai mau pulang obrolan kami belum kelar, nggak tahu dah ada angin dari mana bisa se-akarab itu.
"Pinjam buku elo, Co?" Kata gue ke Azka
"Buat?" Tanya dia balik.
"Mau nulis, buru sini." Sambil menarik buku yang sedang dipegangnya.
Gue menulis obrolan kami yang belum selesai karena gue pikir harus pas waktu santai aja, kalau sekarang kurang tepat. Seandainya gue paksain pastinya penjelasannya ngawur banget.
"Ini apa?" Tanyanya penasaran.
"Simpen aja, itu beberapa topik obrolan yang harus kita selesaikan."
"Buset dah."
Ada sedikit rasa tenang dalam diri gue setelah menulis point-point itu di buku Azka. Tenang aja gitu gue nggak terbebani mau jawab apa dan nanti bakalan dapat pengetahuan baru lagi dari persepektif dia.
"Kenapa elo melakukan hal ini?" Tanyanya lagi yang membuat gue harus menoleh kepadanya.
"Karena di setiap pertanyaan itu ada penjelasan, elo banyak nanya tadi, gue pikir itu bagus buat kita diskusikan."
"Oke siap."
Kami kembali fokus memperhatikan yang presentasi. Pada saat sesi tanya jawab gue sedang merancang apa aja yang akan gue pertanyaan, tapi dengan cepat tanpa memberi aba-aba moderator memutuskan hanya membuka dua pertanyaan doang, parah emang.
"Siapa yang kemarin kebagian benua Afrika?" Tanya Dosen, gue yang pertama mengangkat tangan.
"Kamu kebagian Negara apa?" Tanya Dosen lagi.
"Senegal Pak." Jawab gue singkat hampir aja gue lupa karena tadi spontan banget nanya bagian gue.
"Apa perbedaan pola pendidikan di Senegal dengan Indonesia?"
Gue jawab dengan santai karena pikiran gue langsung translete dengan cepat mencari jawaban. Perbedaannya itu di Senegal mayoritas agamanya Islam dan setelah lulus Sekolah mereka mengikuti program wajib membaca Al-Qur'an. Tapi setelah lulus mereka menjadi gelandangan, menjadi guru pun banyak yang tidak di gajih oleh pemerintah.
Sedangkan di Indonesia, meskipun di kampung-kampung banyak para ustad yang tidak diberi gajih oleh pemerintah, mereka masih bisa membiyayai hidupnya dengan cara berkebun dan lain sebagainya, tidak menjadi gelandangan. Dan bahkan dikelurahan ada kabar bahwa untuk orang yang mengajar ngaji itu digaji dan mendapat uang kematian. Sedangkan di Senegal? Masih dalam proses.
Gue spontan jawab itu, nggak mikir gimana-gimana gitu. Dosen mengapresiasi jawaban gue katanya padahal itu pertanyaan lumayan tinggi, yeah boleh dong bangg kan ada buktinya wkwk.
"Elo tahu, tadi gue jawab spontan Co." Kata gue ke Azka.
"Wihh, terbaik deh elo." Sambil memberi dua jempol.
Dipuji seperti itu dalam hati gue istigfar harus mengendalikan hal ini. Boleh gue bangga karena ada buktinya juga, tapi jangan lama-lama karena pujian kadang akan membuat kita sombong dan malas untuk belajar hal baru lagi. Gue bersyukur sudah bisa spontan menjawab, tentu ini datangnya dari Tuhan. Lebih baik gue kembali fokus belajar lagi sambil membawa kebahagiaan yang sedang dirasakan, bukan diam lalu tenggelam dalam penyesalan.
0 Komentar